Cari Berita

PERMA 1/2023, Langkah Strategis MA Wujudkan Eksekusi Lingkungan Berkelanjutan

Danang Utaryo-Ketua PN Bangkalan - Dandapala Contributor 2025-08-13 10:10:16
Dok. Pribadi.

Menjadi tanggung jawab konstitusional bahwa negara, dalam hal ini termasuk lembaga peradilan, wajib menjamin perlindungan dan pemulihan lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia dan hak generasi masa depan. Di sinilah Mahkamah Agung Republik Indonesia mengambil langkah strategis dengan menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.

Perma ini bukan sekadar norma teknis peradilan, tetapi menjadi tonggak penting dalam menghadirkan keadilan ekologis dan pemulihan lingkungan secara nyata. Latar belakang terbitnya Perma ini menyadari adanya kekosongan pengaturan mengenai mekanisme eksekusi terhadap putusan lingkungan hidup, khususnya yang berkaitan dengan pemulihan lingkungan. Dalam praktik, putusan yang telah inkracht seringkali tidak berdampak signifikan terhadap kondisi lingkungan yang rusak karena eksekusinya semata-mata difokuskan pada penggantian kerugian dalam bentuk uang.

Mahkamah Agung Merespons Kekosongan Hukum

Baca Juga: Aplikasi Perkusi Badilum Sebagai Upaya Transparansi Pelaksanaan Eksekusi

Mahkamah Agung memahami bahwa penegakan hukum lingkungan tidak akan efektif tanpa mekanisme eksekusi yang konkret, khususnya dalam bentuk pemulihan lingkungan hidup. Perma 1/2023 hadir sebagai jawaban atas kekosongan hukum tersebut. Terobosan ini sekaligus menjadi bentuk komitmen MA terhadap prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sebagaimana yang tercermin dalam Sustainable Development Goals (SDGs).

Mengutip pemikiran Pan Mohamad Faiz, pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan generasi saat ini tanpa mengabaikan hak generasi mendatang. Ini pula yang diangkat secara eksplisit dalam bagian “Menimbang” Perma 1/2023, yang menyebutkan bahwa Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya memiliki wewenang untuk mengadili perkara lingkungan hidup dengan tujuan mendorong pembangunan berkelanjutan dan menjamin keadilan lingkungan bagi generasi sekarang dan masa depan.

Apa Itu Pemulihan Lingkungan?

Perma ini memberikan definisi yang jelas. Dalam Pasal 1 angka 20, disebutkan bahwa:

“Pemulihan Lingkungan Hidup adalah upaya dan tindakan untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup yang tercemar dan/atau rusak agar kembali pada keadaan semula atau kembali pada kualitas lingkungan tertentu yang ditentukan sesuai dengan daya dukung, daya tampung, dan produktivitas lingkungan.” Artinya, pemulihan lingkungan bukan semata bentuk kompensasi finansial, melainkan harus berupa tindakan nyata memperbaiki kondisi ekologis. Misalnya, jika hutan telah dibabat, maka yang harus dilakukan adalah penanaman kembali, bukan hanya pembayaran ganti rugi. Inilah roh dari keadilan lingkungan yang ingin dihadirkan oleh Perma 1/2023.

Perubahan Paradigma Eksekusi

Sebelum Perma ini berlaku, putusan perkara lingkungan hidup baik pidana maupun perdata hanya berfokus pada pembayaran ganti rugi atau denda. Seringkali, dana tersebut tidak pernah digunakan untuk memperbaiki lingkungan yang rusak. Eksekusi mandek, dan lingkungan tetap dalam kondisi rusak bertahun-tahun.

Melalui Perma 1/2023, Mahkamah Agung menggeser paradigma eksekusi dari pendekatan kompensatoris (berbasis uang) menjadi restoratif (berbasis pemulihan langsung). Dalam Pasal 30 ayat (2), ditegaskan bahwa tuntutan bisa berbentuk tindakan pemulihan dan/atau permintaan biaya pemulihan. Sedangkan dalam Pasal 52, ditegaskan bahwa meski eksekusi terhadap putusan perdata mengikuti HIR/Rbg, namun eksekusi pemulihan lingkungan hidup mengikuti ketentuan khusus dalam Perma ini, menjadikannya lex specialis di bidang lingkungan.

Rencana Pemulihan sebagai Syarat Eksekusi

Salah satu langkah progresif dalam Perma 1/2023 adalah mewajibkan adanya dokumen rencana pemulihan lingkungan. Dalam Pasal 56, disebutkan bahwa amar putusan pengadilan harus mencantumkan tindakan-tindakan yang sesuai dengan rencana pemulihan yang diajukan oleh penggugat dan telah terbukti di persidangan.

Sementara Pasal 57 menegaskan bahwa setelah putusan dibacakan, penggugat wajib mengajukan rencana pemulihan berdasarkan fakta persidangan dan kondisi lapangan. Ini merupakan pendekatan berbasis evidence-based decision, yang memperkuat akuntabilitas dan keefektifan eksekusi. Tidak ada lagi ruang untuk pelaksanaan yang ambigu atau sekadar administratif.

Pemulihan Dapat Dilakukan Langsung oleh Penggugat

Bagaimana jika tergugat menolak menjalankan isi putusan secara sukarela? Dalam Pasal 64 dan 66, Perma 1/2023 menegaskan bahwa penggugat tetap dapat melakukan tindakan pemulihan dengan biaya dari tergugat.

Pemulihan ini bisa dilakukan melalui dua mekanisme: pertama, tergugat melakukan sendiri pemulihan (secara sukarela), atau kedua, membayar sejumlah uang kepada penggugat untuk melaksanakan pemulihan. Yang membedakan, dana tersebut tidak boleh digunakan untuk keperluan lain, melainkan harus disalurkan sepenuhnya untuk tindakan pemulihan ekologis sebagaimana dimandatkan oleh amar putusan dan rencana pemulihan.

Eksekusi Dalam Perkara TUN dan Harmonisasi dengan Sistem Hukum

Tidak hanya mencakup perkara pidana dan perdata, Perma 1/2023 juga mengatur pelaksanaan putusan perkara Tata Usaha Negara (TUN) dalam konteks lingkungan hidup. Pasal 28 menyebutkan bahwa pejabat pemerintahan yang tidak melaksanakan putusan TUN dapat dikenakan sanksi administratif berupa pembayaran sejumlah uang paksa, bahkan pengumuman sanksi tersebut dapat dilakukan melalui media massa lokal. Ini menjadi bentuk tekanan publik agar pemerintah tidak abai terhadap pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara lingkungan.

Tiga Pilar Penting dalam Perma 1/2023

Secara umum, terdapat tiga hal pokok yang menjadi pilar penting Perma 1/2023:

  1. Keharusan menyusun rencana pemulihan sebagai syarat agar amar putusan dapat dieksekusi secara efektif.
  2. Pemulihan oleh pencemar secara sukarela, yaitu pelaksanaan langsung tindakan perbaikan lingkungan.
  3. Penegasan sanksi bagi pencemar yang tidak patuh, berupa pembayaran dana pemulihan yang wajib digunakan untuk memperbaiki lingkungan yang rusak.

Ketiga pilar ini mengubah wajah penegakan hukum lingkungan yang selama ini stagnan pada level normatif.

Menghindari Tumpang Tindih Eksekusi: Pasal 79 dan 80

Perma ini juga menyadari bahwa bisa saja suatu objek perkara lingkungan diproses baik melalui gugatan perdata maupun tuntutan pidana. Untuk itu, Pasal 79 memberi kejelasan: apabila kedua perkara telah diputus dan inkracht, maka putusan yang lebih dahulu berkekuatan hukum tetaplah yang dijalankan. Tujuannya adalah menciptakan kepastian hukum dan mencegah terjadinya duplikasi atau tumpang tindih eksekusi yang kontraproduktif.

Sementara Pasal 80 memuat ketentuan peralihan. Putusan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap sebelum Perma ini berlaku, tetap dapat dilaksanakan dengan menyertakan rencana pemulihan saat mengajukan eksekusi. Jika pembayaran biaya pemulihan belum dilakukan, dana tersebut harus tetap digunakan untuk pemulihan, bukan untuk kompensasi umum. Bahkan, untuk putusan yang sedang dalam proses upaya hukum, Perma ini telah mengatur bahwa proses tetap berjalan baik di tingkat banding atau kasasi.

Penutup: Mahkamah Agung Membuka Jalan Baru

Baca Juga: Sempat Tegang, PN Magelang Berhasil Eksekusi Putusan Perdata Tanah-Rumah

Perma 1/2023 adalah terobosan hukum yang patut diapresiasi. Ini bukan sekadar produk normatif, tetapi sebuah visi besar Mahkamah Agung dalam menghadirkan keadilan ekologis di tengah tantangan kerusakan lingkungan yang semakin kompleks. Melalui Perma ini, Mahkamah Agung tidak hanya menunjukkan keberpihakan terhadap lingkungan, tetapi juga mengisi kekosongan hukum dengan prinsip-prinsip progresif yang berpijak pada kebutuhan masa depan. Mahkamah Agung telah mengukuhkan dirinya tidak hanya sebagai penjaga hukum, tetapi juga sebagai pengawal keberlanjutan kehidupan.

Langkah ini tentu perlu diikuti dengan konsistensi dalam implementasi, peningkatan kapasitas hakim dan aparat penegak hukum, serta partisipasi masyarakat dalam pengawasan pelaksanaan putusan. Namun satu hal yang pasti: kita tidak lagi berjalan di tempat. Dengan Perma 1/2023, Mahkamah Agung telah memulai langkah besar menuju eksekusi lingkungan yang adil dan berkelanjutan. (al/ldr)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI