article | Sidang | 2025-09-13 18:15:03
Jakarta- Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjadi salah satu ladang pembuktian bila korupsi di Indonesia menjadi titik akut. Korupsi itu telah menjalar di segala lini kehidupan masyarakat.Terkini, anggaran Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga jadi ladang bancakan. Yaitu proyek gerobak UMKM seperti gerobak bakso, gerobak gorengan, gerobak kerajinan dan sebagainya. Proyek ini menggunakan APBN 2018-2019 dengan target pembuatan 7.200 gerobak. Nantinya akan disebar ke berbagai daerah di Indonesia. Nilai proyek lebih dari Rp 50 miliar. Ternyata, proyek ini bocor di sana-sini. Sejumlah orang diadili. Berikut sejumlah nama yang terseret kasus itu:1. Bambang WidiantoBambang adalah vendor proyek. Ia dihukum 9 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan. Mashur juga dihukum membayar Uang Pengganti sebesar Rp 10,6 miliar. Hukuman ini di atas tuntutan jaksa yang menuntut Bambang dihukum 8 tahun penjara. Putusan itu diketok oleh ketua majelis Sunoto dengan anggota Eryusman dan Mulyono Dwi Purwanto pada Selasa (9/9/2025). 2. MashurMashur adalah orang kepercayaan Bambang. Ia akhirnya dihukum 7 tahun penjara. 3. Putu Indra WijayaPutu adalah Kepala Bagian Keuangan Sekretaris Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan. Bukannya mengelola APBN dengan penung tanggung jawab, ia malah menjadi otak kebocoran anggaran. Akhirnya, Mahkamah Agung (MA) menghukum Putu selama 10 tahun penjara, sebelumnya Putu dihukum 9 tahun penjara. Putu dinilai terbukti bersalah dalam kasus korupsi pengadaan gerobak UMKM yang merugikan keuangan negara sejumlah Rp17 miliar dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Tak hanya itu, Putu juga dihukum untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp17.135.000.000 (Rp17,1 miliar) dikompensasikan dengan barang bukti nomor 64.1, nomor 64.2, nomor 67.1 dan nomor 67.2."Sehingga sisa uang pengganti Rp16.935.000.000,00 (Rp16,9 miliar) subsider lima tahun penjara," ungkap ketua majelis kasasi, hakim agung Surya Jaya dengan anggota Ansori dan Ainal Mardhiah. Panitera Pengganti Syaeful Imam. Putusan tersebut diketok pada Senin, 9 Desember 2024.Selain itu, polah korupsi juga tidak hanya dihulu, tapi dihilir. Yaitu putusan pengadilan yang seharusnya dieksekusi dengan selurus-lurusnya, malah dibengkokan oleh jaksa eksekutor. Seperti dilakukan jaksa Akhmad Akhsya (33). Sebagai jaksa eksekutor, Azam harusnya mengembalikan barang bukti puluhan miliar ke korban investasi bodong sebagai mana putusan pengadilan.Namun dalam proses eksekusi, jaksa Azam malah main mata dengan pengacara korban sehingga Rp 11 miliar lebih bukannya kembali ke korban, tapi malah masu ke kantong jaksa Azam. Akhirnya, jaksa Azam diproses dan dituntut temannya sendiri selama 4 tahun penjara. Hakim PN Jakpus tidak sependapat dengan lamanya tuntutan dan memilih menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara kepada jaksa Azam. Putusan itu kemudian diperberat di tingkat banding menjadi 9 tahun penjara.“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Azam Akhmad Akhsya SH MH berupa pidan apenjara selama 9 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana densa sebesar Rp 500 juta subsidair 5 bulan kurungan,” demikian bunyi putusan PT Jakarta yang dikutip DANDAPALA.Putusan itu diketok oleh ketua majelis Teguh Harianto dengan majelis Budi Susilo dan Hotma Maya Marbun. Putusan itu diketok siang ini. Sebelumnya, Azam dihukum 7 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus.“Membebankan kepada terdakwa Azam Akhmad Akhsya SH MH untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 11,7 miliar,” ucap majelis.Jika tidak membayar uang pengganti selama 1 bulan maka harta bendanya dilelang. Bila tidak cukup menutup maka diganti penjara selama 5 tahun. Lalu apa alasan majelis hakim memperberat hukuman Azam?“Terdakwa Azam sebagai jaksa yang diberi kewenangan sebagai Jaksa Penuntut Umum dalam perkara investasi bodong dan setelah putusan perkara berkekuatan hukum tetap terdakwa ditunjuk jadi jaksa eksekutor. Dalam pelaksanan tuganys tersebut, terdakwa terbukti telah menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasannya sebagai JPU dan jaksa eksekutor pelaksanaan putusan dengan cara meminta ‘uang pengertian’ kepasa para kkuasa hukum korban sebesar Rp 11,7 milar,” ucap majelis.Vonis di atas memperbanyak daftar korupsi di berbagai lini di Indonesia. Sebelumnya korupsi juga terbukti di sektor timah, maskapai penerbangan Garuda, Pertamina, Antam, sektor militer, pajak, perbankan, suap legislator, proyek e-KTP, proyek Alquran, proyek gedung ibadah, proyek pasar, proyek perumahan, hingga anggaran desa yang ditilep Kades.