article | History Law | 2025-01-11 21:25:54
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) lahir tanggal 31 Desember 1981, saat ini sudah memasuki usia 43 tahun. Bilamana dibaratkan usia seorang manusia, maka telah tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa berkat kritik atau nasehat yang mewarnainya. Pembentukan KUHAP merupakan langkah progresif dalam menciptakan kesatuan hukum acara pidana nasional yang terkodifikasi. Bahkan KUHAP dinilai sebagai karya agung atau produk monumental era pemerintahan Presiden Soeharto. Hal ini dikarenakan pasca kemerdekaan Indonesia sampai akhir tahun 1981 pelaksanaan proses peradilan pidana masih menggunakan hukum acara warisan Kolonial yakni Herziene Inlandsche Reglement atau HIR. Secara historis pemberlakukan HIR dalam rangkaian peradilan pidana Indonesia diatur ketentuan Pasal 1 Aturan Peralihan UUD NRI Tahun 1945, kemudian diperkuat orde lama melalui Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951. Maka pembentukan KUHAP upaya negara membuat hukum acara pidananya sendiri yang sesuai dengan cita-cita hukum nasional. Bahkan perlindungan atas Hak Asasi Manusia diakui keberadaannya dan mendapatkan kedudukan layak pada proses peradilan pidana dalam KUHAP, dimana hal demikian tidak ditemukan pada HIR.Sebagai contoh, HIR mengadopsi sistem inkuisitur dengan menjadikan Tersangka/Terdakwa sebagai objek pemeriksaan sehingga memberikan ruang pemaksaan pengakuan bersalah atau kekerasan terhadap Tersangka/Terdakwa. Sedangkan KUHAP menggunakan pendekatan sistem akusator, dimana Tersangka/Terdakwa sebagai subjek dalam proses peradilan sehingga mendapatkan kesataraan dihadapan hukum dan terlindungi hak asasinya seperti berhak didampingi oleh penesehat hukum, hak mendapatkan kunjungan dari keluarganya seandainya dilakukan penahanan, hak untuk menguji upaya paksa terhadap dirinya melalui lembaga praperadilan dan hak dasar lainnya yang diatur KUHAP.Namun setelah 43 tahun timbul desakan dari berbagai kalangan untuk dilakukan perubahan atas KUHAP, baik dari kalangan akademisi ataupun praktisi hukum.Salah satu keinginan perubahan dalam KUHAP tersebut, perlu diadopsinya penyelesaian perkara melalui pendekatan keadilan restoratif (restorative justice). Bahkan KUHAP telah tertinggal dari kebijakan Mahkamah Agung RI yang memberikan pedoman kepada Hakim dalam menyelesaikan perkara melalui pendekatan Keadilan Restoratif melalui Perma Nomor 1 Tahun 2024.Usia 43 tahun, KUHAP juga telah beberapa kali dilakukan yudisial review ke MK dengan putusan ada mengabulkan berbagai pasal di KUHAP bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti Pasal 83 ayat (2) dan Pasal 263 ayat (3) KUHAP, maupun konstitusional bersyarat seperti Pasal 1 angka 26 dan angka 27, Pasal 65 Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 184 ayat (1) huruf a, serta lainnya.