Cari Berita

Anselm von Feuerbach, Pencetus Konsep Asas Legalitas Nullum Delictum

article | History Law | 2025-10-04 19:40:36

Paul Johann Anselm von Feuerbach lahir pada tahun 1775 dia dikenal sebagai seorang teoritikus Jerman yang sangat berpengaruh dalam ilmu hukum pidana pada tahun 1801 saat itu, dan ia sebagai pencetus konsep asas legalitas dalam hukum pidana, yang terkenal dengan adagium “nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali” artinya tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya.Asas legalitas dterjemahkan olehnya dan digunakan oleh aturan hukum pidana kita ke dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP 2023: “Tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau Tindakan , kecuali atas kekuatan peraturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan ”.Di dalam buku Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Moeljatno menjelaskan bahwa adagium nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali telah  dirumuskan oleh Feuerbach dalam buku Lehrbuch des peinlichen Recht.Feuerbach telah menciptakan kepastian hukum kepada masyarakat dan melindungi hak asasi manusia dengan memberikan perlindungan terhadap potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum melalui larangan penerapan hukum secara retroaktif atau berlaku surut.Selain itu Feuerbach memandang bahwa prinsip tertinggi hukum pidana adalah setiap sanksi hukum disuatu negara yang berasal dari undang-undang yang didasarkan pada sesuatu yang memberikan perlindungan kepada hak-hak orang lain.Moeljatno juga menguraikan teori Feuerbach tentang teori yang lain yang dikenal “vom psychologischen Zwang” (paksaan psikologis) yang memberikan ancaman sanksi pidana terhadap suatu perbuatan yang dilarang, berpengaruh terdapat suatu tekanan psikologis kepada orang yang hendak melakukan tindak pidana, sehingga dengan adanya sanksi pidana yang akan dijatuhkan membuat seseorang berpikir ulang melakukan perbuatan pidana.Feuerbach dengan asas legalitasnya mereformasi hukum pidana di jerman dengan mempedomani aturan tertulis sebagai kepastian hukum, dan juga membentuk kompetensi aparat penegak hukum dengan memberikan pemahaman terhadap asas legalitas yang membantu hakim, jaksa, dan penyidik dalam menegakkan asas legalitas dengan lebih baik. Selain itu juga asas Feuerbach sangat penting untuk mengurangi disparitas dalam putusan pengadilan dan memastikan bahwa hukum diterapkan secara tepat sesuai dengan prinsip lex certa.Pada tahun 1804, Feuerbach pindah ke Universitas Landshut, di mana ia ditugaskan untuk menyusun rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Bavaria, kemudian Pada tahun 1805, atas dorongan Montgelas, Menteri Luar Negeri Bavaria, ia dipindahkan ke Departemen Kehakiman dan Kepolisian Kementerian di Munich sebagai Referendaris Rahasia, pada tahun 1806 menjadi anggota tetap departemen tersebut, dan pada tahun 1808 diangkat menjadi Penasihat Rahasia. Pada tahun 1806, Feuerbach telah mengambil langkah pertama untuk menghapuskan penyiksaan melalui rancangannya untuk menghapuskan penyiksaan. Penyiksaan secara de facto dihapuskan pada tahun 1806 melalui perintah kerajaan dan menjadikan sistem hukum Bavaria sebagai model bagi negara lain dan serta menjadikan asas legalitas sebagai contoh buat negara-negara lain untuk menirunya sebagai asas kepastian hukum yang melindungi masyarakat.(EES) Referensi :Abas, M., Zuhrah, Meliana, Y., Khairina, Anisa, Iswardhana, M. R., Suryaningrat, Aermadepa, Mulyeni, Y., & Hadi, A. I. (2023). Pengantar Ilmu Hukum: Teori dan Penerapannya di Indonesia. PT. Sonpedia Publishing Indonesia.Eddy O.S. Hiariej , Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana, 2009.Feuerbach PJA (1796) Kritik des natürlichen Rechts alsPropädeutik zu einer Wissenschaft der natürlichen Rechte. Verlagsgesellschaft, Altona.Moeljatno, S.H. Asas-Asas Hukum Pidana, PT Rineka Cipta Tahun Terbit : 2002 

Muara Enim Kebanjiran Akibat Hujan Lebat

photo | Berita | 2025-02-15 09:00:24

Muara Enim. Akibat hujan lebat Pengadilan Negeri Muara Enim kebanjiran. Tingginya curah hujan, menyebabkan aliran air ke aluran pembuangan tersendat. Akibatnya beberapa ruangan kantor yang terletak di Jalan Jenderal A. Yani No 17, Muara Enim, Sumatera Selatan terendam pada Jumat malam (14/02/2025)“Posisi bangunan kantor yang lebih rendah dari jalan tergenang air,” ujar Ari Qurniawan, Ketua PN Muara Enim. Lebih lanjut dijelaskan Sabtu paginya sudah mulai surut dan segera dibersihkan agar pelayanan kepada pencari keadilan tidak terganggu. (SEG).

Yang Baru Soal Asas Legalitas Dalam KUHP Baru

article | Berita | 2024-12-18 16:25:45

Pengecualian asas legalitas diatur di Pasal 2 Undang-undang No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP Baru) yaitu hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) atau hukum adat yang merupakan asas legalitas materiel. Hal itu disampaikan Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura, Amin Sutikno, S.H., M.H., dalam Focus Group Discussion (FGD) Tantangan Pemberlakuan Undang-undang No. 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Selasa (17/12), di Aula Kantor Gubernur Papua, Dok II, Kota Jayapura.  Namun, menurut Amin Sutikno ada syarat atau kriteria yang harus dipenuhi dalam pemberlakuan hukum pidana adat, yaitu hanya berlaku setempat, “Misalnya hukum adat di Wamena tidak bisa diberlakukan di Jayapura” ujarnya. Selain itu, perbuatan tersebut belum diatur di KUHP, jika sudah diatur, maka ketentuan yang ada di KUHP yang diberlakukan. Demikian juga, aturan pidana adat tersebut, harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM), maupun asas-asas hukum umum yang diakui bangsa-bangsa secara universal. “Untuk memperkuat berlakunya hukum adat ini dapat dituangkan dalam Perarutan Daerah, namun pemberlakuannya masih menunggu pelaksanaannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah” tegasnya.  Lebih lanjut mantan Ketua Pengadilan Negeri Surakarta Kelas I A Khusus ini mengatakan terdapat pengecualian lain terhadap asas legalitas  atau asas undang-undang tidak berlaku surut (non retroaktif) yang diatur di Pasal 3 KUHP Baru. Tetapi menurutnya ada syarat pemberlakuan asas retroaktif, dalam hal terjadi perubahan peraturan perundang-undangan, pertama, perubahan undang-undang menguntungkan pelaku. Kedua, perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan tindak pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru. Ketiga, jika putusan telah berkekuatan hukum tetap, ternyata ada undang-undang yang baru ancamannya lebih ringan, maka  pelaksanaan putusan disesuaikan dengan batas pidana menurut undang-undang yang baru.Lebih jauh, Amin Sutikno yang sudah satu tahun menjabat sebagai Ketua PT Jayapura ini, mengatakan 624 pasal dalam KUHP Baru ini adalah merupakan kodifikasi dari berbagai peraturan perundang-undangan pidana yang tersebar. “Misalnya UU Tipikor, TPPU, Terorisme, UU senjata api, amunisi dan bahan peledak, UU Kesehatan, UU pangan, UU Narkotika, UU Perlindungan saksi dan korban, UU Perlindungan Anak, Tindak Pidana HAM Berat,  UU Pornografi, SPPA” urainya.  “Selain itu, berlaku asas lex posterior derogate legi priori, meski tidak seluruh undang-undang lama dicabut, tetapi ketentuannya mengacu pada pasal-pasal KUHP Baru. Pidana kurungan yang tersebar di dalam UU lain atau peraturan daerah diganti dengan pidana denda. Tidak kalah penting, barang siapa, diganti dengan Setiap Orang yaitu orang perseorangan, termasuk Korporasi” imbuhnya. Terkait dengan asas pemidanaan dalam KUHP Baru, Amin Sutikno mengatakan terdapat asas pencegahan, pemasyarakatan/rehabilitasi, penyelesaian konflik, pemulihan keseimbangan dan penciptaan rasa aman dan damai serta menumbuhkan penyesalan terpidana (Pasal 51 KUHP), dan tidak dimaksudkan merendahkan martabat manusia (Pasal 52). Selain itu, Hakim wajib menegakkan hukum dan keadilan, dalam hal terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, wajib mengutamakan keadilan  (Pasal 53). “Hakim dapat memberikan pemaafan, atau tidak menjatuhkan pidana atau tindakan  (judicial pardon) dengan mempertimbangkan ringannya perbuatan pelaku, keadaan pribadi pelaku, keadaan pada waktu dilakukan tindak pidana serta yang terjadi kemudian, dan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan” ujarnya mengakhiri. Dalam FGD tersebut juga tampil sebagai Narasumber Dekan Fakultas Hukum Universitas Cendrawasih, Prof. Dr. Frans Reumi, S.H.,M.A.,M.H., menyampaikan materi KUHP Baru dari perspektik filosofis, sosilogis dan juridis. Sementara itu, Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Papua Riyadi, S.H.,M.H menyampaikan materi Pidana dan Tindakan Dalam KUHP Baru. Acara tersebut diikuti ratusan peserta secara antusias, dengan banyak pertanyaan kepada narasumber, dengan Moderator Dr. Kusufi.  Acara FGD tersebut dilaksanakan oleh Kejaksaan Tinggi Papua kerja sama dengan Pemeritah Provinsi Papua, dibuka oleh Pj. Gubernur Papua Mayjend (Purn) Ramses Limbong, dihadiri Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Hendrizal Husin, S.H.,M.H dan Sekretaris Daerah Papua, Yohanes Walilo serta Direktur Reserse Krimanal Umum Polda Papua Kombes Pol. Achmad Fauzi Dalimunthe. Selain itu hadir Kepala Kejaksaan Negeri Jayapura Stenly Yos Bukara, Kapolresta Jayapura, Kombes Pol Dr. Victor Mackbon, dan Ketua Pengadilan Negeri Jayapura Derman P. Nababan. Juga hadir peserta secara onsite dari kalangan penegak hukum pidana, Pimpinan Satuan Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Provinsi Papua, dan organisasi advokat, dan seluruh jajaran Kejaksaan Negeri di Kejaksaan Tinggi Papua melalui zoom meeting. (Derman P. Nababan)KPT Jayapura, Amin Sutikno, S.H., M.H., (tengah baju hitam) bersama Dekan FH Uncen Prof. Dr. Frans Reumi danAspidum Kejati Papua Riyadi, S.H., M.H.,  sebagai Pemateri. (DPN/SEG)