Cari Berita

PN Prabumulih Sumsel Adakan Sosialisasi Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas

article | Berita | 2025-08-05 14:20:00

Prabumulih- Pengadilan Negeri (PN) Prabumulih, Sumatera Selatan (Sumsel) menyelenggarakan sosialisasi pelayanan bagi penyandang disabilitas di Ruang Sidang PN Prabumulih. Sosialisasi pelayanan penyandang disabilitas ini dilakukan bekerja sama dengan Yayasan Kita Setara (Yakitara).Kegiatan ini mengimplementasikan pedoman pelayanan disabilitas yaitu Surat Keputusan (SK) Dirjen Badan Peradilan Umum No. 1692/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan bagi Penyandang Disabilitas di Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri. Hadir Wakil Ketua PN Prabumulih, Sugiri Wiryandono, Sekretaris PN Prabumulih, M. Kamil Setiadi, Petugas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan seluruh Aparatur PN Prabumulih dalam kegitan tersebut. Sedangkan dari Pihak Yayasan Kita Setara, hadir Ketua Yakitara, Saripah, Pengurus Yakitara, Kartem, Emi Rahayu, Yulisna, dan Alkanio Miftahurrahman.  “Kegiatan ini dilakukan guna memberikan pemahaman dan keterampilan kepada aparatur Pengadilan dalam memberikan pelayanan yang ramah dan inklusif bagi penyandang disabilitas. Kegiatan sosialisasi ini memberikan ilmu tentang cara berkomunikasi, memahami, serta mendampingi penyandang disabilitas yang menjadi pengguna prioritas layanan di PN Prabumulih,” ungkap Humas PN Prabumulih dalam keterangan persnya.Adapun tujuan dari sosialisasi ini yaitu memberikan pemahaman dan pelatihan bagi aparatur pengadilan terutama Petugas PTSP PN Prabumulih tentang cara berkomunikasi, latihan dasar bahasa isyarat, dan pemberian alat bantu dengar bagi penyandang disabilitas.“Kegiatan Sosialisasi ini dilakukan demi terwujudnya lingkungan pengadilan yang ramah dan mampu memberikan pelayanan yang setara di PN Prabumulih bagi semua warga negara, khususnya pelayanan prioritas bagi penyandang disabilitas,” pungkas Humas PN Prabumulih. (zm/wi)

PN Pasarwajo Sultra Sosialisasikan Layanan Pengadilan ke Buton Tengah

article | Berita | 2025-08-05 14:15:56

Buton Tengah – Dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia dan Hari Lahir Mahkamah Agung Republik Indonesia yang jatuh pada 17 dan 19 Agustus 2025 mendatang, Pengadilan Negeri (PN) Pasarwajo menggelar kegiatan sosialisasi layanan pengadilan di Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara.Kegiatan sosialisasi ini dilaksanakan pada Kamis (31/07) di dua lokasi berbeda, yakni Kantor Kecamatan Mawasangka Tengah dan Kantor Kecamatan Lakudo. Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama antara PN Pasarwajo dan Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Tengah.Kabupaten Buton Tengah merupakan salah satu dari empat wilayah yurisdiksi PN Pasarwajo, bersama dengan Kabupaten Buton, Buton Selatan, dan Bombana.Sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap layanan pengadilan yang semakin mudah diakses, seiring dengan usia kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-80 dan kematangan Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi.Tiga narasumber dari PN Pasarwajo hadir dalam kegiatan ini, yaitu Ketua Pengadilan Ivan Budi Hartanto, Hakim Naufal Muzakki, dan Hakim Anugrah Prima Utama. Mereka memaparkan berbagai layanan pengadilan yang tersedia, antara lain Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), Ecourt, Eraterang, sidang keliling, layanan prodeo dan pembebasan biaya perkara, serta platform digital seperti website pengadilan dan call centre. Layanan inovatif seperti D’Satria (pendaftaran akun ecourt secara online) dan Jokren (Pojok Kelompok Rentan) juga diperkenalkan kepada masyarakat.Peserta kegiatan terdiri dari aparatur kecamatan, lurah, kepala desa, perangkat kelurahan/desa, serta tokoh masyarakat dan tokoh adat dari kedua kecamatan.Dalam sambutannya, Ketua PN Pasarwajo Ivan Budi Hartanto menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk semakin mendekatkan pengadilan dengan masyarakat. Ia berharap momen peringatan hari kemerdekaan dan ulang tahun Mahkamah Agung dapat menjadi semangat baru dalam memperluas akses terhadap layanan hukum yang adil, cepat, dan terjangkau.“Momen ini menjadi pengingat bahwa keadilan harus diwujudkan bagi semua, termasuk masyarakat di daerah. Kami ingin layanan pengadilan tidak hanya hadir di kota, tetapi juga menjangkau seluruh pelosok wilayah hukum kami,” ujarnya.Dengan kegiatan ini, PN Pasarwajo berharap dapat memangkas waktu, biaya, dan tenaga masyarakat dalam mengakses keadilan, sekaligus memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. (zm/snr/wi)

Sosialisasi Posbakum, PN Jeneponto Jamin Akses Hukum Tanpa Diskriminasi

article | Berita | 2025-07-29 14:50:30

Jeneponto- Pengadilan Negeri (PN) Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel) bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jeneponto mensosialisasikan Peraturan Perundang-Undangan dan Produk Hukum Daerah di 5 Kantor Kecamatan di Kabupaten Jeneponto. Kegiatan tersebut mengusung tema Pelayanan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu.Sosialisasi dilakukan sebagai bentuk melaksanakan Amanat UUD NRI 1945. Dimana negara perlu hadir, untuk memastikan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Amanat ini tidak hanya mencerminkan prinsip negara hukum (rechtstaat), tetapi juga merupakan fondasi dalam menjamin akses keadilan yang merata, khususnya bagi kelompok masyarakat tidak mampu. Dalam sambutannya, Ketua PN Jeneponto, Andi Naimmi Masrura mengungkapkan bantuan hukum merupakan hak konstitusional warga negara. “Untuk mewujudkan hak konstitusional setiap warga negara dalam hal berhadapan dengan hukum beberapa peraturan perundang-undangan telah mengatur terkait bantuan hukum, yaitu UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, PP No. 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum, dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan, serta Pemerintah Kabupaten Jeneponto telah mengatur pula dalam Perda Kabupaten Jeneponto Nomor 7 Tahun 2018 tentang Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin,” kata Andi Naimmi Masrura.Ketua PN Jeneponto menambahkan PN Jeneponto mendukung penuh larangan pungutan liar, praktik korupsi dan gratifikasi pada layanan pos bantuan hukum di pengadilan.Saat Sosialisasi berlangsung, Para Hakim PN Jeneponto menyampaikan materi, di antaranya jenis layanan hukum pada pos bantuan hukum di pengadilan. Termasuk, memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai mekanisme pemberian layanan hukum. Serta, kriteria pihak yang dapat menjadi penerima layanan pos bantuan hukum di pengadilan dan seluruh persyaratannya berdasarkan aturan yang berlaku.Melalui kegiatan ini, diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat terhadap penegakan hukum dan hak konstitusionalnya di hadapan hukum. Sosialisasi ini juga menjadi langkah dalam menciptakan sistem hukum yang inklusif dan berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang tidak mampu. (zm/wi)

Humas MA: Juru Bicara adalah Wajah Pengadilan!

article | Berita | 2025-07-29 11:05:06

Jakarta- Mahkamah Agung (MA) mengadakan pelatihan Juru Bicara dan Pengelolaan Media Sosial 4 Lingkungan Peradilan Secara Zoom pada hari Selasa (29/7). Kesempatan pertama, Dr. Riki Perdana R. Waruwu, Hakim Yustisial Biro Hukum dan Humas MA sekaligus Staf Khusus Ketua Kamar Pengawasan.Ia menyampaikan pemaparan fungsi dan Tugas Juru Bicara di Humas. Dalam materi bertajuk 'Fungsi dan Tugas Juru Bicara Pengadilan', ditekankan tentang peran vital juru bicara pengadilan sebagai garda terdepan komunikasi publik lembaga peradilan.“Juru bicara itu bukan tukang baca rilis. Ia adalah wajah, suara, dan denyut nadi pengadilan di hadapan publik. Tanpa juru bicara yang baik, pengadilan bisa salah dipahami, bahkan sebelum perkara disidangkan," kata Dr Riki.Dalam struktur Humas Mahkamah Agung, juru bicara adalah hakim yang ditunjuk secara khusus melalui SK Ketua Pengadilan. Minimal terdiri dari dua orang agar tetap objektif dan profesional, terutama dalam merespons isu-isu sensitif di mata publik. Namun, tugas kehumasan tak berhenti di situ.Seorang jubir harus menguasai isu, berkomunikasi efektif, dan memiliki pengaruh. Tanpa pemahaman hukum yang kuat, pesan yang disampaikan bisa multitafsir dan berisiko disalahartikan masyarakat.Dr. Riki mengingatkan, “Sepandai-pandainya hakim menyusun putusan, kalau juru bicaranya diam, bisa-bisa putusan dianggap keliru oleh netizen yang tak paham logika hukum.”Oleh sebab itu, kehumasan pengadilan tidak hanya soal membacakan rilis atau menyapa media. Kehumasan adalah manajemen persepsi, pengelolaan isu, penyampai informasi berbasis data, serta pembentuk citra positif lembaga.Mengutip prinsip kehumasan yang baik, Dr. Riki menyebutkan, seorang jubir harus objektif, profesional, santun, informatif, dan responsif. “Tenang, sabar, dan tidak reaktif adalah kualitas wajib,” tutupnya.

PN Pagar Alam Jalin Kerja Sama dengan SMK Negeri 2 Pagar Alam, Untuk Apa? 

article | Berita | 2025-07-22 13:00:30

Pagar Alam - Memperkuat hubungan antara dunia pendidikan dan dunia kerja, Pengadilan Negeri (PN) Pagar Alam, Sumatera Selatan (Sumsel) dan SMK Negeri 2 Pagar Alam menandatangani Nota Kesepahaman (MoU), pada Senin (21/7/2025). Untuk apa?Penandatanganan ini disaksikan langsung oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Pagar Alam, Nyayu Dwi Lusiana dan  bertempat di Ruang Kerja Kepala Badan Kesbangpol.Nota Kesepahaman ini mengatur kerja sama pelaksanaan Praktik Kerja Industri (Prakerin) bagi siswa SMK, khususnya dari jurusan Manajemen Perkantoran dan Layanan Bisnis, di lingkungan Kantor PN Pagar Alam. MoU ini menjadi langkah strategis untuk membekali peserta didik dengan pengalaman kerja nyata yang sesuai dengan kompetensinya.Kepala SMK Negeri 2 Pagar Alam, Pandra, menyampaikan rasa syukur dan apresiasi atas terjalinnya kemitraan ini. “Kerja sama ini merupakan bagian dari ikhtiar sekolah dalam memberikan ruang belajar berbasis dunia kerja yang riil. Dengan dukungan dari Pengadilan Negeri, siswa kami dapat belajar langsung tentang tata kelola administrasi dan pelayanan publik yang profesional,” ungkapnya.Sementara itu, Ketua PN Pagar Alam, Andi Wilham, menegaskan komitmen lembaganya untuk turut berperan dalam pembangunan kualitas pendidikan. “Kami menyambut baik kerja sama ini sebagai bagian dari kontribusi institusi peradilan dalam membina generasi muda yang beretika, disiplin, dan memiliki pengalaman kerja yang aplikatif,” ujarnya.Kepala Badan Kesbangpol Kota Pagar Alam, Nyayu Dwi Lusiana, yang turut menjadi saksi penandatanganan juga memberikan apresiasi atas inisiatif kolaboratif ini. “Program ini sangat relevan dengan semangat peningkatan kualitas SDM lokal dan pendidikan generasi muda yang berkarakter kebangsaan. Kesbangpol mendukung penuh upaya ini dan akan memastikan proses rekomendasi dan supervisi berjalan optimal agar pelaksanaan PKL berjalan efektif dan bermanfaat,” tuturnya.Nota Kesepahaman ini berlaku selama tiga tahun dan menjadi pedoman kerja sama kelembagaan dalam penyelenggaraan praktik kerja siswa. Dalam waktu dekat, siswa-siswi SMK Negeri 2 Pagar Alam akan mulai melaksanakan Prakerin di lingkungan Pengadilan Negeri sesuai dengan bidang keahliannya. (PN Pagar Alam, AL)

Ketua PT Surabaya: Junjung Tinggi Wibawa dan Martabat Pengadilan!

article | Berita | 2025-04-15 10:35:17

Surabaya- Ketua Pengadilan Tinggi Surabaya, Jawa Timur (Jatim) Charis Mardiyanto meminta agar seluruh aparat pengadilan di wilayah hukumnya menjaga profesionalitas dan wibawa pengadilan. Hal itu menyikapi peristiwa yang terjadi beberapa hari terakhir.“Agar kejadian tersebut tidak terulang, karena dapat menggrogoti integritas kita. Walaupun Ketua MA sudah berulang kali megingatkan namun sering terjadi. Jangan sampai terjadi lagi,” kata  Charis Mardiyanto.Hal itu disampaikan dalam Kegiatan Sosialisasi Perma 1,2,3 Tahun 2022 secara daring, Selasa (15/4/2025). Acara itu diikuti seluruh Pengadilan Negeri (PN) se-Jatim.“Masalah ini secara kasat mata dilihat oleh pimpinan MA. Tolong junjung tinggi wibawa dan martabat pengadilan ini,” tegas Charis Mardiyanto.Dalam sosialisasi ini,membahas tiga topik. Yaitu Topik 1  tenyang Perma 1 Tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada Korban Tindak Pidana. Kedua tentang Tata Cara Penyelesaian Keberatan Pihak Ketiga yang Beritikad Baik Terhadap Putusan Perampasan Barang Bukan Kepunyaan Terdakwa Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi. Dan ketiga tentang Mediasi Di Pengadilan Secara Elektronik Perampasan Aset Harta. “Sosialisasi ini diadakan karena dalam Undang Undang terkait tersebut tidak dijelaskan hukum acara untuk itu. Sosialisai ini penting untuk kita dapat melaksanakan Perma 1,2,3 Tahun 2022 untuk menghindari kewenangan yang salah,” ungkap Charis  Mardiyanto., Adapun Wakil Ketua PT  Surabaya Dr Marsudin Nainggolan menyampaikan sosialisasi itu disosialisaikan secara kapita selekta satu persatu. Acara dilanjutkan dengan memberikan kesempatan peserta untuk mengajukan pertanyaan. (Hakim dan aparatur pengadilan PN Sampang ikut sosialisasi/dok.dandapala)“Bagaimana keberadaan restitusi yang hanya ada di ibu kota negara? dan bagaimana mekanisme cara pemambayaran restitusi tersebut?" tanya hakim PN Sampang, Adji  Prakoso.“Restitusi tersebut intinya melindungi hak hak korban dan untuk keberadaan LPSK yang ada di ibukota provinsi. Di dalam Perma tersebut tidak wajib menggunakan LPSK. Tapi pelaksanaan bisa dilakukan oleh permohonan korban sendiri kepada Jaksa sebelum tuntutan dan kepada hakim sebelum menjatuhkan putusan itu. Sudah ada langkahnya,” jawab Marsudin Nanggolan.

Pengadilan, Rule of Law dan Kesejahteraan

article | Opini | 2025-04-04 09:00:46

Di tahun 2024 panitia hadiah nobel ekonomi memberikan hadiah nobel ekonomi kepada Daron Acemoglu, Simon Johnson, dan James A. Robinson atas kontribusinya yang menjelaskan bagaimana peran institusi terhadap kesejahteraan di suatu negara. Penjelasan mengenai hubungan institusi terhadap kesejahteraan dibahas dengan lugas di dalam buku Why Nations Fail yang ditulis oleh Daron Acemoglu dan James A. Robinson. Pada intinya, buku ini mencoba mematahkan anggapan umum bahwa kesejahteraan suatu negara ditentukan oleh posisi geografis (berhubungan dengan sumber daya alam) dan kultur (berhubungan dengan agama atau etos kerja) negara tersebut. Di dalam bukunya, Acemoglu dan Robinson berpandangan bahwa institusi yang inklusif mendorong terciptanya kesejahteraan di dalam suatu negara (lead to prosperity) dibandingkan dengan institusi yang ekstraktif yang hanya menciptakan kesejahteraan di kalangan para elit dan tersentralisasinya kekuasaan oleh segelintir orang (lead to poverty). Institusi yang ekstraktif hanya akan menjadikan suatu negara menjadi negara yang gagal. Dalam hal ini, ciri-ciri dari institusi yang inklusif yaitu institusi yang mendorong partisipasi yang demokratis, mendorong supremasi hukum dan keadilan, dan mampu melindungi hak milik. Sementara itu, institusi yang ekstraktif yaitu institusi yang dikuasai oleh segelintir elit, tidak ada partisipasi yang demokratis, dan tidak bisa menyediakan insentif untuk inovasi dan investasi. Pengadilan dan Rule of LawSalah satu aspek yang menjadi sorotan dalam menghasilkan institusi yang inklusif adalah bagaimana penegakan hukum atau rule of law diberlakukan di masyarakat. Perihal institusi ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah kolonialisme yang dilakukan oleh bangsa eropa di abad ke-15. Di dalam praktiknya, bangsa eropa melakukan dua jenis pendekatan terhadap negara atau wilayah yang dijajah. Pertama, pendekatan ekstraktif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mengeksploitasi masyarakat lokal dan sumber daya alam demi keuntungan negara penjajah. Kedua, pendekatan inklusif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan tujuan jangka panjang karena wilayah tersebut nantinya akan dijadikan tempat tinggal oleh bangsa eropa. Pengadilan sebagai salah satu cabang kekuasaan sebagaimana yang dikemukakan oleh Montesquieu pada praktiknya selalu dimarjinalkan dalam pembangunan institusi. Hal ini terlihat ketika bangsa Belanda menjajah nusantara ide-ide revolusioner yang salah satunya adalah ide pemisahan kekuasaan sebagaimana yang diterapkan di Perancis tidak pernah diterapkan secara komperhensif di tanah jajahan. Sebagaimana yang dituliskan oleh Sebastiaan Pompe di dalam buku Runtuhnya Institusi Mahkamah Agung bahwa upaya pemerintah kolonial untuk menerapkan doktrin pemisahan kekuasaan secara formal diawali dengan Laporan Nederburgh tahun 1803. Pada prinsipnya Laporan Nederburgh menyatakan bahwa tidak boleh ada campur tangan otoritas politik terhadap jalannya peradilan dan campur tangan administratif hanya diperbolehkan untuk hal-hal tertentu saja. Namun, dalam praktiknya kolonialisme selalu ingin tampil dominan dibandingkan doktrin pemisahan kekuasaan. Gubernur Jenderal sebagai penguasa tanah kolonial seringkali menggunakan kewenangannya secara sepihak tidak melibatkan peran pengadilan. Bahkan, seorang Gubernur Jenderal mempunyai kewenangan untuk menyatakan seseorang berbahaya atau tidak bagi ketertiban umum secara sepihak tanpa ada proses yudisial. Kewenangan yang dimiliki oleh Gubernur Jenderal secara eksplisit memang tidak mengubah doktrin pemisahan kekuasaan namun membuat peran pengadilan menjadi kerdil dan terbatas. Peran pengadilan yang kerdil dan terbatas kemudian terus berlanjut setelah kemerdekaan, orde lama, dan orde baru. Baru pada era setelah reformasi, kekuasaan yudisial diperkuat secara struktural dengan hadirnya Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial sebagai lembaga penunjang kekuasaan yudisial, dan sistem satu atap di Mahkamah Agung yang memberikan kewenangan kepada Mahkamah Agung untuk mengatur para hakim yang berada di badan-badan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Kondisi yang secara struktur sudah ideal namun di dalam praktiknya masih terdapat kendala. Salah satu fenomena yang muncul akhir-akhir ini adalah dengan adanya prasangka kekuasaan yudisial digunakan oleh kekuasaan eksekutif untuk melegitimasi kebijakan kekuasaan eksekutif yang dirasa bermasalah oleh publik. Padahal, seharusnya kekuasaan yudisial menjadi kekuasaan yang mengoreksi kebijakan kekuasaan eksekutif apabila bertentangan dengan konstitusi dan nilai-nilai keadilan. Fenomena ini secara signifikan berdampak terhadap persepsi masyarakat terhadap penerapan rule of law atau supremasi hukum di Indonesia. Memperkuat Institusi Kekuasaan YudisialSalah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah agar penerapan rule of law atau supremasi hukum dapat berjalan dengan baik adalah dengan memperkuat institusi kekuasaan yudisial. Bagaimana pun institusi kekuasaan yudisial adalah institusi yang terbuka bagi seluruh warga negara. Hanya di pengadilan seorang warga negara bisa menggugat kebijakan atau perbuatan negara yang dirasa merugikan warga negara dan menang. Hal ini dikarenakan secara historis dan filosofis institusi kekuasaan yudisial lahir untuk melindungi warga negara dan menegakan hak asasi manusia. Upaya penguatan yang bisa dilakukan terhadap kekuasaan yudisial yaitu: 1. Menjamin kemerdekaan kekuasaan yudisial baik secara fungsi, organisasi, maupun finansial/anggaran. Dalam hal ini secara fungsi dan organisasi kekuasaan yudisial di Indonesia sudah terlepas dari kekuasaan eksekutif namun belum untuk finansial. Institusi kekuasaan yudisial masih harus meminta anggaran kepada kekuasaan eksekutif yang mana hal tersebut secara tidak langsung membuka ruang untuk intervensi kepada kekuasaan yudisial.2. Meningkatkan kualitas hakim di setiap badan peradilan. Selanjutnya, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan peningkatan kualitas hakim di setiap badan peradilan. Apabila menggunakan pendekatan sistem yaitu input, process, dan output maka hakim yang berkualitas sudah bisa diperoleh dari sisi hulu yaitu rekrutmen hakim. Dari sisi input harus ada upaya yang dapat dilakukan agar para sarjana hukum terbaik di fakultas hukum terkemuka di Indonesia tertarik menjadi hakim. Faktanya, para sarjana hukum terbaik di Indonesia lebih memilih menjadi advokat dibandingkan menjadi hakim; 3. Evaluasi berkala terhadap hakim. Bagaimana pun profesi hakim dijalankan oleh manusia yang tidak bebas dari kesalahan. Oleh sebab itu, perlu dibuat mekanisme yang objektif, transparan, dan akuntabel dalam menilai kinerja seorang hakim. Salah satu instrumen yang bisa digunakan adalah eksaminasi putusan. Putusan hakim yang merupakan produk pemikiran dari seorang hakim harus bisa dijadikan dasar dalam menilai apakah hakim ini berkompeten atau tidak.

Saharjo: Dari Hakim, Menteri hingga Ganti Dewi Yustisia dengan Pohon Beringin

article | History Law | 2025-03-22 16:05:31

DUNIA hukum tidak hanya dipenuhi oleh adagium, asas, dan peraturan, namun juga simbol atau logo hukum. Beberapa di antaranya yang paling terkenal adalah palu dan Themis. Arti lambang palu dalam hukum adalah kepastian hukum yang dibuat oleh seorang hakim. Kemudian, Themis merupakan dewi keadilan; lambang dari keadilan itu sendiri.Indonesia pernah lama menggunakan Themis sebagai lambang keadilan, sebelum menggantinya pada 1960 menjadi pohon beringin. Ide pergantian ini diutarakan oleh Dr. Saharjo yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman. Saharjo menilai bahwa Themis tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Mitologi Yunani tidak ada kaitannya dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Pergantian lambang itu ditetapkan dengan Surat KeputusanNo. J.S. 8/20/17. Pada 6 Desember 1960, pohon beringin dengan tulisan “pengayoman” resmi ditetapkan sebagai lambang hukum dan menjadi lambang Departemen Kehakiman. Untuk mengetahui sosok Saharjo siapakah dia dan dari latar Pendidikan apa beliau hingga apa sumbangsinya pada dunia peradilan? Mari kita simak  tulisan ini sebagai pengetahuan kita terhadap sosok Saharjo. Saharjo mungkin sedikit tidak asing bagi sejumlah orang terutama bagi mereka yang tinggal di ibu kota Jakarta. Jika hendak bepergian ke Pancoran dari daerah Manggarai, akses yang paling mudah ialah melewati jalan yang dinamai dengan nama tokoh satu ini. Ya, Jalan Dr Saharjo berada di daerah Manggarai, Jakarta Selatan. Bentangan jalannya membujur dari utara hingga selatan ke kawasan Tebet. Pendidikan-PekerjaanSaharjo lahir di Solo, Jawa Tengah, pada 26 Juni 1909. Ia adalah keturunan ningrat, putra sulung dari abdi dalem Keraton Surakarta yang bernama Raden Ngabei Sastroprayitno, pendidikan Saharjo pun dapat dikatakan sangat baik. Saharjo mengenyam pendidikan di ELS (Europese Lagere School) dan lulus tepat waktu hingga melanjutkan sekolah dokter di STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen).Setamatnya dari ELS pada 1922, Saharjo lalu masuk ke sekolah dokter STOVIA di Jakarta. Sadar tidak berbakat menjadi dokter, akhirnya Saharjo pindah sekolah ke AMS (Algemeene Middlebare School) bagian B (Ilmu Pasti dan Ilmu Alam) di mana ia tamat tepat pada waktunya. Setelah menyelesaikan pendidikan di AMS, ia bekerja sebagai guru di Perguruan Rakyat yang merupakan perguruan nasional. Meskipun sudah bekerja, Saharjo tetap mengasah ilmu pengetahuannya yang membuatnya memilih masuk ke RHS (Rechts Hoge School - Sekolah Tinggi Hukum).Setamat dari RHS dengan gelar Meester in de rechten, Saharjo bekerja di Departement Van Justicia Pemerintah Hindia Belanda. Pada waktu pendudukan Jepang, Saharjo juga pernah memegang jabatan wakil Hooki Kyokoyu atau Kepala Kantor Kehakiman istilah zaman Indonesia merdeka. Ia juga sempat menjadi hakim di Pengadilan Negeri Purwakarta, tetapi hanya bertahan delapan bulan karena kembali ditarik ke Kantor Kehakiman di Jakarta, karier Saharjo di Departemen Kehakiman terus menanjak. Seusai kemerdekaan dan pada masa revolusi yakni pada tahun 1948, pria yang pandai memainkan biola dan bernyanyi itu dipercaya menduduki jabatan Kepala Bagian Hukum Tata Negara. Selama sepuluh tahun, Saharjo memangku jabatan ini dengan beberapa hasil kerja yang fenomenal yakni dua Undang-Undang Kewarganegaraan (1947 dan 1958) dan Undang-Undang Pemilihan Umum (1953). Menteri KehakimanSementara itu, pemerintah Indonesia dihadapkan pada urgensi pengubahan undang-undang yang dibuat pemerintah kolonial Belanda. Saat itu mereka menilai undang-undang tersebut harus diganti dan diubah karena dianggap sudah tak layak lagi diterapkan dan tidak sesuai dengan alam kemerdekaan serta kepribadian bangsa Indonesia. Ketika Saharjo menjabat Menteri Kehakiman (1959-1962), disarankan olehnya agar beberapa bagian dari undang-undang kolonial tidak dipakai lagi sebab tidak sesuai dengan kemajuan zaman.Selain dalam mengurus undang-undang, Saharjo juga mempunyai andil dalam mengubah sejumlah istilah-istilah kehukuman. Pertama, ia mengganti istilah "penjara" dengan istilah "pemasyarakatan". Alasannya, di dalam lembaga pemasyarakatan, narapidana tidak disiksa untuk menebus dosa-dosanya, melainkan dididik untuk mengatasi kelemahan dan kesalahannya. Dengan demikian diharapkan ia dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna setelah menjalani masa hukuman di penjara.Kemudian Istilah penjara diganti dengan "pemasyarakatan" pertama kali dipakai Saharjo pada 5 Juli 1963, saat membacakan pidato berjudul 'Pohon Beringin Pengayom Pancasila'. Ide Saharjo mengenai istilah ini lalu diterima melalui Konferensi Kepenjaraan di Bandung pada 27 April 1964. Kemudian yang kedua, Saharjo mengganti istilah "terhukum" menjadi istilah "narapidana". Pemikiran Saharjo tentang orang terhukum yang diganti istilahnya ini berdasarkan beberapa rumusan, antara lain tiap orang adalah manusia yang harus diperlakukan sebagai manusia, meskipun ia sudah bersalah. Tidak boleh diperlihatkan kepada narapidana, bahwa ia diperlakukan sebagai penjahat, tetapi hendaklah diperlakukan sebagai manusia.Selain kedua istilah tersebut, Saharjo juga mengganti lambang hukum di Indonesia. Sebelumnya, lambang hukum di Indonesia menggunakan dewi keadilan mitologi Romawi, Dewi Yustisia (versi mitologi Yunani: Dewi Themis). Menurut Saharjo lambang ini tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Sebagai gantinya, Saharjo mengusulkan pohon beringin untuk menjadi lambang hukumnya.Pohon beringin sendiri melambangkan perlindungan rakyat yang mendambakan keadilan hukum. Lambang pohon beringin diterima oleh para peserta Seminar Hukum Nasional pada 1963. Desainnya dibuat oleh pelukis Derachman di mana lambangnya disebut Lambang Pengayoman. Walaupun sudah beberapa kali melakukan perubahan, lambang pohon beringin tetap dipertahankan dan bisa dilihat pada logo Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) saat ini.Pada 6 November 1963, dalam kedudukannya sebagai Menteri Kehakiman Kabinet Kerja III Saharjo mempersembahkan gelar 'Pengayoman' kepada Presiden Soekarno dan menyematkan pula lambang keadilan. Sebagai bentuk tanda jasanya pada negara, ia pun dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Tak lama setelah itu, melalui SK Presiden RI No 245 tanggal 29 November 1963, Saharjo ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.Sumber :Referensi: Trouw | Depsos RI, " Wajah dan Sejarah Perjuangan Pahlawan Nasional, Volume 4" | Mirnawati, "Kumpulan Pahlawan Indonesia Terlengkap"

Mau Banding? Terdakwa Cukup Video Call Petugas PTSP Online PN Kayuagung

article | Berita | 2025-03-19 11:55:00

Kayuagung- Ada yang berbeda dengan layanan pada Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan (Sumsel) pada Selasa (18/3) kemarin. Bila biasanya pengguna pengadilan datang dan dilayani dengan duduk bertatap muka secara langsung, kali ini dilakukan secara virtual.Memanfaatkan teknologi video call, petugas PTSP PN Kayuagung memberikan penjelasan kepada Supriyanto (54) yang ditahan di Lapas Kayuagung.“Adakah upaya hukum bagi saya dan bagaimana caranya,” tanya Supriyanto melalui saluran video call yang tersedia di Lapas Kayuagung.Melalui saluran yang sama, Tri Wulandari, petugas bagian pidana PTSP PN Kayuagung memberikan penjelasan. Pada saat yang sama, petugas juga memperlihatkan kembali detail amar putusan dari laman SIPP.Supriyanto sendiri sebelumnya diputus bersalah menjadi perantara jual beli narkotika dan dipidana 7 tahun penjara. Pada persidangan pembacaan putusan oleh majelis hakim yang diketuai Agung Nugroho dengan anggota Anisa dan Yuri, Supriyanto yang didampingi Penasihat Hukum menyatakan pikir-pikir. Beberapa hari setelahnya, penasihat hukum Supriyanto, Andi Wijaya,  yang ditunjuk majelis hakim memberitahukan kepada petugas PTSP mengenai keinginan terdakwa. Merespon hal tersebut, PN dan Lapas menfasilitasi layanan secara virtual. “Terdakwa di Lapas dapat dilayani secara langsung petugas PN tanpa perlu datang,” ujar Kepala Lapas Kayuagung, Syaikoni.Layanan melalui video call adalah bagian dari sistem pelayanan online yang diterapkan di PN Kayuagung. “Si-Ponny singkatnya, layanan PTSP secara online,” ujar Wakil Ketua PN Kayuagung, Agung Nugroho, terkait peningkatan kualitas layanan yang diberlakukan sejak awal tahun. (SEG/ASP)

Pesan Integritas Ketua MA Sampai ke Pengadilan di Indonesia Timur

article | Berita | 2025-02-19 15:20:43

Jakarta- Masih dalam pergelaran sidang istimewa Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI, pesan Ketua MA Prof Sunarto terkait Integritas sebagai fondasi mewujudkan peradilan berkualitas sampai langsung dalam sanubari setiap insan Hakim dan Aparatur Peradilan di Wilayah Indonesia Timur khususnya se Wilayah Papua.Seperti yang disampaikan oleh Ketua PN Timika, Putu Mahendra. "Jika seluruh hakim dan aparatur peradilan di wilayah Papua berkomitmen untuk menanamkan integritas dalam sanubari dan menerapkannya sepenuh hati, sehingga apa yang ditegaskan oleh Ketua MA kami sambut dengan penuh komitmen," ungkapnya.Lebih dari itu, menanggapi statement Presiden Prabowo mengenai komitmenya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup para hakim. "Kami hakim di Indonesia Timur sangat mengapresiasi dan bersyukur atas perhatian dari Presiden terhadap insan pengadil, karena memang faktanya kami di Indonesia Timur memang harus menyesuaikan dengan perbedaan harga dan tingginya biaya kebutuhan hidup ditempat kami bertugas," tuturnya.Mengakhiri sesi wawancara, Putu Mahendra mewakili rekan-rekan Pimpinan Pengadilan di Wilayah Papua menyampaikan terima kasih dan rasa syukur atas peningkatan kesejahteraan yang telah diperjuangkan bersama. "Baik oleh rekan-rekan hakim maupun Pimpinan Mahkamah Agung beberapa bulan lalu," pungkasnya.