HUKUMAN cambuk merupakan salah satu hukuman paling tua di dunia. Yang ada sejak tahun 195 sebelum Masehi oleh imperium Romawi Kuno yang saat itu digunakan untuk menghukum terpidana yang berstatus bukan warga negara. Pada masa perbudakan hukum cambuk merupakan hukuman terhadap para budak yang melarikan diri.
Hukum cambuk Romawi merupakan salah satu hukuman paling kejam yang ada saat itu yang merupakan salah satu penyiksa yang paling menyakitkan yang pernah dikenal manusia, yang kemudian kejadian cambuk zaman Romawi telah difilmkan dalam sebuah film berjudul “the Passion of the Christ.”
Kemudian kini di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam telah menerapkan hukuman cambuk Aceh atau Canning punishment yang di Indonesia sendiri merupakan sebuah lembaga pemidanaan baru dalam sistem pemidanaan menurut Pasal 10 Wetboek van Strafrecht atau KUHP tidak dikenal jenis hukuman cambuk.
Baca Juga: Mengenal Jenis Sanksi Hukum di Jawa Abad ke-18, dari Cambuk hingga Dibuang
Dikutip penulis dari bukunya Husaini, “Cambuk sebagai Bentuk Hukuman (Studi Komparatif antara Qanun Aceh dan Hukum Adat Aceh), Jogjakarta,2012.
Bahwa latar belakang diberlakukannya cambuk di Aceh sebagai bentuk hukuman dalam penerapan syariat Islam berakar dari sejarah Aceh pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Ketika itu Sultan pernah menghukum putra satu-satunya yang bernama Meurah Pupok dengan bentuk hukuman cambuk karena telah melanggar hukum dan adat Aceh yakni telah melakukan zina dengan salah seorang pengawal istana, akhirnya Sultan memutuskan untuk melaksanakan sendiri hukuman cambuk tersebut karena sesuai dengan perintah Allah.
Hukum cambuk dalam bahasa arab disebut “jald” berasal dari kata “jalada” yang berarti memukul pada kulit dengan cambuk yang terbuat dari kulit yang dipegang oleh algojo yang kemudian di cambuk atau di pukul ke arah badan si pelaku pelanggar hukum adat.
Kemudian pada tahun 2003 secara positif hukum cambuk di Aceh diberlakukan sejak adanya qanun maisir, serta berlakunya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang memberikan otonomi khusus untuk memberlakukan hukuman cambuk di Aceh. Kemudian pelaksanaan hukum cambuk bagi pelaku tindak pidana jarimah diatur di dalam Peraturan Gubernur Nomor 10 Tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Uqubat Cambuk dan Hukuman cambuk pertama kali dilaksanakan di Aceh di Kabupaten Bireun pada tahun 2006 di halaman Masjid Agung Bireun terhadap pelaku maisir atau judi setelah adanya putusan Mahkamah Syar’iyah Bireun.
Masyarakat Aceh sangat antusias dalam penegakan syariat islam yang berdasar pada Alquran dan Al Hadis, meskipun cambuk Aceh menuai Pro dan Kontra, namun demi proses penegakan syariat islam dengan sanksi hukuman menggunakan alat bernama cambuk. Sehingga dalam pelaksanaannya terbukti efektif untuk kalangan orang-orang berpendidikan, orang yang dihormati di masyarakat baik kelas menengah atas maupun bawah karena banyak masyarakat yang takut kena cambuk karena sangat malu jika di cambuk di lapangan terbuka dengan posisi terpidana setengah telungkup dan tangan terikat.(EES)
Referensi:
- D.Y Witanto, Pidana Cambuk dalam Perspektif Hukum Pidana Islam di Aceh, http://hkmperadilan .blogspot.co.id/2011/02/.
- Husaini, “Cambuk sebagai Bentuk Hukuman (Studi Komparatif antara Qanun Aceh dan Hukum Adat Aceh),Jogjakarta,2012.
- Madiasa Ablisar, Relevansi Hukuman Cambuk sebagai Salah Satu Bentuk Pemidanaan dalam Pembaruan Hukum Pidana, Artikel.
- Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2005 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Uqubat Cambuk.
Baca Juga: Top! PT Banda Aceh Raih Indeks Persepsi Anti Korupsi 98,5 Persen
- http://news.liputan6.com/,Bireun,23 Juni 2005.
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI