SEJARAH hukum Inggris merupakan salah satu perjalanan hukum terpanjang dan paling berpengaruh di dunia. Tradisi hukum ini melahirkan common law, yang hingga kini tetap menjadi landasan sistem hukum di Inggris, Amerika Serikat, dan banyak bekas koloni. Studi ini penting tidak hanya untuk memahami hukum di Inggris dan Wales, tetapi juga untuk melihat bagaimana prinsip-prinsip precedent, adjudikasi, dan konstitusionalisme telah menyebar secara global.
Pengaruh hukum di Britania dapat ditelusuri hingga masa pendudukan Romawi (43–410 M). Meskipun hukum Romawi lebih berlaku bagi warga Romawi dan tentara, praktik administratif, penggunaan bahasa Latin, dan struktur pengadilan meninggalkan jejak yang penting. Setelah Romawi mundur, masyarakat Anglo-Saxon menghidupkan kembali hukum adat lokal, tetapi mempertahankan unsur-unsur Romawi, terutama dalam administrasi dan praktik gereja, yang kemudian berkembang menjadi hukum kanon.
Penaklukan Norman pada tahun 1066 merupakan tonggak sejarah penting. Inggris diperkenalkan pada feodalisme dan pemerintahan yang lebih terpusat. Selama pemerintahan Raja Henry II (1154–1189), hukum umum lahir melalui pengadilan keliling dan sistem preseden. Ini merupakan dasar awal hukum Inggris modern, ketika putusan hakim mulai diakui sebagai sumber hukum yang mengikat.
Baca Juga: Tiga Lukisan J.J de Nijs, Pengingat Pentingnya Menegakan Keadilan
Pada tahun 1215, Magna Carta ditandatangani, menandai pembatasan kekuasaan raja dan perlindungan hak-hak bangsawan. Dokumen ini sering dianggap sebagai embrio rule of law—bahwa bahkan kekuasaan pun tunduk pada hukum. Sejak saat itu, hubungan antara monarki, bangsawan, dan rakyat menjadi inti dinamika konstitusional Inggris.
Kekakuan hukum umum melahirkan jalur korektif baru, yaitu ekuitas, melalui Pengadilan Chancery. Ekuitas memperkenalkan ganti rugi seperti perintah pengadilan atau pelaksanaan khusus yang tidak tersedia dalam hukum umum. Dualisme ini bertahan berabad-abad hingga akhirnya digabungkan melalui Undang-Undang Judicature (1870-an).
Abad ke-16 dan ke-17 menyaksikan perjuangan antara raja dan Parlemen, terutama selama era Stuart. Revolusi Glorious (1688–1689) mengukuhkan kedaulatan Parlemen dan memperkuat prinsip bahwa pemerintahan hanya sah jika didasarkan pada hukum dan persetujuan rakyat. Inilah dasar konstitusi Inggris yang tidak tertulis namun tetap kokoh hingga hari ini.
Memasuki abad ke-20 dan ke-21, hukum Inggris terus beradaptasi. Yaitu dari perluasan hak-hak sipil, pembentukan Mahkamah Agung untuk menggantikan Dewan Lord (2009), desentralisasi kekuasaan ke Skotlandia dan Wales, hingga tantangan konstitusional modern seperti Brexit. Semua ini menunjukkan bahwa hukum Inggris adalah sistem yang hidup dan terus beradaptasi tanpa kehilangan akar-akarnya.
Sejarah hukum Inggris membuktikan bahwa sistem hukum bukanlah sekadar kumpulan aturan, melainkan cerminan perjalanan politik, sosial, dan budaya. Dari pengaruh Romawi, kebiasaan Anglo-Saxon, preseden Henry II, hingga reformasi kontemporer, hukum Inggris menjadi contoh nyata bagaimana hukum dapat bertahan lebih dari seribu tahun sambil tetap relevan dengan kebutuhan zaman.
Referensi:
- J.H. Baker, An Introduction to English Legal History;
- J. Hudson, The Formation of the English Common Law;
Baca Juga: Hakim sebagai Wakil Tuhan, Asal Usul Historis dan Relevansinya dalam Negara Demokrasi
- H. Potter, Law, Liberty and the Constitution: A Brief History of the Common Law.
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI