Cari Berita

Mengenang Sekelumit Kisah Inspiratif Hakim Lilik Mulyadi

article | Serba-serbi | 2025-10-24 15:20:05

Lilik Mulyadi adalah salah satu hakim yang haus akan pengetahuan. Ia yang kerap dipanggil Profesor oleh sebagian orang, namun yang jelas beliau telah menyandang gelar tertinggi bidang akademik doktor ilmu hukum. Meskipun demikian, Lilik memiliki sisi yang berbeda, romantis dan senantiasa menggunakan pendekatan humanis.Satu kisah menarik pernah terjadi pada dirinya, suatu ketika pernah dikejar massa terkait perkara para buruh yang menuntut pembayaran uang pesangon PHK dan perkaranya disidangkan di PHI Jakarta Pusat, sementara para buruh tersebut ada yang bekerja di Jakarta, Bogor, dan Tangerang. Tentunya saja Lilik tidak bisa mengeluarkan putusan seperti itu. Pasalnya, Bogor dan Tengerang bukan lagi wilayah yuridiksi PHI Jakarta Pusat.Saat itu, Lilik sampai dikejar massa, tidak ada yang dapat dilakukannya saat itu selain melarikan diri dan bersembunyi. Akhirnya Lilik memutuskan bersembunyi di atas genteng salah satu ruangan kantor pengadilan. Dalam persembunyiannya, dia merayap diatas atap ruang demi ruang di pengadilan itu.Lilik merenungi nasibnya, dan mengira, garis tangan menyiratkan sebagai akhir hidupnya. Tidak kurang satu jam dia merenung di bubungan kantor pengadilan. Beruntunglah, ada seorang petugas kebersihan membantunya untuk melarikan diri, loncat dari atap gedung dan mendapati taksi yang mengantarkannya ke Jakarta Pusat.Belum lagi pernah bertugas di PN Kandangan, Kalimantan Selatan, ia pernah mengabulkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum dari Tukang Becak lawan Pemerintah Daerah, sehingga dimusuhi para penguasa dan birokrat daerah itu.Ia menyadari, menjalankan profesi sebagai hakim tidaklah mudah. Tuntutan dan nilai kebenaran berbagai pihak selalu berbeda. Bukan hanya perkara perampasan harta hingga miliaran rupiah, pencurian sandal saja bisa diperkarakan hingga ke pengadilan. Dari pengalaman dan atas dorongan nuraninya, dia belajar. Selain positivistik, seorang hakim juga harus progresif karena bagaimanapun hukum itu mengabdi kepada manusia dan bukan sebaliknya manusia mengabdi kepada hukum. Kepada hakimlah, masyarakat menaruh harapan adanya putusan yang menghadirkan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan.Cinta Literasi dan Hakim 25 BukuKebiasaan Lilik dalam menyisipkan untaian puisi dalam beberapa putusannya, sebagaimana dalam alunan puisi pada putusan perkara tindak pidana terorisme sewaktu bertugas di PN Denpasar, Bali, berikut alunan puisinya:Sang Penciptaandai dalam kehidupan abadihanya mengizinkan sekali janji surgawiaku akan memohon setulus hati“Aku dalam pelukan ibuibu dalam biduk kecilbiduk dalam lautan penuh cahaya rembulan”Perihal buku, tidak tangung-tanggung ada 25 buku tentang hukum sudah ditulis Lilik selama periode 1997 hingga 2012. Sebut saja di antaranya, Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Indonesia, Perspektif, Teoritis, Praktik, Teknik Membuat dan Permasalahannya. Buku ini diterbitkan pada 2010 oleh salah satu penerbit di Bandung, Jawa Barat. Tuntutan Provisionil dan Uang Paksa, Dwangsom, Dalam Hukum Acara Perdata, diterbitkan bulan Agustus 2012 yang lalu. Begitu berartinya puisi, dalam halaman depan setiap bukunya, Lilik selalu menyisipkan puisinya.Hidup Tak Seindah PuisiKarier dan kehidupan ekonomi Lilik tidak seindah puisi- puisinya. Meski demikian, ia percaya akan takdir yang sudah disuratkan Sang Pencipta untuknya seperti yang tergores di garis tangannya. Dia meyakini setiap orang telah memiliki jalan hidupnya sendiri. Masalah lain yang muncul kemudian hanya soal kerelaan seseorang untuk menjalaninya. "Saya percaya pada garis tangan. Orang pintar tidak akan hidup susah," demikian keyakinannya.Dia tidak mungkin akan lupa, pada 1970-an, ia harus perabot rumah tangga (kelontong), Hidup begitu keras pada Lilik berkeliling kampung pada pukul dua dini hari untuk berjualan kecil, hingga air bersih pun dia tidak punya.Setelah berjualan di pagi buta, dia bersiap menata dan mengejar mimpinya di sekolah. Pagi pukul tujuh, dia harus tiba di sekolah. Sepulang sekolah, dia kembali menjajakan dagangannya berkeliling kampung. Perjuangan itu harus dilewatinya selama masa sekolahnya di tingkat SD, SMP, hingga SMU.Lulus dari SMP, 1977, peraih juara catur ini memutuskan untuk berhenti sekolah dan tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA. Ia tahu betul, sang ayah pasti akan mengalami kesulitan untuk membiayai sekolahnya. Karena itulah, Lilik memohon izin pada sang ayah berhenti sekolah untuk menjalankan bisnis dan bermain catur saja.Ternyata, niat itu bukan gagasan yang baik di mata ayahnya. Lilik dimarahi. Maka, Lilik pun masih dapat melenggang ke pendidikan menengah atas. Tapi, nasib baik tidak menyertainya setelah lulus SMA. Pada 1980 Lilik lulus dan diterima di Fakultas Hukum Universitas Udayana. Namun, sang bapak tidak punya uang untuk membayar biaya kuliah yang saat itu sebesar Rp 30 ribu. Uang sebesar itu baru tersedia enam bulan setelah perkuliahan berjalan.Kemudian, seiring dengan berjalannya waktu, setelah lulus S1, dia melanjutkan studi di program pascasarjana (S2). Dia menyelesaikan program ini lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Tak puas sebagai sarjana S2, dia mengambil program doktor (S3) di Universitas Padjadjaran, Bandung dan diselesaikan dalam waktu dua tahun dengan predikat cumlaude. Indeks prestasinya 3,97.Semangat Menularkan Ilmu dan WidyaiswaraLilik pun mengeraskan hati dari pandangan orang yang menilai bahwa kesederhanaannya hanya pura-pura. Banyak pihak tidak percaya bahwa hakim itu bisa hidup sederhana, bahkan faktanya banyak yang miskin. Apalagi setelah tahu bahwa hakim adalah jabatan negara. Karena itu seorang semestinya tidak hidup miskin dan pas-pasan sebagaimana yang dialami Lilik.Lilik berpendapat, seorang hakim memang harus disejahterakan. Baginya, hakim harus selalu menjaga integritas, berani memutuskan perkara yang ditangani sesuai hati nuraninya. Gaji hakim yang pas-pasan, menurut Lilik, sangat rawan dimanfaatkan oleh penyuap untuk memenangkan perkara. Hakim yang miskin (relatif) lebih mudah digoda dan diiming- imingi sejumlah uang untuk memainkan hukum.Oleh sebab itu, menurut Lilik, akan lebih baik jika gaji hakim disesuaikan dengan gaji pejabat negara. Tunjangan hakim juga harus disesuaikan dengan wilayah tugas, senioritas dan perkara yang ditanganinya. Untuk mengurangi ketergantungan pada keluarganya, Lilik pun mengajar di beberapa perguruan tinggi. Selain dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga, dengan mengajar, Lilik bisa berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman. Inilah panggilan hidup Lilik.Ia tercatat sebagai pengajar di Universitas Jayabaya Jakarta, Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, Universitas Merdeka dan Universitas Muhammadiyah Malang dan menjadi dosen, penguji tamu dan co-promotor pada program magister (S2) maupun program doktor (S3) di beberapa universitas lain.Jabatan terakhir yang beliau emban, selain menjadi Hakim Yustisial pada Badan Strategi Kebijakan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan, beliau menjadi Ketua Pengadilan Tinggi Bengkulu. Namun, belum sampai selesai menuntaskan tugasnya, beliau telah dipanggil oleh Sang Pencipta.Semuanya telah ditulis langit Hari lahir, hidup dan cinta manusia Garis tangan yang tertulis di telapak Adalah keterbatasan manusia Dalam hidup dan kehidupan Tapi mengapa manusia enggan merenung Mungkin akan bisa sampai di batas cakrawala:"Baru merasa mendapatkan tanpa perlu meminta Baru tersadar ketika semuanya telah berlalu.."Mempermainkan garis tangan manusia(Semuanya Terserah Langit, Lilik Mulyadi)Terimakasih YM Bapak Lilik Mulyadi, atas dedikasi dan teladannya, jasadmu mungkin tiada di dunia, tapi namamu kan terkenang sepanjang masa. (snr/ldr)Daftar Pustaka:Komisi Yudisial, 2012, Hakim Menjaga Kehormatan di tengah Cercaan: Kisah-Kisah Hakim Inspiratif, Penerbit Komisi Yudisial, Jakarta Pusat. (SNR/LDR)

In Memoriam Lilik Mulyadi: Penulis, Akademisi, dan Sang Pengadil

article | Berita | 2025-05-11 17:15:57

Jakarta - Indonesia kehilangan salah satu putra terbaiknya dalam dunia hukum dan peradilan. Dr. Lilik Mulyadi, S.H., M.H., sosok Ketua Pengadilan Tinggi Bengkulu tersebut telah wafat pada hari ini Minggu, tanggal 11 Mei 2025, meninggalkan warisan intelektual dan dedikasi yang mendalam bagi sistem peradilan Indonesia.Sosok yang mengabdikan dirinya pada dunia akademisi (tacit knowledge) sembari menjadi sang pengadil tersebut lahir di Bogor pada 23 Agustus 1961 silam. Lilik Mulyadi meniti karier hukum dengan semangat pengabdian yang tinggi. Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana hukum (S.H.) selama kurang dari 4 (empat) tahun pada Fakultas Hukum Universitas Udayana tahun 1985 menjadi tenaga pengajar pada beberapa Fakultas Hukum di Bali seperti Universitas Udayana, Universitas Bali, Universitas Mahasaraswati dan Universitas Warmadewa. Kemudian sejak tahun 2008 menjadi tenaga pengajar pada Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Merdeka, Malang. Kemudian tahun 2002 dalam waktu 1 (satu) tahun 7 (tujuh) bulan menyelesaikan S2 pada Program Pascasarjana Bidang Hukum Pidana Universitas Udayana, serta tahun 2007 menyelesaikan  Program   Doktor   (S3)  Ilmu  Hukum  Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung dalam waktu 2 (dua) tahun dengan predikat cum laude.Terhitung 1 Desember 1986 bekerja di Departemen Kehakiman RI (sekarang Mahkamah Agung RI) sebagai Calon Hakim Pengadilan Negeri Denpasar (1986-1991), Hakim Pengadilan Negeri Serui, Irian Jaya/Papua (1991-1995), Hakim Pengadilan Negeri Kandangan, Kalimantan Selatan (1995-1999), Hakim Pengadilan Negeri Bangli, Bali (1999-2000), Hakim Pengadilan Negeri Denpasar (2000-2004), Hakim Pengadilan Negeri/Niaga/HAM/PHI dan TIPIKOR Jakarta Pusat dengan spesialisasi Hakim Umum, Hakim Niaga dan Pengadilan Hubungan Industrial (2004-2007), Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur (2007-2009), dan sejak 17 September 2009  Ketua Pengadilan Negeri Kepanjen, Kabupaten Malang. Kemudian sejak menjadi Hakim disamping mengikuti seminar tingkat nasional, juga mengikuti seminar dan study banding khususnya dalam bidang peradilan pidana, terorisme dan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) di Bangkok, Jerman, Perancis dan Spanyol serta juga mengajar di Diklat Calon Hakim pengajar mata kuliah Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana pada Mahkamah Agung RI. Terakhir, beliau menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Bengkulu dengan pangkat Pembina Utama (IV/e).Sebelum menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Bengkulu, Dr. Lilik Mulyadi memimpin Pengadilan Tinggi Kalimantan Utara. Pelantikannya sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Bengkulu dilakukan pada 3 Oktober 2024 oleh Ketua Mahkamah Agung RI, Prof. Syarifuddin, S.H., M.H., berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor: 200/KMA/SK.KP4.1.3/IX/2024.Dalam kapasitasnya, beliau aktif memberikan pembinaan kepada berbagai pengadilan negeri di bawah yurisdiksi Pengadilan Tinggi Bengkulu, termasuk Pengadilan Negeri Tubei dan Pengadilan Negeri Tais. Beliau merupakan sosok yang selalu berbagi ilmu pengetahuannya di bidang hukum dimanapun beliau ditugaskan. Bukan hanya kepada insan Hakim dan aparatur peradilan tetapi mahasiswa-mahasiswa dari beragam kampus yang beliau berikan pengetahuan, pengalaman sekaligus inspirasi agar menjadi Hakim yang berintegritas dan profesional. Beliau juga dikenal sebagai sosok tenaga pengajar, penulis buku hingga sastrawan, tak jarang puisi-puisi disisipkan dalam tiap karya bukunya. Beliau adalah sosok Hakim mengajarkan bahwa hati nurani menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam putusan seorang Hakim. Kehadirannya selalu membawa semangat integritas dan profesionalisme dalam penegakan hukum.Dr. Lilik Mulyadi dikenal sebagai praktisi dan akademisi yang produktif. Beberapa karya tulisnya yang menjadi rujukan dalam dunia hukum dan peradilan Indonesia antara lain:-    Pengadilan Anak di Indonesia: Teori, Praktik, dan Permasalahannya-    Kompilasi Hukum Pidana dalam Perspektif Teoretis dan Praktik Peradilan-    Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktiknya di Indonesia-    Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus terhadap Surat Dakwaan, EKsepsi dan Putusan Peradilan-    Bunga Rampai Hukum Pidana Umum dan Khusus dalam Teori dan Praktek -    Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia -    Menggagas Model Ideal Pedoman Pemidanaan Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia-    Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Perdata Indonesia-    Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Indonesia-    Perlindungan Hukum Whistleblower & Justice Collaborator dalam Penanggulangan Organized Crime-    Kapita Selekta Perkara Tindak Pidana Korupsi Indonesia -    Hukum Pidana Adat Kajian Asas, Teori, Norma, Praktik, dan Prosedur-    Contempt of Court di Indonesia Urgensi, Norma, Praktik, Gagasan & Masalahnya-    Model Ideal Pengembalian Aset (Aset Recovery) Pelaku Tindak Pidana Korupsi-    Kembang Setaman Tindak Pidana Korupsi Indonesia Dalam Teori, Norma dan Praktik-    Seraut Wajah Pengadilan Hubungan Industrial Indonesia (Perspektif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya)-    Tindak Pidana Korupsi di Indonesia : Normatif, Teoritis, Praktik dan Masalahnya-    Tuntutan Provisionil dalam Hukum Acara Perdata Indonesia-    Urgensi Pembentukan Sistem Kamar pada Pengadilan Tinggi-    Kajian Restorative Justice dari Perspektif Filosofis, Normatif, Praktik dan Persepsi Hakim-    Tuntutan Provisionil dan Uang Paksa (Dwangsom) dalam Hukum Acara Perdata-    Eksistensi dan Dinamika Hukum Adat Waris Bali dalam Perspektif Masyarakat dan Putusan Pengadilan-    Sistem Pemidanaan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik melalui Sarana Teknologi Informasi-    Restorative Justice dalam Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan NarkotikaDan masih banyak lagi buku-buku, jurnal hingga hasil penelitian beliau selama bertugas sebagai Hakim. Melalui karya-karya tersebut, beliau memberikan kontribusi signifikan dalam pengembangan ilmu hukum dan peradilan di Indonesia.Meski mendiang belum sempat tuntas menyandang gelar Profesor nya karena terbentur peraturan terkait syarat Akreditasi Kampus Pemberi Gelar Profeaor Kehormatannya. Akan tetapi bagi segenap insan hakim dan aparatur peradilan Lilik Mulyadi ada profesor sejati. Kepergiannya tentu meninggalkan duka yang sangat mendalam bagi dunia hukum dan peradilan Indonesia. Berbagai ucapan dari orang perorangan hingga lintas pengadilan dan institusi untuk menyampaikan belasungkawa atas wafatnya beliau terus silih berganti bermunculan di media sosial. Warisan intelektual dan dedikasi beliau akan terus menjadi inspirasi bagi generasi penerus dalam menegakkan kebenaran dan keadilan serta pentingnya integritas dan profesionalitas dalam penegakan hukum di Indonesia.Mengutip adagium hukum, Verba Volant scripta manet (Yang terucap akan lenyap, yang tertulis akan abadi). Vox audita perit, littera scripta manet (Suara yang terdengar itu hilang, sedangkan kalimat yang tertulis akan tetap tinggal). Setiap buah pemikiran yang ditulis akan terpatri pada diri setiap orang yang membacanya. Selamat jalan, Dr. Lilik Mulyadi. Meski sosok telah kembali kepada Sang Pencipta, namun pemikiran dan pengabdianmu akan selalu hidup dan dikenang sepanjang massa oleh para insan hukum dan warga peradilan Indonesia. (wi/ikaw)