MIRANDA Rule adalah merupakan hak-hak konstitusional dari tersangka atau terdakwa yang meliputi hak untuk tidak menjawab atas pertanyaan pejabat yang bersangkutan dalam proses peradilan pidana dan hak untuk didampingi atau dihadirkan Penasihat Hukum sejak dari proses penyidikan dan atau dalam semua tingkat proses peradilan. Lalu bagaimana di Indonesia?
Miranda Rule sendiri berawal dari sebuah kasus di Arizona, Amerika Serikat, 1963. Saat itu Arturo Ernesto Miranda, (23), ditangkap polisi atas dugaan kasus penculikan dan pemerkosaan. Setelah diinterogasi penyidik sekitar 2 jam, akhirnya Miranda mengaku sebagai pelaku. Lantas Miranda pun menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Pada bagian akhir BAP tertulis bahwa Miranda menjawab pertanyaan penyidik dengan sukarela, tanpa paksaan, dan paham akan hak-hak hukumnya. Lalu kasus pun memasuki tahap persidangan. Di pengadilan Arizona, Miranda diganjar 20 tahun hukuman penjara. Dia langsung banding.
Kasus ini berlarut hingga naik ke Supreme Court of the United State (MA-nya Amerika Serikat). Di tingkat Supreme Court tersebut, sekitar tahun 1966, mayoritas hakim Supreme Court berpendapat hak-hak Miranda sebagai tersangka tidak dilindungi. Selain itu, saat pemeriksaan Miranda tidak didampingi pengacara
Di tingkat Supreme Court inilah, Miranda dihukum lebih ringan, 11 tahun penjara dengan suara juri 5 banding 4. Akhirnya, Miranda dibebaskan secara bersyarat pada 1973.
Sekeluarnya dari penjara, Miranda malah tewas dalam perkelahian bersenjata tajam. Berbeda dengan saat Miranda ditangkap, kepada tersangka penusuk, polisi membacakan kalimat:
”You have the right to remain silent. Anything you say can and will be used against you in a court of law. You have the right to speak to an attorney, and to have an attorney present during any questioning. If you cannot afford a lawyer, one will be provided for you at government expense,”.
Kalimat tersebut dalam bahasa Indonesia terjemahan bebas berarti:
“Anda berhak diam. Apa pun yang Anda katakan bisa digunakan sebagai bukti di pengadilan. Anda berhak untuk menunjuk pengacara yang hadir saat diperiksa. Jika Anda tidak mampu menghadirkannya, seorang pengacara akan ditunjuk untuk Anda oleh pemerintah,”
Nah, kini kalimat di atas kerap muncul dalam film-film Hollywood saat adegan penangkapan polisi terhadap penjahat.
Bagaimana di Indonesia?
Sebagaimana DANDAPALA kutip dari M Sofyan Lubis,Prinsip Miranda Rights Hak Tersangka Sebelum Pemeriksaan (Pustaka Yustisia 2010), Jumat (4/4/2025). Miranda Rule juga merupakan hak konstitusional yang bersifat universal di hampir semua negara yang berdasarkan hukum.
Komitmen terhadap penerapan Miranda Rule telah dibuktikan dengan mengadopsi Miranda Rule ke dalam sistem Hukum Acara Pidana, yaitu sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 56 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Secara umum prinsip Miranda Rule (Miranda Principle) yang terdapat dalam KUHAP yang menyangkut hak-hak tersangka atau terdakwa ada dalam Bab VI KUHAP, sedangkan secara khusus Prinsip Miranda Rule atau Miranda Principle terdapat di dalam Pasal 56 ayat (1) KUHAP.
Yang ingin ditegakkan dalam Prinsip Miranda Rule yang terdapat di dalam Pasal 56 ayat (1) KUHAP adalah agar terjamin pemeriksaan yang fair terhadap diri tersangka atau terdakwa. Sebab dengan hadirnya penasihat hukum untuk mendampingi dan membela hak-hak hukum bagi terdakwa dalam pemeriksaan di Pengadilan dimaksudkan untuk dapat berperan memberikan fungsi kontrol.
Sehingga proses pemeriksaan terhindar dari adanya tindakan-tindakan yang tidak wajar yang dilakukan oleh penegak hukum dalam proses peradilan yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia. Di samping itu dimaksudkan agar adanya kontrol oleh penasihat hukum terhadap jalannya pemeriksaan selama dalam proses persidangan di pengadilan.
Pada sisi lain Ketentuan yang di konstantir dalam pasal 56 ayat (1) KUHAP tersebut bersifat imperatif, yang apabila diabaikan mengakibatkan tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima.
Sejarah Diadopsinya Prinsip Miranda Rule dalam KUHAP
Berawal dari kasus yang terjadi Miranda Rule di Mahkamah Agung Amerika Serikat pada tahun 1966 di atas, sejak saat itu, Miranda Rule menjadi pijakan dalam sistem hukum Amerika Serikat, yang kemudian mengarah pada penerapan prinsip serupa di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
Hak-Hak yang Dilindungi dalam Miranda Rule meliputi penerapan dalam pasal 56 KUHAP hak dasar yang wajib diberikan kepada tersangka sebelum dimulai pemeriksaan oleh penyidik, antara lain:
1. Hak untuk diam: Segala hal yang diungkapkan oleh tersangka bisa digunakan untuk melawannya dalam pengadilan, sehingga hak untuk diam menjadi nilai krusial bagi tersangka.
2. Hak untuk mendapatkan penasihat hukum: Tersangka berhak menghubungi atau didampingi oleh pengacara yang memiliki kewajiban untuk melindungi hak-haknya selama proses pemeriksaan.
3. Hak atas bantuan hukum jika tidak mampu (Pro Bono): Jika tersangka tidak mampu menyediakan pengacara, penyidik harus menyediakan penasihat hukum yang akan dibiayai oleh negara.
Dari hal hal tersebut karena diabaikanya hak tersangka maka Prinsip Miranda Rule melahirkan Miranda Rights, yang merinci hak-hak tersangka yang perlu diketahui sebelum pemeriksaan dimulai.
Selain Miranda Rule dan Miranda Rights, dewasa ini ada pula yang dikenal sebagai Miranda Warning, yaitu peringatan yang wajib disampaikan oleh penyidik kepada tersangka pada saat penangkapan atau sebelum interogasi. Peringatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa tersangka memahami hak-haknya, yang selanjutnya demi kepentingan proses hukum yang adil.
Adapun bunyi Pasal 56 penerapan dari Miranda Rule sebagai berikut:
(EES/asp).
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum