Cari Berita

Penafsiran Pasal 8 Perma 5/2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin

Binsar P. Tampubolon - Dandapala Contributor 2025-11-05 12:00:11
Dok. Ist.

Saat ini semakin banyak pengajuan permohonan dispensasi kawin yang diajukan oleh orangtua/wali ke Pengadilan untuk anak yang belum berusia 19 tahun atau belum pernah kawin.

Dalam Pasal 1 angka 5 PERMA 5 Tahun 2019 Tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin, menyebutkan bahwa Dispensasi Kawin adalah pemberian izin kawin oleh Pengadilan kepada calon suami/istri yang belum berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan.

Sedangkan Pengadilan yang dimaksud adalah Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iah (Pasal 1 angka 10 PERMA 5 Tahun 2019). Dalam Pasal 6 PERMA 5 Tahun 2019 dapat disimpulkan bahwa pihak yang berhak mengajukan permohonan dispensasi kawin adalah orangtua atau wali anak.

Baca Juga: Fenomena Dispensasi Kawin Pasca Perkawinan Terlaksana Secara Adat dan Agama di Bali

Dalam hal terdapat perbedaan agama antara Anak dan Orangtua/Wali permohonan dispensasi kawin diajukan pada pengadilan sesuai dengan agama anak (Pasal 7 PERMA 5 Tahun 2019).

Selanjutnya dalam Pasal 8 PERMA 5 Tahun 2019 disebutkan bahwa Dalam hal calon suami dan isteri berusia dibawah batas usia perkawinan, permohonan Dispensasi Kawin untuk masing-masing calon suami dan calon isteri diajukan ke Pengadilan yang sama sesuai dengan domisili salah satu Orangtua/Wali calon suami atau isteri.

Disinilah terdapat perbedaan penafsiran oleh Hakim tentang pasal 8 PERMA 5 Tahun 2019 tersebut. Di satker penulis sendiri (PN GST) dengan melakukan kegiatan diskusi terdapat 2 (dua) penafsiran mengenai Pasal 8 tersebut yaitu:

Penafsiran yang pertama

Bahwa permohonan dispensasi kawin sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 tersebut harus diajukan oleh masing-masing orangtua/wali calon suami (pihak laki-laki) dan orangtua/wali calon istri (pihak perempuan) dengan mengajukan berkas permohonan secara tersendiri ke Pengadilan Negeri yang sama untuk diadili.

Artinya terdapat 2 (dua) berkas permohonan dispensasi kawin yang diajukan oleh masing-masing orangtua/wali tersebut ke Pengadilan Negeri yang sama untuk kemudian diadili oleh Pengadilan Negeri. Contoh: Orangtua/wali pihak laki-laki (calon suami) mengajukan permohonan dispensasi kawin dengan nomor register 1/Pdt.P/2025/PN Gst, sedangkan orangtua/wali pihak perempuan (calon isteri) juga mengajukan permohonan dispensasi kawin dengan nomor register 2/Pdt.P/2025/PN Gst yang mana kedua calon tersebut masih di bawah usia perkawinan.

Penafsiran yang kedua

Bahwa permohonan dispensasi kawin sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 tersebut dapat diajukan oleh kedua orangtua/wali dari pihak laki-laki (calon suami) dan pihak perempuan (calon isteri) sekaligus dalam satu surat permohonan ke Pengadilan Negeri. Artinya hanya ada 1 (satu) berkas permohonan dispensasi kawin yang diajukan dan yang bertindak sebagai Pemohon adalah masing-masing kedua orangtua/wali dari calon suami dan calon isteri tersebut ke Pengadilan Negeri yang sama untuk kemudian diadili oleh Pengadilan Negeri. Contoh : Orangtua/wali pihak laki-laki (calon suami) dan orangtua pihak perempuan (calon isteri) bersama-sama mengajukan diri sebagai pemohon dalam satu perkara permohonan dengan nomor register 1/Pdt.P/2025/PN Gst untuk mengajukan permohonan dispensasi kawin   

Lantas penafsiran manakah yang tepat dalam mengadili permohonan dispensasi kawin apabila calon suami dan isteri berusia dibawah batas usia perkawinan?

Sebelum membahas penafsiran manakah yang tepat, Penulis terlebih dahulu menguraikan SEMA 5 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2021 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan

Rumusan Hukum Kamar Agama mengenai Hukum Perkawinan bagian b disebutkan Permohonan dispensasi kawin yang kedua calonnya masih di bawah usia kawin, dapat diajukan bersama-sama dalam satu permohonan oleh pihak yang mengajukan dan diajukan kepada pengadilan dalam wilayah hukum yang meliputi domisili salah satu anak yang dimohonkan dispensasi kawin.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya apakah rumusan kamar agama tersebut dapat diterapkan dalam Peradilan Umum (Pengadilan Negeri) dalam mengadili perkara dispensasi kawin yang kedua calonnya masih dibawah usia kawin?

Menurut penulis, bahwa rumusan kamar agama tersebut dapat diterapkan pada Pengadilan Negeri sepanjang tidak berkenaan dengan kompetensi absolut Pengadilan. Hal tersebut didasarkan pada Pasal 1 angka 10 PERMA 5 Tahun 2019 (Pengadilan yang dimaksud adalah Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iah).

Jadi menurut hemat Penulis penafsiran pasal 8 PERMA 5 Tahun 2019 yang tepat dikenakan adalah Penafsiran yang kedua yaitu bahwa permohonan dispensasi kawin sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 tersebut dapat diajukan oleh kedua orangtua/wali dari pihak laki-laki (calon suami) dan pihak Perempuan (calon isteri) sekaligus dalam satu surat permohonan ke Pengadilan Negeri. Artinya hanya ada 1 (satu) berkas permohonan dispensasi kawin yang diajukan dan yang bertindak sebagai Pemohon adalah kedua orangtua/wali dari calon suami dan calon isteri tersebut ke Pengadilan yang sama.

Mengapa Penulis lebih memilih pada penafsiran kedua?

Karena dalam Pasal 5 PERMA 5 Tahun 2019 sebenarnya telah mengatur syarat administrasi dalam pengajuan permohonan dispensasi kawin yaitu adanya Surat permohonan, fotokopi KTP kedua orangtua/wali, fotokopi KK, fotokopi KTP atau identitas anak dan/atau akte kelahiran anak, fotokopi KTP atau Kartu Identitas Anak dan/atau akte kelahiran calon suami/istri, dan fotokopi Ijazah Pendidikan terakhir anak dan/atau surat keterangan masih sekolah dari sekolah anak.

Dan di dalam Pasal 10 PERMA 5 Tahun 2019 telah diatur pula bahwa wajib dihadirkan Anak yang dimintakan dispensasi kawin, calon suami/isteri, dan orangtua/wali calon suami/istri, yang mana apabila pihak-pihak tersebut tidak dapat dihadirkan sampai dengan persidangan yang ketiga maka permohonan dispensasi kawin tidak dapat diterima.

Artinya dengan satu surat permohonan saja, pihak-pihak tersebut tentu dapat dihadirkan secara sekaligus untuk kemudian diperiksa dan didengar keterangannya oleh Hakim.

Alasan selanjutnya mengapa penafsiran yang kedua lebih tepat dikenakan karena mengedepankan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan dengan prinsip yang bertujuan agar proses penyelesaian perkara di pengadilan dilakukan secara efisien dan efektif, tanpa biaya yang membebani pencari keadilan. Asas ini menekankan bahwa peradilan harus berjalan tanpa bertele-tele, cepat, dan dengan biaya yang dapat dijangkau masyarakat.

Bayangkan bila ada dua permohonan dispensasi kawin yang masing-masing diajukan oleh orangtua/wali yang kedua calonnya masih di bawah usia kawin dalam satu Pengadilan Negeri yang sama, proses pemeriksaannya tentu akan bertele-tele dan tidak efektif serta efisien karena ketika memeriksa permohonan yang satu harus menghadirkan pihak-pihak yang ditentukan dalam Pasal 10 PERMA 5 Tahun 2019, kemudian ketika memeriksa permohonan yang satunya lagi kembali harus menghadirkan pihak-pihak yang ditentukan dalam Pasal 10 PERMA 5 Tahun 2019 tersebut. Dalam bahasa kekinian disebut “Dua Kali Kerjaan”

Belum lagi apabila permohonan yang satu dikabulkan sedangkan permohonan yang satunya lagi dinyatakan tidak dapat diterima atau ditolak oleh Pengadilan (karena syarat formil tidak terpenuhi atau tidak didukung oleh pembuktian yang ditentukan oleh Undang-Undang) bukan kah Penetapan Pengadilan nantinya akan menjadi bertentangan satu sama lain dan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi Pemohon?

Hal ini lah yang kemudian Penulis tidak terlalu setuju untuk memilih pada penafsiran pertama selain daripada alasan-alasan yang telah diuraikan di atas sebelumnya.

Kebijaka kedepannya.

Sebaiknya Rumusan Hukum Kamar Agama mengenai Hukum Perkawinan tentang Permohonan dispensasi kawin yang kedua calonnya masih di bawah usia kawin dapat diajukan bersama-sama dalam satu permohonan oleh pihak yang mengajukan dan diajukan kepada pengadilan dalam wilayah hukum yang meliputi domisili salah satu anak yang dimohonkan dispensasi kawin (sebagaimana SEMA 5 Tahun 2021) dibuatkan pula pada Rumusan Hukum Kamar Perdata pada bagian Perdata Umum, agar tercipta kesatuan hukum baik pada Pengadilan Negeri maupun pada Pengadilan Agama dalam mengadili permohonan dispensasi kawin. Terlebih Perma 5 Tahun 2019 Tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin dibuat oleh Mahkamah Agung untuk dipedomani oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama, sehingga dalam penerapannya dapat menimbulkan kepastian hukum bagi para pencari keadilan. (asn/ldr)

Penulis : Binsar P. Tampubolon, S.H. Hakim PN Gunung Sitoli

Baca Juga: Solusi Kontekstual, Pencatatan Perkawinan Terlambat Alternatif Dispensasi Kawin

 

Referensi:

  • Perma 5 Tahun 2019 Tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin
  • SEMA 5 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2021 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI

Memuat komentar…