Cari Berita

Utamakan Kepentingan Negara, PN Jakpus Tolak Gugatan Artha Graha di Kasus Timah

article | Sidang | 2025-07-14 19:55:51

Jakarta- Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menolak permohonan keberatan PT Bank Artha Graha Internasional Tbk terhadap penyitaan aset PT Refined Bangka Tin (RBT) yang dilakukan Kejaksaan. Penyitaan itu terkait kasus korupsi timah.”Dalam pokok perkara. Menolak permohonan keberatan dari Pemohon Keberatan  untuk seluruhnya,” kata ketua majelis hakim Sunoto, S.H.,M.H. dalam sidang di Gedung PN Jakpus, Jalan Bungur Raya, Jakpus, Senin (14/7/2025).Permohonan keberatan itu tercatat dengan Nomor 2/Keberatan-Pid.Sus.TPK/2025/PN.Jkt.Pst. Adapun anggota majelis yaitu Purwanto Abdullah, S.H., M.H., dan hakim ad hoc Novalinda Arianti, S.H., M.H. Majelie menyatakan bahwa Bank Artha Graha tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai pihak ketiga yang beritikad baik. Dalam permohonannya, Artha Graha mengklaim mendapat kerugian akibat penyitaan itu sebesar Rp 223 miliar dan USD 11 juta. Kasus ini bermula dari dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022. Direktur Utama PT RBT, Suparta, didakwa menerima aliran dana sebesar Rp 4,57 triliun dari skema korupsi yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun.Skema korupsi dilakukan dengan cara membeli bijih timah dari penambang ilegal melalui perusahaan boneka, kemudian menjualnya kepada PT Timah Tbk menggunakan cek kosong. Suparta bersama Harvey Moeis (perwakilan PT RBT) dan Reza Andriansyah (Direktur Pengembangan Usaha PT RBT) membentuk jaringan perusahaan untuk menyamarkan transaksi ilegal tersebut.Mengapa Bank Artha Graha Menjadi Pihak?Bank Artha Graha memberikan fasilitas kredit kepada PT RBT sejak 2016 dengan total pinjaman Rp 137 miliar dan USD 11 juta. Sebagai jaminan, PT RBT menyerahkan fidusia atas seluruh mesin, peralatan, dan aset produksi kepada bank.Yang menarik perhatian adalah waktu pemberian kredit. Pengalihan kepemilikan PT RBT kepada Suparta terjadi pada 8 Agustus 2016, sementara perjanjian jaminan fidusia baru dibuat pada 21 Oktober 2016, atau hanya selang 2 bulan 13 hari.Dalam persidangan, kuasa hukum Bank Artha Graha, Dr. Hamdan Zoelva (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi), bersama tim advokat dari ZOELVA & PARTNERS berpendapat bahwa aset yang disita seharusnya diserahkan kepada bank sebagai pemegang jaminan fidusia, bukan dirampas untuk negara.Tiga Alasan Hakim Menolak Permohonan Artha Graha1. Artha Graha Bukan Pemilik Sah AsetMajelis hakim menegaskan bahwa Bank Artha Graha hanya pemegang jaminan fidusia, bukan pemilik aset. Berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, kepemilikan barang tetap berada pada pemberi fidusia (PT RBT), sedangkan penerima fidusia hanya memiliki hak jaminan. "Pengertian dari 'barang pihak ketiga' dalam Pasal 19 UU Pemberantasan Korupsi adalah barang milik pihak ketiga selaku pemilik langsung," kata majelis hakim dalam pertimbangannya.2. Melanggar Prinsip Kehati-hatian BankPengadilan menilai Bank Artha Graha telah melanggar prinsip kehati-hatian (prudential banking principle) yang diatur dalam UU Perbankan. Bank dinilai gagal melakukan pemeriksaan yang teliti sebelum memberikan kredit kepada PT RBT. Empat kesalahan yang dilakukan bank:- Tidak melakukan pemeriksaan mendalam (due diligence) terhadap legalitas operasi PT RBT- Tidak memverifikasi RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) yang wajib ada dalam sektor pertambangan- Memberikan kredit besar dalam waktu singkat setelah perubahan kepemilikan perusahaan- Tidak mengawasi penggunaan kredit dengan baik“Saksi dari Bank Artha Graha, Hendi Juhendi, mengakui bahwa pihak bank tidak melakukan pengecekan terhadap RKAB, padahal dokumen ini sangat penting dalam industri pertambangan,” urai majelis.3. Terkait dengan Tindak Pidana Korupsi Meskipun Bank Artha Graha tidak didakwa dalam kasus korupsi, majelis hakim menilai bank memiliki keterkaitan faktual dengan tindak pidana yang dilakukan Suparta. Keterkaitan ini terlihat dari: - Pemberian fasilitas kredit yang melegitimasi operasi ilegal PT RBT- Kelalaian mengawasi aset jaminan yang digunakan untuk kegiatan melawan hukum- Menerima keuntungan berupa bunga dari hasil yang sebagian berasal dari korupsiDalam putusan ini, majelis hakim menerapkan asas ‘lex specialis systematis’ dengan mengutamakan UU Pemberantasan Korupsi atas UU Jaminan Fidusia. Pengadilan menggunakan tiga prinsip hukum:1.     Lex Specialis Derogat Legi Generali: UU Pemberantasan Korupsi yang khusus mengalahkan UU Jaminan Fidusia yang umum.2.     Lex Posterior Derogat Legi Priori: UU Pemberantasan Korupsi (diubah 2001) lebih baru daripada UU Jaminan Fidusia (1999).3.     Asas Kepentingan Umum: Kepentingan pemulihan kerugian negara lebih penting daripada kepentingan bank sebagai kreditor.“Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 yang menyatakan bahwa pemberantasan korupsi memiliki nilai konstitusional penting, sehingga pemulihan kerugian negara harus diutamakan,” beber majelis.Salah satu pertimbangan penting majelis hakim adalah perbedaan yang sangat besar antara kerugian negara dengan klaim bank. Kerugian negara mencapai Rp 4,57 triliun, atau lebih dari 20 kali lipat dari total klaim Bank Artha Graha sebesar Rp 223 miliar plus USD 11 juta."Terdapat ketidakseimbangan yang signifikan antara kepentingan pemohon dengan kepentingan negara," tulis majelis hakim dalam pertimbangan putusan.Selain itu, putusan ini memberikan pelajaran penting bagi industri perbankan Indonesia. Bank tidak bisa lagi hanya mengandalkan jaminan fidusia tanpa memastikan legalitas operasi debitur.“Terutama untuk sektor berisiko tinggi seperti pertambangan,” urai majelis,Selain itu, majelis hakim juga menyatakan bank wajib melakukan pemeriksaan menyeluruh (enhanced due diligence) yang mencakup:- Verifikasi dokumen izin operasional sektor tertentu- Pemeriksaan latar belakang pemilik dan manajemen- Pengawasan berkelanjutan terhadap kegiatan debitur- Analisis risiko reputasi dan hukumUntuk kredit di sektor pertambangan, kehutanan, dan infrastruktur, bank harus lebih berhati-hati. Jaminan fidusia tidak otomatis melindungi bank jika aset tersebut terlibat dalam kegiatan melawan hukum.Berdasarkan putusan, aset PT RBT yang tetap disita dan dirampas untuk negara meliputi:Kendaraan:- 1 unit Toyota Alphard (B 2748 SID)- 1 unit Mitsubishi Pajero Sport (BN 1 RBT)- 1 unit sepeda motor Kawasaki Tracker (BN 4026 QF)- 1 unit sepeda motor Vario 150 (BN 2064 QH)Produk Timah:- Balok timah kualitas ekspor- 82 logam timah kasar dari berbagai tanur produksi- 11 Jumbo Bag dan 5 balok Crude Tin (total 13.850 kg)- 15 Bundle balok aluminium (total 15.111 kg)- 11 Jumbo Bag scrap aluminium (total 2.385 kg)Kompleks Pabrik:Seluruh smelter PT RBT di Jelitik, Bangka, termasuk 29 unit peralatan produksi (tanur listrik, pompa, crane, forklift) dan 26 kendaraan operasional pabrik.   “Menyatakan Penyitaan dan Perampasan Barang Bukti Obyek Keberatan sebagaimana tercantum di dalam Putusan Tingkat Banding perkara tindak pidana korupsi Nomor 4/Pid.Sus-TPK/2025/PT DKI tanggal 13 Februari 2025 Jo Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 72/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt Pst tanggal 23 Desember 2025, adalah sah menurut hukum,” putus majelis dengan suara bulat. (asp/asp)