Cari Berita

Sinergitas LPSK dan PN Pontianak Lindungi Saksi dan Korban Tindak Pidana

article | Berita | 2025-10-10 14:05:27

Pontianak — Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bersama Pengadilan Negeri (PN) Pontianak memperkuat komitmen perlindungan hukum bagi pencari keadilan melalui kegiatan sosialisasi bertema “Urgensi Perlindungan Saksi dan Korban dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana”. Kegiatan yang berlangsung di Pendopo Gubernur Kalimantan Barat, Jumat (10/10), menegaskan kehadiran negara dalam menjamin rasa aman, keadilan, dan keberanian bagi saksi dan korban untuk mengungkap kebenaran hukum tanpa rasa takut atau tekanan.Sinergi ini menjadi langkah strategis dalam membangun sistem peradilan yang berintegritas dan berperikemanusiaan, sejalan dengan mandat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 jo Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.Dalam kegiatan yang dihadiri oleh perwakilan LPSK dan Ketua PN Pontianak yang diwakili oleh Dr. Urif Syarifudin, Hakim Ad Hoc Perikanan serta stake holder terkait, institusi tersebut menegaskan pentingnya kerja sama kelembagaan untuk memastikan perlindungan menyeluruh bagi saksi, korban, pelapor, dan pihak terkait lainnya dalam proses peradilan.Salah seorang narasumber LPSK menyampaikan bahwa perlindungan yang efektif terhadap saksi dan korban merupakan pilar utama dalam penegakan hukum modern. “Hal ini penting untuk menjamin rasa aman, keadilan, dan keberanian saksi, korban, pelapor, saksi pelaku, serta ahli dalam mengungkap kebenaran hukum tanpa ancaman atau intimidasi,” ujarnya.Dalam konteks ini, LPSK memiliki mandat untuk memberikan perlindungan baik fisik, hukum, maupun psikologis kepada para pihak yang terlibat dalam perkara pidana tertentu. Koordinasi dengan lembaga peradilan daerah seperti PN Pontianak dinilai sebagai langkah krusial agar implementasi perlindungan berjalan efektif di lapangan.Sementara itu, wakil dari PN Pontianak menegaskan bahwa urgensi perlindungan saksi dan korban saat persidangan, bukan sekadar tanggung jawab satu institusi semata, melainkan juga bagian integral dari sistem peradilan berkeadilan yang melibatkan beberapa pihak lain. “Urgensinya bagi Pengadilan Negeri adalah untuk menjamin proses peradilan yang aman, tertib, fair, independen, dan berintegritas, karena perlindungan oleh LPSK memastikan saksi dan korban dapat memberikan keterangan secara bebas, jujur, dan tanpa tekanan, sehingga hakim memperoleh kebenaran materiil yang objektif sebagai dasar putusan yang adil,” tegasnya.Melalui sinergi tersebut, PN Pontianak dan LPSK menjalankan langkah-langkah nyata seperti penyelenggaraan sidang tertutup bagi perkara tertentu, menjaga kerahasiaan identitas saksi atau korban, serta memberikan pendampingan hukum dan psikologis. “Kami memastikan bahwa asas peradilan yang berkeadilan dan berperikemanusiaan menjadi fondasi utama dalam setiap proses persidangan,” ujar perwakilan LPSK dalam kesempatan yang sama.Kegiatan ini juga menjadi forum edukatif bagi aparat penegak hukum, akademisi, dan masyarakat untuk memahami bahwa perlindungan saksi dan korban bukan sekadar formalitas hukum, tetapi esensi keadilan yang memastikan proses peradilan berjalan transparan, aman, dan berpihak pada kebenaran.Sinergi antara PN Pontianak dan LPSK mencerminkan komitmen kuat negara dalam menghadirkan keadilan yang beradab. Melalui kolaborasi ini, diharapkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan semakin meningkat, sementara saksi dan korban mendapat jaminan bahwa suara mereka akan didengar dan dilindungi. Perlindungan bukan hanya hak hukum, tetapi juga wujud nyata penghormatan terhadap martabat manusia dalam sistem keadilan Indonesia. IKAW/LDR

LPSK Kunjungi PT Surabaya, Ini yang Dibahas!

article | Berita | 2025-10-09 19:30:45

Surabaya – Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya menerima kunjungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam rangka audiensi dan perkenalan Kantor LPSK di Provinsi Jawa Timur yang telah diresmikan, Rabu (09/10).Wakil Ketua LPSK Susilaningtias didampingi Kepala Perwakilan LPSK Jawa Timur Andri Umar Sidik, tenaga ahli dan para staf menyampaikan apresiasi atas koordinasi, komunikasi serta kerja sama yang telah terjalin dengan jajaran PT Surabaya dalam pelaksanaan tugas peradilan, khususnya terkait upaya pemenuhan hak saksi dan korban. Sinergi yang baik tersebut menjadi dasar penting dalam mewujudkan keadilan, kepastian hukum, serta perlindungan bagi masyarakat pencari keadilan.Ketua PT Surabaya Sujatmiko didampingi Wakil Ketua PT Surabaya Puji Harian serta Hakim Tinggi Bambang Kustopo dan Suhartanto menyambut baik kabar gembira yang disampaikan oleh LPSK atas diresmikannya Kantor Perwakilan LPSK di Jawa Timur.Audiensi dilaksanakan dalam rangka memperkuat sinergi antara lembaga peradilan dan LPSK dalam menangani kasus yang melibatkan korban tindak pidana, terutama yang disebabkan oleh kelalaian. Kasus semacam ini menimbulkan tantangan hukum yang kompleks, sehingga diperlukan pemahaman dan penanganan yang tepat, baik dari segi hukum maupun perlindungan korban.Dalam diskusi tersebut, dibahas berbagai hal penting terkait perlindungan saksi dan korban, termasuk mekanisme bantuan dan kompensasi bagi korban yang mengalami luka fisik maupun mental akibat tindak pidana kelalaian. LPSK, sebagai lembaga yang memiliki mandat untuk melindungi saksi dan korban, menekankan pentingnya kolaborasi dengan pengadilan dalam memastikan bahwa hak-hak korban terlindungi dengan baik selama proses hukum berlangsung.“PT Surabaya berkomitmen untuk terus meningkatkan kerjasama dengan LPSK dalam memberikan keadilan bagi para korban,” jelas Sujatmiko. Beliau juga menekankan pentingnya kepekaan dalam menangani kasus kelalaian yang mengakibatkan kematian atau luka, mengingat dampak yang ditimbulkan sangat signifikan, baik bagi keluarga korban maupun masyarakat luas.Pertemuan ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi PT Surabaya dan LPSK untuk menciptakan sistem peradilan yang lebih responsif terhadap korban tindak pidana, serta memastikan bahwa keadilan ditegakkan tanpa mengesampingkan hak-hak korban dalam menjalani proses hukum.“Kami sangat berterimakasih, selama ini PT Surabaya telah mendukung dengan mengabulkan restitusi yang diajukan sehingga dapat dilakukan eksekusi oleh LPSK,” tutup Susilaningtias. (SNR/LDR)

Implikasi PP No. 24 Tahun 2025, Kemandirian Hakim dalam Penjatuhan Pidana

article | Berita | 2025-06-29 08:20:44

Pada tanggal 8 Mei 2025, Pemerintah telah menetapkan PP No. 24 Tahun 2025 Tentang Pemberian Penghargaan Bagi Saksi Pelaku sebagai aturan pelaksana UU Tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang mengatur hal yang sama. Di dalam internal Mahkamah Agung juga telah mengeluarkan SEMA tentang perlakuan bagi pelapor tindak pidana dan saksi pelaku yang bekerja sama pada Perkara Tindak Pidana Tertentu. SEMA tersebut menjelaskan syarat dan pedoman sebagai saksi pelaku. Pada PP No. 24 Tahun 2025 dijelaskan pimpinan LPSK akan berkoordinasi dengan Penuntut Umum dalam menyampaikan rekomendasi berupa keringanan penjatuhan pidana yang nantinya dimuat dalam surat tuntutan kepada Hakim berdasarkan kriteria pada pasal 17 PP No. 24 Tahun 2025, seperti kualitas, konsistensi dan sikap kooperatif dari saksi pelaku. PP ini merupakan langkah yang positif karena terdapat keringanan hukum bagi saksi pelaku yang bersedia bekerja sama namun, apakah Hakim harus mengikuti rekomendasi penuntut umum? Dan sejauh mana rekomendasi tersebut mempengaruhi kemandirian hakim. Kemandirian merupakan prinsip fundamental. Prinsip sikap mandiri ini ditegaskan dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009–02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Sikap mandiri mendorong perilaku hakim yang tangguh, teguh pada prinsip, dan berpegang pada kebenaran sesuai tuntutan moral dan ketentuan hukum. Kemandirian hakim harus diterapkan secara menyeluruh, termasuk dalam menyidangkan perkara pidana. Dalam putusan perkara pidana, Hakim harus memasukkan hal yang memberatkan serta meringankan. Secara umum hal yang memberatkan dan meringankan tersebut juga terdapat pada surat tuntutan Penuntut Umum. Sebagaimana pasal 182 ayat (1) KUHAP bahwa setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, Penuntut Umum mengajukan tuntutan pidana yang di dalamnya juga dapat memuat rekomendasi penghargaan yang diatur pada PP No. 24 Tahun 2025 Tentang Pemberian Penghargaan Bagi Saksi Pelaku. Namun penting untuk diingat berdasarkan pasal 182 ayat (4) KUHAP bahwa musyawarah yang dilakukan oleh hakim didasarkan atas surat dakwaan, bukan surat tuntutan. Hakim dalam menjatuhkan putusan bisa saja sama, lebih tinggi atau lebih rendah dari surat tuntutan. Hakim tidak terikat pada tuntutan Penuntut Umum, termasuk mengenai rekomendasi penghargaan bagi saksi pelaku. Hakim tetap memiliki kemandirian untuk menerima, mengabaikan, atau menyesuaikan bobot rekomendasi tersebut selama sesuai dengan pertimbangan hukum yang logis dan obyektif. Bahkan dalam beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung, seperti Putusan No. 420 K/Pid.Sus/2014, hakim memberikan pertimbangan khusus terhadap saksi pelaku yang bekerja sama dalam mengungkap tindak pidana korupsi dan menyatakan layak mendapatkan peringanan pidana, tetapi tetap berdasarkan penilaian independen hakim, bukan semata rekomendasi dari penuntut umum atau LPSK. Dengan demikian, PP No. 24 Tahun 2025 harus tetap diapresiasi karena memberi pengaturan keringanan hukum terhadap saksi pelaku yang bekerja sama. Namun, penghargaan terhadap saksi pelaku tidak bersifat mengikat bagi hakim. Hakim tetap harus berpegang pada kemandiriannya, menimbang secara cermat setiap rekomendasi yang diberikan dalam fakta hukum dan keadilan materiil. Oleh karena itu, penghargaan terhadap saksi pelaku dan prinsip kemandirian hakim bukanlah dua hal yang bertentangan, melainkan dapat saling melengkapi selama dijalankan sesuai porsi dan kewenangan masing-masing institusi dalam sistem peradilan pidana. (YPY, LDR)