Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung (MA) Dwiarso Budi Santiarto meminta hakim dan aparat pengadilan jangan lagi mentraktir makan para pejabat MA. Adapun jamuan kudapan diminta secukupnya dan tidak berlebihan.
“(Memberi snack) Boleh tapi sewajarnya. Datang, kasih air mineral atau teh atau kopi. Kue dua atau tiga jenis kue daerah situ, silakan,” kata Dwiarso Budi Santiarto yang dikutip DANDAPALA dari Podcast PODIUM, Kamis (23/1/2025).
Podcast PODIUM merupakan diskusi berkala yang dibuat oleh Ditjen Badilum MA yang di tayangkan di Chanel YouTube Ditjen Badium. Podcast itu menghadirkan tema yang berbeda setiap eposidenya. Adapun podcast Dwiarso Budi Santiarto mengambil tema ‘Hakim dan Aparatur Pengadilan: Hakikat Jabatan dan Kode Etiknya’.
Secara tegas, Dwiarso Budi Santiarto meminta hakim dan aparat pengadilan jangan lagi mentraktir makan para pejabat MA
“Kalau makan, kita cari sendiri. Karena ada anggaran. Kalau kita pergi ke daerah sudah dikasih anggaran,” ucap Dwiarso Budi Santiarto yang juga mantan Ketua Badan Pengawasan (Bawas) MA itu.
Seraya bercanda, Dwiarso Budi Santiarto berseloroh gaji pejabat MA lebih besar dari pejabat di PN/PT. Maka ia heran bila yang gajinya lebih tinggi malah ditraktir oleh yang gajinya lebih rendah.
“Bayangkan, gaji saja masih banyak kita. Kok masih masih mau ditraktir. Mohon maaf kalau keceplosan ngomong,” canda Dwiarso Budi Santiarto yang pernah menjadi Ketua PN Jakut itu.
Selain itu, Dwiarso Budi Santiarto juga meminta agar hakim dan aparatur pengadilan agar tidak menjamu pejabat MA dengan berlebihan.
“Bila di suatu daerah itu ada nggak anggaran DIPA untuk jamuan tamu. Kalau ada ya silakan dikeluarkan secara sewajarnya. Kalau pun ada, saya tahu betul besaranya tidak akan mencukupi untuk menerima atau menjamu tamu dalam satu tahun,” ungkap Dwiarso Budi Santiarto.
Pejabat MA yang datang ke daerah, kata Dwiarso Budi Santiarto menegaskan, tidak perlu dilayani secara berlebihan atau disambut secara berlebihan.
“Karena ini membebani satker-satker di daerah,” tutur alumnus Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH Unair) Surabaya angkatan 1981 itu.
Dwiarso Budi Santiarto juga meminta hakim dan aparat pengadilan jangan mengambut pejabat MA dengan berlebihan.
“Contohnya kalau ada pejabat Mahkamah Agung dibukaakan VIP Room. Kemudian di situ hakim-hakim pada berjejer menunggu ke datangan, menyambut salaman. Ini kan merugikan pelayanan masyarakat yang seharusnya sidang ditunda. Ini tidak kita harapkan yang begitu,” ungkap Dwiarso Budi Santiarto.
Dwiarso Budi Santiarto menegaskan, pimpinan dan pejabat MA kalau ke daerah sudah ditanggung semuanya oleh anggaran resmi.
“Kalau pun kita ke daerah sudah ditanggung DIPA MA. Entah kesekretaritan, panitera. Itu sudah ada anggarannya. Pesawat sudah ada, transortasi sudah ada, penginapan sudah ada, uang makan harian sudah ada. Mau apa lagi sekarang? kok mau membebani,” tegas Dwiarso Budi Santiarto.
Dwiarso Budi Santiarto mengakui ada budaya rewuh pakewuh layaknya anak ke bapaknya. Tapi Dwiarso Budi Santiarto meminta maindset itu diubah.
“Kritik saya ke daerah, kadang-kadang kalau kita nggak mau dijamu (mereka berkata) ‘ini kan orang tua kita. Ini anu’. Budaya itu hilangkanlah. Kita utamakan pelayanan kepada masyarakat,” beber Dwiarso Budi Santiarto.
Dwiarso Budi Santiarto menegaskan kalau melayani tamu dari pusat atau provinsi, maka paling tidak waktu terbuang karena tidak bisa melayani masyarakat pencari keadilan. Termasuk tidak perlu menjemput di bandara secara beramai-ramai.
“Kita ini tamu, satu dua orang sudah cukup lah. Kita sudah tahu (jalan) tidak dijemput pun kita tahu. Kita mau ke pengadilan mana. Turun di (Bandara) Juanda mau ke mana, mau ke PN Surabaya? Sudah tahu kita jalannya. Sambut saja di satker, sambut di situ. Ini menghemat biaya juga,” pinta Dwiarso Budi Santiarto.
Semua permintaan di atas adalah penegasan Dwiarso Budi Santiarto atas amanat Ketua MA Prof Sunarto.
“Makanya Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung saat bertemu Ketua Pengadilan Tinggi menyampaikan jangan sampai ada yang melayani berlebihan,” pungkas Dwiarso Budi Santiarto yang pernah menjadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar itu.