Tanjung Pinang- Norpadzli (32) dan Irvandi (20) dihukum pidana percobaan oleh Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Balai Karimun yang dikuatkan Pengadian Tinggi (PT) Kepulauan Riau (Kepri). Keduanya terbukti menyebarkan money politic sebesar Rp 50 ribu ke 43 orang dalam Pilgub Kepri.
Kasus bermula saat digelar Pilgub Kepri. Saat itu Saepul Yahya melakukan survei di Keluragan Lakam Timur dan Kelurahan Sungai Lakam Barat. Dari hasil survei itu, masih banyak warga yang belum menentukan pilihan ke salah satu calon.
Lalu Saepul Yahya meminta Norpadzli untuk membagi Rp 11.550.000 ke warga agar menentukan pilihannya yaitu ke calon nomor urut 02. Dalam penyebaran money politic itu, Norpadzli meminta bantuan Irvandi untuk menemaninya dengan sepeda motor. Pada 26 November 2024 sore, Norpadzli dan Irvandi berputar keliling kampung dan memberi amplop ke warga agar memilih 02.
Tindakan Norpadzli dan Irvandi terpantau Bawaslu dan akhirnya keduanya diproses secara hukum hingga ke pengadilan. Pada 16 Januari 2025, PN Tanjung Balai Karimun menyatakan Norpadzli dan Irvandi terbukti bersalah melakukan dan turut serta melakukan memberikan uang kepada Warga Negara Indonesia untuk mempengaruhi pemilih agar memilih calon tertentu. Hukuman pidana yang dijatuhkan yaitu:
Norpadzli dijatuhi pidana penjara selama 8 bulan dan pidana denda sejumlah Rp 15.000.000 dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 20 hari. Pidana penjara tersebut tidak perlu dijalani Norpadzli kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 16 bulan berakhir.
Adapun Irvandi dijatuhi pidana penjara selama 1 bulan dan pidana denda sejumlah Rp 5 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 10 hari. Pidana penjara tersebut tidak perlu dijalani Irvandi kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 2 bulan berakhir.
Jaksa tidak terima dan mengajukan banding. Apa kata majelis tinggi?
“Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun Nomor 2/Pid.Sus/2025/PN Tbk tanggal 16 Januari 2025 yang dimintakan banding tersebut,” demikian bunyi putusan yang dirangkum DANDAPALA, Jumat (24/1/2025).
Duduk sebagai ketua majelis Priyanto dengan anggota Bagus Irawan dan Hapsoro Restu Widodo. Berikut alasan majelis menguatkan putusan tingkat pertama:
Dalam menjatuhkan pemidanaan, selain dengan memperhatikan ancaman pidana dalam undang undang; Hakim secara “proporsional” dalam perkara ini selain berdasarkan pada tingkat/kadar kesalahan Para Terdakwa, juga akan mempertimbangkan apakah ada niat jahat (Mens Rea) dari Para Terdakwa tentang maksud dan tujuan perbuatannya; peranan Para Terdakwa dalam tindak pidana apakah sebagai actor intellectual (otak); orang yang langsung memperoleh manfaat dari perbuatannya serta dengan mempertimbangkan peranan serta akibat/dampak yang timbul akibat perbuatan yang dilakukan Para Terdakwa; khusus dalam perkara ini karena menyangkut tindak pidana pemilihan kepala daerah maka juga dipertimbangkan mengenai akibat dari perbuatan Para Terdakwa khususnya terhadap hasil pemilihan;
Menimbang, bahwa dari fakta dipersidangan terbukti bahwa Para Terdakwa adalah merupakan relawan yang bersimpati dengan calon tertentu dalam hal ini adalah pasangan calon gubernur Kepri dengan nomor peserta 02; Dan dari uang yang diterima Terdakwa I, jumlah uang yang telah di berikan oleh Para Terdakwa kepada masyarakat adalah sejumlah Rp2.150.000,00 (Dua juta seratus lima puluh ribu Rupiah) kepada 43 (empat puluh tiga) orang yang dipilih secara acak dan masing-masing orang menerima Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) dengan cara mensosialisasikan dan mempromosikan calon tertentu tanpa ketentuan bahwa masyarakat yang diberi uang untuk harus memilih calon yang disosialisasikan dan dipromosikan Para Terdakwa, Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa dari peranan Para Terdakwa yang hanya merupakan relawan dan jumlah uang yang dibagikan; jumlah uang tersebut tidak secara signifikan mempengaruhi hasil perolehan suara pada pemilihan gubernur Provinsi Kepulauan Riau tersebut, sedangkan dari 43 (empat puluh tiga) orang menerima uang yang dibagikan oleh Para Terdakwa tersebut tidak terjamin akan memberikan suaranya kepada calon yang dianjurkan mengingat pilihan masyarakat baru ditentukan dalam bilik suara dan tidak menjamin memilih calon yang dianjurkan, selain itu bahwa Pasal 187A ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang mengatur juga bahwa pemilih yang menerima pemberian atau janji in casu 43 (empat puluh tiga) warga masyarakat yang menerima uang juga diancam dengan pidana yang sama dengan pemberi uang namun oleh pihak Bawaslu Kabupaten Karimun maupun Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kabupaten Karimun tidak dijadikan temuan adanya tindak pidana, hal tersebut mengindikasikan adanya ketidak adilan atau kriminalisasi atas kepentingan suatu kelompok tertentu, disamping itu dalam penjatuhan pidana dalam perkara ini Majelis Hakim Tingkat banding juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan Para Terdakwa, dengan demikian pidana yang dijatuhkan Majelis Hakim Tingkat Pertama dipandang telah tepat dan adil sehingga harus dikuatkan;
Menimbang, bahwa terhadap putusan Majelis Hakim Tingkat Pertama yang menyimpangi ancaman pidana minimum khusus yang dirumuskan oleh pembuat Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, maka Majelis Hakim Tingkat banding sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Pertama dimana Majelis Hakim dapat menjatuhkan pidana di bawah minimal dengan pertimbangan khusus antara lain: Harus ada pertimbangan hukum dilihat dari aspek yuridis, filosofis, sosiologis, edukatif, preventif, korektif, represif dan rasa keadilan; begitu pula penjatuhan pidana denda dalam perkara ini dipandang tepat adil dikaitkan dengan kemampuan ekonomi Terdakwa membayar denda.