Cari Berita

Prittt…!!! Inilah Cikal Bakal Lahirnya Tilang di Indonesia

Eliyas Eko Setyo - Dandapala Contributor 2025-04-07 07:05:27
Ilustrasi tilang (IG Korlantas Polri)

Jakarta- Tilang alias bukti pelanggaran menjadi sarana penegakan hukum di bidang pelanggaran lalu lintas yang menjadi kewenangan aparat polisi. Tapi siapakah inisiator tilang?

Sebagaimana tertulis dalam Buku ‘Kebijakan Tilang Elektronik di Indonesia: Sejarah Dan Perkembangan’ karya Umar Aryo Seno Junior yang diterbitkan Yayasan Sahabat Alam Rafflesia, surat tilang pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh Mayjend (Purn) Ursinus Elias Medellu. Ia pernah menjabat sebagai Direktur Lalu Lintas pada  pada tahun 1960-an.

“Kemudian pada tahun 1969 dibentuk tim untuk merumuskan sistem penindakan pelanggaran lalu lintas yang praktis dan cepat,” ujar Umar Aryo Seno Junior dalam buku tersebut yang dikutip DANDAPALA, Senin (7/5/2025)

Baca Juga: Perdebatan Yamin VS Soepomo: Cikal Bakal Lahirnya Judicial Review

Kala itu pihak Polri yang diwakili oleh Irjen Ursinus Elias Medellu bersama dengan Irjen Memet Tanumidjaja dan Letkol Pol Basirun menjadi tim perumus. Setelah merumuskan persoalan sistem penindakan pelanggaran lalu lintas maka pada tanggal 11 Januari 1971 lahirlah Surat Keputusan Bersama antara Ketua Mahkamah Agung No. 001/KMA/71, Jaksa Agung No. 002/DA/1971, Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. 4/SK/Kapolri/71 dan Menteri Kehakiman No. JS/1/21 yang mengesahkan berlakunya sistem tilang untuk pelanggaran lalu lintas.

“Setelah keluarnya Surat Keputusan Bersama tersebut, pada 1972 pelanggaran lalu lintas ditindak dengan tiket sistem yang dikenal dengan bukti pelanggaran atau biasa disebut tilang,” bunyi Pasal 24 Ayat 3 PP Nomor 80 Tahun 2012.

Saat itu sistem tilang yang dikeluarkan menjadi bukti pelanggaran lalu lintas masih sederhana. Isinya memuat  surat tanda terima, berita acara, surat panggilan, surat tuduhan jaksa, keputusan hakim, perintah eksekusi, dan tanda pembayaran yang semuanya terdiri dari lima lembar warna yang berbeda yakni merah, hijau, biru, putih, dan kuning.

Warna-warna tersebut juga memiliki fungsi yang berbeda-beda. Yaitu: 

-Surat tilang warna merah jenis surat tilang ini diberikan oleh polisi kepada pengendara bermotor yang melanggar peraturan lalu lintas, 

-Surat tilang warna biru diberikan kepada pelanggar yang tidak bisa menghadiri persidangan sehingga  surat ini tidak diberikan kepada pelanggar namun digunakan sebagai pelengkap laporan administrasi kepolisian. Seperti bahan laporan polisi mengenai kasus pelanggaran yang terjadi dalam kurun waktu tertentu, yaitu satu bulan atau satu tahun.

-Surat tilang warna putih diberikan kepada pihak pengadilan untuk dituliskan denda tilang oleh hakim.

“Jadi,  jenis surat tilang tersebut tidak selalu diberikan kepada pelanggar, namun ada yang diberikan untuk pihak polisi atau pengadilan. Hal ini diberlakukan agar saat proses penentuan sidang, semua pihak masing-masing memiliki informasi bentuk pelanggaran yang sama,” ujarnya.

Baca Juga: Arsip Pengadilan 1932 : Cikal Bakal Lahirnya Fidusia Di Indonesia

Pada 9 Desember 2016 lahirlah PERMA Nomor 12 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas. Mulai saat itu, para pelanggar tidak perlu mengikuti persidangan di pengadilan. Karena hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri untuk menyidangkan perkara pelanggaran lalu lintas sudah memutus besaran denda dan biaya perkara yang harus dibayar.

“Sehingga para pelanggar cukup melihat di papan pengumman besaran denda yang telah dijatuhkan oleh hakim. Selanjutnya melakukan pembayaran di kantor kejaksaan sekaligus mengambil barang buktinya,” bebernya. (EES/asp)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum