Judi online atau dikenal judol di Tanah Air semakin marak dan mulai meresahkan,bukan tanpa sebab Judi Online ini muncul ditengah-tengah masyarakat kita bak jamur muncul ditengah hujan. Hal ini disebabkan dengan adanya teknologi digital, dan internet yang gampang dikases lewat genggaman Handphone sehingga perjudian semakin mudah diakses dan para pemain tidak harus bertatap muka atau mendatangi lokasi bandar untuk bermain, melainkan hanya tersambung internet dan akun rekening bank atau dompet digital malalui sarana Aplikasi simpan uang bernama DANA.
Sebelum membahas judi online baiknya kita baiknya mengkilas balik serta menelisik sejarah Judi yang konon adalah salah satu kejahatan tertua umat manusia sebelum peradaban lahir. Sejarawan Belanda Johan Huizinga dalam bukunya Homo Ludens mendefenisikan manusia yang dasarnya adalah makhluk sosial dengan gaya hedonisme tinggi yang suka bermain dan berpesta termasuk berjudi. Perjudian telah dikenal sepanjang sejarah umat manusia dan bukti paling awal perjudian berasal dari sekitar tahun 2300 SM di Tiongkok, berdasarkan buku Tiongkok "Book Of Songs", yang mengacu pada gambar kayu, menunjukkan bahwa ubin mungkin telah menjadi komponen permainan lotere.
Di Indonesia, jejak aktivitas perjudian bisa ditelusuri sejak masa kerajaan-kerajaan zaman nusantara lama, menjadi sarana hiburan, ritual adat, hingga alat untuk mempertaruhkan kekuasaan yang ditemukan dalam berbagai prasasti dan naskah kuno. Ketika VOC berkuasa di Indonesia, perjudian tidak hanya dibiarkan, tetapi justru difasilitasi. Pada tahun 1620, VOC memberikan hak kepada warga Tionghoa untuk membuka dan mengelola rumah judi. Permainan kartu dan dadu mulai masuk melalui imigran China. Pajak dari perjudian bahkan menjadi sumber pemasukan terbesar kedua bagi VOC, setelah pajak kepala. Pada abad ke-19, pemerintah Hindia Belanda memperkenalkan lotere, bentuk perjudian dengan sistem undian. Namun, lotere kurang diminati karena nilai taruhannya tinggi, masyarakat kelas bawah lebih memilih berjudi lewat capjiki dan sikia, yang lebih terjangkau.
Baca Juga: Judol : Penjudi Atau Korban Penipuan?
Setelah Indonesia merdeka, perjudian sejarahnya pernah dilegalkan secara terbuka di akhir 1960-an melalui Surat Keputusan Gubernur No.805/A/k/BKD/1967, saat itu praktik perjudian diresmikan di Ibu Kota dan menggunakan Undang-Undang Darurat Nomor 11 tahun 1957 pasal 14 tentang Pemerintah Daerah (Jakarta) berhak memungut pajak dari judi.
Kemudian Pemerintah Orde Baru pernah melegalkan bentuk perjudian dengan nama Porkas (Pekan Olahraga Ketangkasan). Sistemnya adalah undian berhadiah berbasis pertandingan sepak bola. Dana yang terkumpul digunakan untuk mendukung kompetisi Galatama yang dikelola oleh PSSI. Saat itu masyarakat sangat antusias membeli kupon Porkas, menebak hasil pertandingan 14 klub Galatama dengan hasil tidak menentu kadang menang,kadang seri dan kadang kalah, lalu hasilnya diundi setiap pekan oleh PSSI dan KONI.
Meski mengundang pro dan kontra, Porkas kala itu cukup untuk menggalang dana olahraga. Namun, pada 1993, kemudian pemerintah menghentikan segala bentuk judi dan undian berhadiah resmi. Meski begitu, praktik perjudian tak serta-merta hilang dari mulai kebiasanan memainkan sabung ayam dengan taruhan uang dan bermain judi kolok kolok tumbuh subur dan mereka bermain sembunyi-sembunyi dan hasilnya menjadi penyakit Masyarakat kala itu yang patut diwaspadai karena dapat mengganggu Kamtibmas.
Namun di era digital ini ada yang berbeda , perjudian kembali muncul dengan wajah baru. Tak lagi kasat mata, tapi mudah diakses melalui layar ponsel dan komputer. Pada tahun 2000, Indonesia menjadi salah satu pasar perjudian terbesar di Asia. Saat Piala Euro 2000, taruhan judi di Jakarta saja diperkirakan mencapai Rp1,8 triliun. Kini, perjudian online kian menjamur, dengan iklan-iklannya hadir di berbagai platform digital, bahkan menyusup ke dalam aplikasi dan situs populer.
Kemunculan judi online tak bisa dilepaskan dari pengesahan Undang-Undang Perdagangan dan Pemrosesan bebas pada 1994, di Antigua dan Barbuda, Kepulauan Karibia.
Dikutip dari tulisan Robert Wood dalam “Internet Gambling: Past, Present and Future” (2007), pengesahan UU ini merupakan titik awal kemunculan perjudian di ruang maya yang mendorong kemunculan software judi pertama yang diluncurkan oleh perusahaan gim Microgaming pada tahun 1994. Di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya sudah terpapar internet sehingga judi bertransformasi dari konvesional hingga modern tidak terelakan, maka Judi Online pun muncul di Indonesia.
Secara hukum, tindak perjudian online dilarang dalam Pasal 27 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pada aturan tersebut dijelaskan, siapa pun yang secara sengaja mendistribusikan atau membuat dapat diaksesnya judi online dengan menstrasmisikan menggunakan perangkat lunak, dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Berbeda dengan judi konvensional, pidana tindak perjudian dulunya diatur dalam Pasal 303 KUHP dan 303 bis KUHP dengan aturan penjara paling lama 4 tahun, dan/atau denda pidana paling banyak Rp10 juta bagi para pemainnya.(WI/FAC)
Referensi :
Baca Juga: Bahas Fenomena Judol, PN Tanjungkarang-Kampus IIB Gelar FGD
Budi Suhariyanto. Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime). Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.
Trisnawati A.P, Prakoso A, Prihatmini S,. 2015. kekuatan pembuktian transaksi elektronik dalam tindak pidana perjudian online dari perspektif undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI