Parepare, Sulsel — Suasana tidak biasa menyelimuti ruang sidang Pengadilan Negeri Pare-Pare ketika sebuah momen kemanusiaan yang jarang terlihat dalam proses persidangan terjadi. Pada hari Senin (8/12/2025), seorang terdakwa berinisial AI hadir dengan keadaan tidak seperti biasanya, raut wajah pucat dan tubuh tampak sangat letih.
Melihat kondisi tersebut, Ketua Majelis Hakim Ruth Marina Damayanti Siregar dengan empatinya menanyakan penyebab keadaan sang terdakwa. Dengan suara lemah, AI mengungkapkan kabar pilu: anaknya sedang dirawat di rumah sakit dan membutuhkan donor darah golongan A secepatnya. Ia mengaku telah berusaha mencari pendonor, namun belum ada seorang pun yang bersedia. Kekhawatiran akan keselamatan anaknya membuat AI hampir tidak mampu menahan tangisnya.
Mendengar cerita itu, suasana ruang sidang mendadak berubah. Dari ketegangan yang biasa mengiringi jalannya persidangan, kini berubah menjadi keheningan penuh empati. Tanpa menunggu lama, Ketua Majelis segera menanyakan kepada seluruh hakim dan aparatur PN Pare-Pare apakah ada yang memiliki golongan darah A.
Baca Juga: Pembantaran (Stuiting): Permasalahan dan Solusi Praktis
Dalam kesibukan persidangan dan tugas yustisial lainnya, Hakim PN Pare-Pare Romi Hardika, menyatakan bahwa dirinya memiliki golongan darah yang dibutuhkan. Tanpa ragu dan tanpa menunda waktu, beliau langsung menyampaikan kesediaannya untuk mendonorkan darahnya. Setelah menyelesaikan tugasnya, Romi Hardika langsung menuju Unit Donor Darah PMI Kota Parepare. Di sana, ia mendonorkan darahnya untuk membantu anak terdakwa AI. Disela-sela proses donor darah berlangsung, Romi Hardika menyampaikan: “Saya merasa sangat terdorong untuk segera mendonorkan darah saya, karena saya juga memiliki anak yang masih kecil. Ini murni kemanusiaan, tidak peduli siapa yang membutuhkan,” ujarnya.
Tindakan spontan tersebut tidak hanya menyelamatkan nyawa, tetapi juga menjadi pengingat bahwa di balik toga hakim, terdapat hati seorang manusia. Di ruang pengadilan yang biasanya dipenuhi ketegasan hukum, hari itu hukum berpadu dengan nilai paling luhur: kemanusiaan. Kisah ini menjadi bukti nyata bahwa peradilan tidak selalu soal vonis dan pasal, tetapi juga ruang bagi empati, kepedulian, dan kasih sayang. Sebuah teladan bahwa di atas segala perbedaan, kemanusiaan selalu menemukan jalannya. (zm/wi)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI