Jakarta- Bagi masyarakat kebanyakan, saling berbagi parsel bisa menjalin silaturahmi tetap terjaga. Tapi bagi pejabat publik (hakim salah satunya) menerima parsel bisa menjadi pantangan. Malah bisa berujung ke pelanggaran etik.
“Waktu itu Senin malam. Jam pastinya saya lupa,” kata seorang hakim saat berbincang dengan DANDAPALA, Jumat (10/1/2025).
Senin malam yang dimaksud itu terjadi pada akhir November 2024. Cuaca di luar cukup cerah. Lampu teras tidak terlalu terang. Saat itu ada orang naik kendaraan sepeda motor turun di depan rumah dinas hakim. Lalu pelan-pelan membuka pagar pintu dan masuk.
“Saya dari dalam rumah dengar suara pagar dibuka. Lalu saya intip. Saya familiar mukanya,” kisahnya.
Ibu yang datang ternyata pihak berperkara. Dia lalu mengetuk pintu dan izin mau silaturahmi.
“Saya bilang ‘Maaf Bu, nggak usah. Nggak usah repot-repot. Ibu pulang saja’. Saya bilang berkali-kali, ” ucapnya.
Mendapati jawaban tuan rumah berulang kali, tamu tersebut langsung menaruh parsel buah yang dibawanya di kursi teras rumah. Lalu buru-buru meninggalkan rumah dinas hakim.
“Saya baru ingat, ibu itu pihak berperkara. Perkaranya tidak lama lagi diputus,” tuturnya.
Besok paginya, Pak Hakim itu berinisiatif melaporkan parsel itu ke KPK. Lalu ia konsultasi ke pimpinan dan akhirnya Pak Hakim itu membuat laporan gratifikasi online ke KPK.
“Adapun buahnya saya kasih ke panti asuhan. Saya foto. Lalu dilaporkan ke KPK secara online,” ucap pak hakim yang meminta namanya ditutup rapat-rapat.
Baginya, bukan nilai parsel buahnya. Tapi di balik parsel buah itu terdapat niat terselubung sehingga dikhawatirkan membuat si hakim konflik kepentingan saat memutus perkara yang melibatkan si pemberi hadiah.
“Jadi saya laporkan ke KPK secara online. Jangan sampai nanti ada fitnah di belakangan hari,” tuturnya.
Atas pelaporan gratifikasi itu, Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI (Bawas MA) mengapresiasinya. Termasuk juga apresiasi kepada 61 pejabat pengadilan yang inisiatif pribadi membuat pelaporan gratifikasi ke KPK.
“Semoga inisitaif untuk melaporkan gratifikasi tetap dipertahankan guna membangun budaya jujur di lingkungan MA dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya,” demikian keterangan tertulis Plt Kepala Bawas MA Sugiyanto.
Tercatat selama 4 bulan terakhir di 2024 tercatat 62 pejabat pengadilan yang mengembalikan pemberian hadiah tersebut atas inisiatif pribadi. Di antaranya adalah Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Umum Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Dirbinganis Dirjen Badilum), Hasanuddin SH MH. Selain Hasanuddin, tercatat pula sejumlah Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan Agama, hakim, Panitera Muda, hingga PNS di lingkungan peradilan.
Seperti Ketua PT Palangkaraya Diah Sulastri Dewi, Ketua PN Pati Ahmad Syafiq, Ketua PN Banjar Herman Siregar, Ketua PN Dompu I Ketut Darpawan, Ketua PN Pulau Pisau M Zakiuddinm Ketua PA Ambarawa M Irfan Husaeni, Ketua PA Magelang Nurhasan, Ketua PA Sekayu Syarifah Aini, Wakil Ketua PN Klaten M Amrullah, hingga PPNPN Pengadilan Agama Banjarmasin, Yuni Yulyanti.
Adapun jenis gratifikasi yang diilaporkan ke KPK beragam. Di antaranya makanan kering yang dimasukkan ke dalam 3 kotak kardus. Ada juga perhiasan mutiara Maluku yang didapat dari sebuah acara.
“Kalau saya melaporkan pemberian honor dari mahasiswa yang magang di kantor berupa uang sebesar Rp 1 juta. Uang itu dari kampusnya. Saya kembalikan karena saya rasa tidak pantas dan nilainya terlalu banyak,” ucap salah seorang Ketua Pengadilan Negeri kepada DANDAPALA.
Jadi, sudahkan Anda melaporkan gratifikasi ke KPK?