article | Sidang | 2025-09-01 14:35:07
Tanjung Redeb- Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Redeb, Kalimantan Timur (Kaltim) menerapkan keadilan restoratif dengan memutus perkara kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan hilangnya nyawa seorang ibu. Melalui inisiasi perdamaian di persidangan, Majelis Hakim berhasil memulihkan hubungan antara pelaku dan keluarga korban, yang berujung pada putusan yang lebih ringan dari tuntutan Penuntut Umum.“Menjatuhkan pidana selama 7 bulan penjara,” demikian amar putusan itu.Putusan tersebut dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Selasa, 26 Agustus 2025, dalam perkara Nomor 178/Pid.Sus/2025/PN Tnr.Majelis Hakim yang menangani perkara ini terdiri dari John Paul Mangunsong, S.H., M.H., sebagai Hakim Ketua, dengan Muhammad Hanif Ramadhan, S.H., dan Benazir Pratiwi Hamdan, S.H., masing-masing sebagai Hakim Anggota. “Ketiganya secara aktif memfasilitasi proses persidangan untuk tidak hanya mencari kebenaran materiil, tetapi juga membuka jalan bagi pemulihan,” demikian keterangan pers yang diterima DANDAPALA, Senin (1/9/2025).Kasus ini bermula dari kelalaian Terdakwa Zet Misalayuk alias Ekki, seorang petugas keamanan, yang mengemudikan dump truck tanpa keahlian dan kewenangan pada 3 Juni 2025. Akibatnya, ia menabrak rekan kerjanya, Adriana Bete, yang tengah hamil tua, hingga menyebabkan korban dan janin yang di kandungnya meninggal dunia.Di tengah proses persidangan yang berjalan, Majelis Hakim mengambil peran proaktif dalam mengupayakan perdamaian. Melihat adanya penyesalan yang mendalam dari Terdakwa dan potensi pemulihan bagi keluarga korban, Majelis Hakim mendorong kedua belah pihak untuk menempuh jalur damai.“Upaya ini membuahkan hasil. Terjadi kesepakatan damai yang tulus di persidangan, di mana Terdakwa memberikan santunan sebesar Rp10.000.000,- kepada suami korban, Polikarpus Kiik Nana. Di hadapan persidangan, suami korban menyatakan telah memaafkan Terdakwa dan mengikhlaskan kepergian istrinya,” ujarnya.Majelis Hakim kemudian memverifikasi kebenaran perdamaian tersebut, memastikan prosesnya berjalan tanpa paksaan dan sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim secara eksplisit mengadopsi prinsip keadilan restoratif. Hakim berpandangan bahwa tujuan hukum telah tercapai dengan adanya pemulihan keadaan antara Terdakwa dan keluarga korban."Bahwa antara Terdakwa dan Keluarga Korban telah bersepakat berdamai... maka tujuan hukum sebagaimana PERMA Nomor 1 tahun 2024 untuk mewujudkan restorative justice (keadilan pemulihan) telah tercapai serta menjadi hal yang tidak terpisahkan dalam proses peradilan ini," demikian kutipan pertimbangan hakim dalam putusan.Majelis Hakim menegaskan bahwa pemidanaan tidak semata-mata bertujuan untuk pembalasan, melainkan sebagai landasan untuk menerapkan sanksi yang berorientasi edukatif dan menumbuhkan penyesalan."Penerapan prinsip keadilan restoratif sama sekali tidak bertujuan untuk menghapuskan pertanggungjawaban pidana Terdakwa. Justru, pertanggungjawaban tersebut diwujudkan dalam bentuk yang lebih konstruktif," lanjut pertimbangan tersebut.