Adji Prakoso, S.H., M.H.


Dokumentasi Pelaporan Gol KPK


Dokumentasi tanda terima pelaporan KPK


Upaya mewujudkan peradilan bersih dan membantu terlaksananya kehidupan bernegara bebas korupsi, kolusi serta nepotisme (KKN) terus ditunjukan oleh aparatur Mahkamah Agung RI dan badan peradilan dibawahnya. Berdasarkan Surat Apresiasi Laporan Penerimaan/Penolakan Gratifikasi Periode Triwulan IV 2024 yang diterbitkan Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI tanggal 8 Januari 2025 yakni terdapat 62 Pejabat dan aparatur pengadilan yang melaporkan penerimaan atau penolakan gratifikasi pada periode Oktober sampai dengan Desember 2024. Pejabat dan aparatur Mahkamah Agung RI serta badan peradilan dibawahnya yang melaporkan terdiri Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Umum pada Ditjen Badan Peradilan Umum, Pimpinan Pengadilan Tingkat Banding, Para Pimpinan Pengadillan Tingkat Pertama, Para Hakim sampai Pegawai PPNPN. Bahwa pelaporan atas penolakan atau penerimaan gratifikasi memedomani Peraturan KPK RI Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pelaporan Gratifikasi dan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI Nomor 28 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengendalian Gratifikasi Pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan Dibawahnya

Penulis salah satu pelapor penerimaan gratifikasi kepada KPK RI sebagaimana Surat Apresiasi Laporan Penerimaan/Penolakan Gratifikasi Periode Triwulan IV 2024 akan membagikan penjelasan singkat tentang gratifikasi, contoh gratifikasi yang wajib dilaporkan penyelenggara negara serta tips singkat dan mudah dalam melaporkan penerimaan atau penolakan gratifikasi. Pelaporan atas gratifikasi sangat mudah karena hanya dalam satu genggaman smartphone atau menggunakan komputer yang terkoneksi internet dapat dilakukan dari seluruh penjuru Indonesia.

Pengaturan Hukum dan Bentuk Gratifikasi

 Gratifikasi awalnya berasal dari Belanda yang disebut gratikatie. Selanjutnya Inggris mengadopsinya dengan istilah gratification yang dalam Black Law Dictionary memiliki pengertian sebagai pemberian yang diberikan berdasarkan bantuan atau keuntungan. Gratifikasi di Indonesia yang diberikan kepada penyelenggara negara atau PNS dapat menjadi suap bilamana berhubungan dengan jabatan dan berlawanan terhadap kewajiban atau tugasnya. Adapun gratifikasi tidak menjadi delik korupsi bilamana penyelenggaran negara atau PNS yang menerima gratifikasi melaporkan gratifikasi kepada KPK RI sesuai Pasal 12B Ayat 1 dan Pasal 12C Ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

Bentuk gratifikasi secara luas berupa pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan lain-lainnya, dimana gratifikasi tersebut diterima dalam negeri ataupun di luar negeri yang dilakukan secara konvensional atau menggunakan sarana elektronik sebagaimana Penjelasan Pasal 12 B Ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 1 Angka 1 Peraturan KPK RI Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pelaporan Gratifikasi

Contoh Gratifikasi Wajib Dilaporkan

 Bahwa secara prinsip seluruh gratifikasi yang diterima oleh Penyelenggara Negara wajib dilaporkan. Sedangkan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan terhadap kewajiban atau tugas penyelenggara negara/pns wajib ditolak sesuai Pasal 2 Ayat 1 dan 2 Peraturan KPK RI Nomor 2 Tahun 2019. Namun dalam kondisi yang tidak memungkinkan ditolak, terhadap gratifikasi yang berkaitan dengan tugas Hakim atau aparatur pengadilan seperti tidak diterima secara langsung, pemberi gratifikasi tidak diketahui, penerima ragu atas kualifikasi yang diterimanya dan adanya kondisi yang tidak mungkin ditolak seperti rusaknya hubungan antar instansi, membahayakan diri sendiri/karir atau ada ancaman lain yakni wajib dilaporkan sesuai Surat Keputusan Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI Nomor 28 Tahun 2021. Hal mana telah diatur juga gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan menurut KPK RI dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI seperti pemberian terkait pernikahan, tunangan, khitan atau upacara agama/adat lainnya dengan batasan nilai sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk seorang pemberi, honorarium dari profesi lain seperti mengajar yang tidak melanggar kode etik, pemberian terkait musibah atau bencana alam dan bentuk gratifikasi lainnya yang tidak wajib dilaporkan sesuai Peraturan KPK RI Nomor 2 Tahun 2019 dan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI Nomor 28 Tahun 2021.

Penulis mencontohkan gratifikasi yang tidak mungkin ditolak karena kondisi tertentu meskipun bersinggungan jabatan atau tugas penyelenggara negara yang biasanya terjadi pada lingkungan peradilan antara lain pemberian bahan batik/baju untuk seragam perayaan ulang tahun daerah yang diberikan pejabat daerah kepada Pimpinan Pengadilan, kenang-kenangan pengantar alih tugas yang diberikan kepada Pimpinan Pengadilan oleh Instansi Penegak Hukum lainnya atau nasi kotak/hadiah makanan lainnya yang telah disiapkan untuk seluruh aparatur pengadilan dan diberikan dalam rangka perayaan keterpilihan sebuah Firma Hukum sebagai penyelenggara Pos Bantuan Hukum di suatu Pengadilan. Berdasarkan pengalaman penulis untuk pelaporan gratifikasi yang tidak mungkin ditolak karena kondisi tertentu, maka gratifikasi akan menjadi milik institusi atau dikelola institusi, seperti bahan pakaian yang akhirnya dikelola untuk suatu instansi Pengadilan. Adapun gratifikasi makanan yang lekas rusak dapat dikonversi dalam rupiah dan penerima gratifikasi wajib membayarkan hadiah yang telah dikonversi rupiah kepada kas negara;

Berdasarkan pengalaman pribadi penulis sebagai seorang Hakim yang pernah melaporkan honorarium sebagai pengajar pendidikan profesi Advokat yang diselenggarakan organisasi Advokat di Provinsi Banten, meskipun honorarium mengajar tidak termasuk gratifikasi yang wajib dilaporkan sesuai Peraturan KPK RI Nomor 2 Tahun 2019 dan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI Nomor 28 Tahun 2021, akan tetapi penulis ragu akan kualifikasi gratifikasi tersebut karena tidak menutup kemungkinan adanya konflik kepentingan antara penulis yang Hakim dengan Advokat walaupun berbeda wilayah hukum dengan tempat penulis bertugas. Penulis juga pernah melaporkan baju yang didapatkan ketika menjadi narasumber Siniar yang diselenggarakan Indonesia Corruption Watch (ICW), karena penulis berpendapat dapat saja ICW menjadi pihak dalam suatu persidangan yang penulis adalah seorang hakimnya

Langkah Melaporkan Penerimaan atau Penolakan Gratifikasi

Adanya kemudahan dalam pelaporan atas penerimaan atau penolakan gratifikasi, dimana tidak hanya dapat dilakukan secara konvensional dengan mendatangi langsung kantor Kpk RI di Jakarta atau menyampaikan kepada unit pengendali gratifikasi satuan kerja. Melainkan dapat secara daring mengakses aplikasi gratifikasi online (GOL) KPK yang hanya membutuhkan waktu 5 sampai 10 menit untuk melaporkan penerimaan atau penolakan gratifikasi.

Langkah pertama bagi aparatur pengadilan yang akan melaporkan gratifikasi melalui aplikasi GOL KPK yakni dengan mendaftarkan akun pada https://gol.kpk.go.id dan mengisi biodata dari calon pelapor gratifikasi yang terdiri dari nama lengkap, jabatan, alamat, satuan kerja, unit kerja dan identitas pribadi lainnya. Selanjutnya setelah teregistrasi yakni pelapor dapat melaporkan gratifikasi pada kolom laporan gratifikasi dan memilih laporan baru. Selanjutnya mengisi informasi laporan yang dapat ditembuskan kepada UPG Mahkamah Agung RI dan memilih apakah yang dilaporkan bentuknya penolakan atau penerimaan gratifikasi. Kemudian pelapor gratifikasi mengisi identitas pemberi, institusi dan alamat gratifikasi, menjelaskan hubungan pemberi dengan penerima gratifikasi, peristiwa terkait gratifikasi, lokasi objek gratifikasi, jenis dan uraian objek gratifikasi, serta konversinya dalam bentuk rupiah benda gratifikasi tersebut. Hal lain yang wajib diisi oleh pelapor gratifikasi yang menggunakan aplikasi GOL KPK adalah kronologi penerimaan atau penolakan gratifikasi yang berisikan juga tanggal penerimaan atau penolakan gratifikasi. Demikian juga pelapor gratifikasi dapat memilih apakah mengkompensasi objek gratifikasi dengan menyerahkan uang pengganti seandainya objek gratifikasi ditetapkan menjadi milik negara. Selain itu pelapor dapat melampirkan dokumentasi objek gratifikasi.

Pelaporan gratifikasi menggunakan aplikasi GOL KPK disarankan dalam tenggang waktu 30 hari kerja sejak menerima atau menolak gratifikasi sesuai Peraturan KPK RI Nomor 2 Tahun 2019 dan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI Nomor 28 Tahun 2021. Sedangkan pelaporan diatas 30 hari kerja sejak diterima atau ditolak gratifikasi, tetap akan diproses oleh KPK RI. Semoga kemudahan pelaporan gratifikasi oleh KPK RI menjadi upaya bagi aparatur pengadilan untuk melaporkan gratifikasi yang diterima atau ditolaknya. Demikian juga contoh positif pelaporan gratifikasi yang telah dilakukan aparatur pengadilan menjadi motivasi bagi aparatur pengadilan lainnya untuk melaporkan ketika adanya penerimaan atau penolakan gratifikasi, sehingga ikut berkontribusi dalam mewujudkan kehidupan bernegara yang bebas KKN.