article | Sidang | 2025-09-22 15:20:24
Yogyakarta – Pengadilan Tinggi (PT) Yogyakarta menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta terhadap Terdakwa Bondan Suparno PhD. Ia didakwa pencucian uang dalam kasus korupsi Rp 45 miliar. Bondan adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) dilingkungan PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta. Kejadian tersebut berawal tahun 2016, di mana terdapat pengadaan jasa fullboard meeting hotel untuk 77 kegiatan sebesar Rp 45 miliar yang bersumber dari DIPA PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta tahun 2016.Selanjutnya Terdakwa meminta kepada Saksi Makruf Wahyu untuk membuka rekening BNI dengan identitasnya, yang akan digunakan untuk menampung dana taktis serta kelebihan bayar dan diskon proyek pengadaan jasa tersebut. Di mana penggunaan dana taktis tersebut harus atas izin dari Terdakwa dan digunakan untuk kepentingan Terdakwa.Akhirnya, Bondan dibidik aparat untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bondan pun harus duduk di kursi pesakitan. PN Yogyakarta pun menjatuhkan vonis kepada Terdakwa pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan dan pidana denda 300 juta. Kasus bergulir ke PT Yogyakarta.“Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Yogyakarta tanggal 14 Agustus 2025 Nomor 5/Pid.Sus-TPK/2025/PN Yyk,” ucap ketua majelis Ekowati Hari Wahyuni didampingi hakim anggota Achmad Yusak dan Sugeng Warnanto pada Kamis (18/9) lalu.Dalam memori banding yang diajukan, Penasihat Hukum Terdakwa mempersoalkan putusan PN Yogyakarta yang melebihi tuntutan pidana sehingga dianggap melanggar asas ne eat judex ultra petita partium. Sedangkan Penuntut Umum dalam memori badingnya, memohon agar Majelis Hakim Banding menjatuhkan putusan sesuai dengan surat tuntutan Penuntut Umum.Sebelumnya PN Yogyakarta telah menetapkan barang bukti berupa uang tunai, jam tangan bertuliskan rolex, sebuah mobil Suzuki ertiga, sampai kendaraan sepeda motor merk honda dirampas untuk negara. Namun Terdakwa menilai, terhadap barang bukti tersebut diperoleh secara sah dan dari sumber penghasilan yang sah.Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim Banding, menerangkan dalam hukum pidana tidak dikenal istilah asas ultra petita. “Pengadilan Tinggi berpendapat bahwasanya asas ne eat judex ultra petita partium, merupakan azas yang berlaku dalam hukum perdata dan tidak dapat diterapkan dalam hukum pidana, dalam hukum pidana ada azas legalitas, dimana didalamnya mencakup pengertian hukuman yang dijatuhkan tidak boleh melebihi ancaman pidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan,” ucap Majelis Hakim Banding dalam pertimbangan putusannya.Sehingga terhadap dalil dalam memori banding yang menyatakan terhadap barang milik Terdakwa tersebut diperoleh dari sumber penghasilan yang sah, dapat menggunakan Upaya hukum melalui Perma Nomor 2 tahun 2022.Terhadap putusan PN Yogyakarta tersebut, majelis hakim Tingkat banding menilai terhadap putusan dan pertimbangan tersebut sudah benar dan tepat sebagaimana tersebut dalam persidangan.Atas putusan banding tersebut, baik terdakwa maupun penuntut umum masih memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum kasasi. (zm/wi)