Makassar - Sebuah momen penuh empati terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Makassar. Yaitu ketika seorang hakim membantu seorang anak terdakwa menebus ijazah SMP-nya agar dapat kembali melanjutkan pendidikan.
Persidangan perkara anak ini berlangsung di Ruang Ramah Anak PN Makassar dan dipimpin oleh hakim Johnicol Richard Frans Sine pada Senin (27/10) kemarin.
Dalam perkara tersebut, anak didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) UU No.12/Drt/1951 tentang senjata tajam, setelah ditemukan membawa busur oleh aparat Kepolisian Makassar. Namun, dari hasil persidangan terungkap bahwa anak tersebut membawa busur bukan karena niat jahat, melainkan akibat kondisi sosial dan ekonomi yang sulit.
Baca Juga: PN Makassar Sosialisasikan Layanan Pengadilan ke Pemkot dan APH
“Anak mengaku tidak bersekolah lagi karena tidak memiliki uang untuk menebus ijazah SMP-nya. Mendengar hal itu, saya merasa tersentuh dan tergerak untuk membantu,” ujar hakim Johnicol Richard Frans Sine di hadapan orang tua anak, perwakilan Balai Pemasyarakatan (Bapas), penasihat hukum dari Posbakum, serta Jaksa Penuntut Umum.
Hakim Johnicol menjelaskan bahwa keputusan membantu anak tersebut didasarkan pada empat pendekatan hukum, yakni Restorative Justice, Dignified Justice, Welfare Approach, dan Sociological Jurisprudence.
Menurutnya, pendekatan Restorative Justice berfokus pada pemulihan, bukan penghukuman.
“Hukum mengutamakan solusi terbaik bagi anak agar ia tetap dapat bersekolah dan memiliki masa depan yang baik. Hakim memulihkan kondisi sosial anak dengan membantu menyelesaikan hambatan ekonominya.,” ungkap Hakim Johnicol.
Ia juga menambahkan bahwa prinsip Dignified Justice atau keadilan bermartabat menjadi pedoman penting.
“Hukum harus memberi perlindungan pada martabat manusia, terutama anak sebagai subjek yang rentan. Hakim memastikan bahwa anak tidak direndahkan atau terhalangi hak pendidikannya.,” jelasnya.
Sementara itu, melalui pendekatan Welfare Approach, Hakim menerapkan prinsip Best Interest of the Child (Kepentingan terbaik bagi anak) yang merupakan mandat dalam UU Perlindungan Anak dan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Fokus bukan pada kesalahan semata tetapi kesejahteraan anak. Pendekatan Sociological Jurisprudence juga menjadi dasar dalam keputusan ini.
“Hukum dipandang sebagai sarana mencapai tujuan sosial. Hakim melihat realitas sosial: sekolah, sertifikat pendidikan, peluang masa depan,” tambahnya.
Berbekal bantuan dari hakim, anak tersebut akhirnya berhasil menebus ijazah SMP dari Sekolah. Meski demikian, proses persidangan tetap berjalan hingga tahap putusan. Dalam persidangan terakhir, anak menyatakan penyesalannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
“Saya menyesal dan berterima kasih kepada Bapak Hakim karena telah membantu saya menebus ijazah. Saya ingin bersekolah lagi,” ujar anak tersebut dengan haru.
Baca Juga: Jalan Sehat Bersama IKAHI Makassar Dalam Rangka HUT ke-72
Hakim Johnicol berharap anak itu dapat memperbaiki masa depannya.
“Saya hanya ingin memastikan dia memiliki kesempatan kedua. Semoga dengan ijazah itu, dia bisa melanjutkan hidup dengan lebih baik,” tutupnya. (Muhammad Nurulloh Jarmoko/al/wi)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI