Takalar - Pengadilan Negeri (PN) Takalar, Sulawesi Selatan, berhasil mencatat keberhasilan dalam menerapkan pendekatan keadilan restoratif pada hari Senin (1/12/2025) dalam perkara nomor 91/Pid.B/2025/PN Tka. Di dalam perkara penganiayaan yang didakwakan kepada Terdakwa Suardi Daeng Lawa.
“Menyatakan Terdakwa Suardi Daeng Lawa tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan sebagaimana dalam dakwaan tunggal Penuntut Umum dan Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan", tegas Hakim Ketua, Nur Afiah dengan didampingi Muhammad Akbar Syawal dan Muh. Aldhyansah Dodhy Putra masing masing selaku Hakim Anggota.
Perkara berawal pada tanggal 21 Agustus 2025 di Dusun Tarembang, Desa Tarembang, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, kala Terdakwa sedang menikmati minuman keras jenis ballo bersama suami Korban. Di bawah pengaruh alkohol, Terdakwa mulai mengamuk lalu membanting gelas dan piring kaca di rumah Korban. Emosi Terdakwa kemudian semakin memanas hingga memukuli Korban berkali-kali hingga dilerai oleh warga berdatangan.
Baca Juga: Dirjen Badilum Sidak ke PN Takalar Sulsel: Hakim Harus Banyak Belajar
Majelis Hakim pada perkara ini menerapkan keadilan restoratif karena Terdakwa didakwakan Pasal 351 ayat (1) KUHP yang ancaman pidananya berupa penjara paling lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan. Ancaman tersebut sesuai dengan syarat pada Pasal 6 ayat (1) huruf c Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2024 yang menyebutkan apabila tindak pidana dengan ancaman hukuman maksimal 5 (lima) tahun penjara dalam salah satu dakwaan maka Majelis Hakim menerapkan pedoman mengadili perkara pidana berdasarkan keadilan restoratif. Selain itu Majelis Hakim juga menggali bahwa dalam perkara tersebut tidak terdapat relasi kuasa dan bukanlah pengulangan tindak pidana.
Hakim mengupayakan perdamaian terhadap kedua belah pihak untuk menyelesaikan perkara melalui pendekatan keadilan restoratif. Upaya tersebut berhasil, ditandai dengan kesepakatan perdamaian yang ditandatangani pada 25 November 2025 oleh para pihak di hadapan hakim, penuntut umum, dan keluarga kedua belah pihak. Dalam kesepakatan tersebut, para pihak sepakat saling memaafkan dan menyelesaikan perkara secara kekeluargaan. Terdakwa juga berjanji berjanji untuk tidak akan melakukan kekerasan lagi kepada Korban.
Hakim menilai perdamaian antara para pihak dilakukan tanpa paksaan, tipuan, serta tidak bertentangan dengan hukum. "Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk merendahkan martabat manusia, oleh karenanya Majelis Hakim dapat memerhatikan bahwa dalam menjatuhkan pidana terdapat beberapa tujuan yang salah satunya ialah restoratif," bunyi amar pertimbangan.
Baca Juga: Lewat Mediasi, PN Takalar Sulsel Damaikan Sengketa Lahan Rp349 Juta
Ketua PN Takalar sekaligus Hakim Ketua pada perkara ini, Nur Afiah, menyampaikan bahwa penerapan keadilan restoratif merupakan langkah yang positif dalam penegakan hukum pidana. "Memulihkan hubungan antara Terdakwa dan Korban merupakan langkah yang penting dalam memperoleh nilai keadilan." “PN Takalar sudah berkomitmen untuk mengupayakan agar keadilan restoratif dapat diterapkan secara proporsional. Tidak lupa juga, konsen dari korban tindak pidana juga penting agar tidak ada rasa dendam yang tersisa,” ujarnya.
Keberhasilan PN Takalar menerapkan keadilan restoratif menjadi wujud nyata penyelesaian perkara pidana yang lebih humanis, tidak lagi mengandalkan pendekatan retributif semata. Penguatan hak Korban diiringi dengan peningkatan tanggung jawab Terdakwa diharapkan dapat mewujudkan putusan pengadilan yang memberikan perasaan puas bagi para pihak yang terlibat. (Bintoro Wisnu Prasojo/al/fac)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI