Cari Berita

Kaidah Hukum Citizen Lawsuit: Pemerintah Wajib Lindungi Masyarakat dari Jeratan Pinjol

Arief Sapto Nugroho, SH, MH (Redaktur Pelaksana Dandapala) - Dandapala Contributor 2025-05-07 10:00:47
Dok. Penulis

Dalam perkara ini Nining Elitos dan kawan-kawan (19 orang) mengajukan gugatan warga negara (citizen lawsuit) kepada: 1. Presiden RI, 2. Wakil Presiden RI, 3. Ketua DPR RI, 4. Menkominfo, dan 5. Ketua Dewan Komisioner OJK. 

Para Penggugat mendalilkan negara telah gagal mengendalikan pinjaman online yang telah menyebabkan ribuan orang mengalami pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia.

Para Penggugat berharap agar Para Tergugat sebagai pejabat pemerintahan dapat melaksanakan kewajibannya untuk melindungi dan memenuhi hak asasi manusia setiap warga negaranya, dalam hal ini yaitu pemenuhan hak atas privasi dan hak atas rasa aman dengan menerbitkan regulasi terkait penyelenggaraan pinjaman online yang melindungi kepentingan masyarakat dibarengi dengan pengawasan dan penegakan hukum ketika terjadi pelanggaran hukum dalam pelaksanaan pinjaman online.

Baca Juga: Banyak yang Belum Tahu! Ternyata Pinjol Ilegal Bisa Diberantas Pakai Aturan Zaman Belanda Ini

Dalam peradilan tingkat pertama, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan Putusan Nomor 689/Pdt.G/2021/PN Jkt.Pst tanggal 26 September 2022 yang menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara a quo, dengan pertimbangan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang didalilkan Para Penggugat adalah PMH dalam urusan pemerintahan (tindakan pemerintahan) sehingga menjadi wewenang Peradilan Tata Usaha Negara.

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan Putusan Nomor 274/PDT/2023/PT DKI, tanggal 7 Juni 2023.

Pada akhirnya di tingkat kasasi, Mahkamah Agung mengabulkan gugatan Para Penggugat dengan Putusan Nomor 1206 K/Pdt/2024, tanggal 24 April 2024. Dalam putusannya, Mahkamah Agung memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:

Bahwa praktik peradilan selama ini, Peradilan Umum telah mengadili pokok perkara gugatan warga negara terhadap pejabat-pejabat negara atau pemerintah seperti Presiden, Menteri atau pejabat pemerintah lainnya yang didalilkan telah melakukan perbuatan melawan hukum yang bersifat abstrak seperti dalam perkara: Sandyawan Sumardi tentang perlindungan hukum buruh migran Indonesia, Kristiono dan kawan-kawan yang menggugat penyelenggaraan ujian nasional, Said Iqbal dalam kasus Sistem Jaminan Sosial Nasional, Arie Rompas dalam perkara lingkungan hidup di Kalimantan dan Melanie Subono dalam kasus pencemaran udara di Jakarta.

Bahwa demi menjaga kesatuan penerapan hukum dan atau konsistensi putusan hukum, maka Peradilan Umum harus dinyatakan tetap berwenang mengadili perkara a  quo karena pokok gugatan warga negara dalam perkara a quo tidak mengenai tindakan pemerintah yang bersifat konkrit dan individual. Dengan demikian, putusan Judex Facti yang menyatakan tidak berwenang harus dibatalkan dan Judex Juris dengan mendasarkan pada asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan berwenang mengadili pokok perkara ini.

Bahwa tujuan utama diajukannya gugatan warga negara (citizen lawsuit) sebagaimana dalam perkara a quo, adalah mendorong penguasa untuk memberikan perlindungan kepada setiap warga negara dengan melahirkan peraturan sesuai kewajibannya, karena keadaan nyata kehidupan masyarakat yang terganggu, oleh karena itu gugatan warga negara (citizen lawsuit) tidak ditujukan pada ganti kerugian, tetapi pada pernyataan lalai terhadap penguasa sebab tidak menerbitkan peraturan yang melindungi masyarakat yang disebabkan adanya keresahan dengan bertebarannya pinjaman online.

Bahwa merebaknya pinjaman online di satu sisi memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh pinjaman dana cepat, namun dengan bunga yang tinggi, mengakibatkan orang atau anggota masyarakat menjadi tergantung dan terjerat hutang tanpa putus, karena kegagalan membayar angsuran pada satu pinjaman online akan ditutup dengan pinjaman online lainnya, yang semuanya akan membawa masyarakat pada kondisi terjerat hutang dan berada dalam keadaan terperas keringatnya dengan bekerja yang hasilnya untuk membayar hutang.

Bahwa Para Penggugat juga menunjukkan data hasil Pos Pengaduan Korban Pinjaman Online, antara lain:

  1. terdapat 14 (empat belas) pelanggaran  yang dialami para pengadu, yaitu bunga tinggi dan tanpa batasan, penagihan yang dilakukan tidak hanya kepada peminjam  atau kontak darurat, penyebaran  foto dan informasi pinjaman ke kontak yang ada  di hand phone peminjam, pengancaman dan fitnah, pelecehan seksual, penipuan, penyebaran data pribadi dan seterusnya;

  2. pengaduan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sebanyak 89 (delapan puluh sembilan) aduan dari 25 (dua puluh lima) provinsi di seluruh Indonesia;

  3. 72 % (tujuh puluh dua persen) pengadu adalah perempuan dan 28 % (dua puluh delapan persen) laki-laki;

  4. setengah jumlah pengadu menggunakan 1 sampai dengan 5 aplikasi pinjaman online dan ada yang menggunakan 38 aplikasi pinjaman online;

  5. 84 % (delapan puluh empat persen) pinjaman di bawah Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah);

data-data tersebut, menunjukkan bahwa keberadaan pinjaman online mengakibatkan adanya kemudahan meminjam dan memperoleh dana cepat, tetapi menjerat dan hampir tanpa perlindungan hukum terhadap hak peminjam untuk memperoleh rasa aman dan terhormat.

Bahwa gugatan yang diajukan oleh Para Penggugat memberikan gambaran nyata bahwa keberadaan pinjaman online nampak seperti memberikan pertolongan, tetapi sebenarnya mengeksploitasi masyarakat untuk bekerja yang hasilnya diserahkan kepada pemberi pinjaman dengan aplikasi pinjaman online, oleh karena itu gugatan Para Penggugat harus dipandang sebagai ikhtiar, kepedulian dan kesungguhan Para Penggugat untuk melindungi masyarakat dari jeratan pinjaman online yang disebabkan tidak adanya peraturan yang melindungi dan menyeimbangkan  keadaan masyarakat sebagai peminjam dengan usaha pinjaman online yang memberikan dana pinjaman.

Bahwa gugatan Para Penggugat yang pada pokoknya mohon agar Para Tergugat  dinyatakan  telah  lalai  karena  membiarkan  transaksi  pinjaman online tanpa adanya peraturan yang adil, dapat dibenarkan dan beralasan untuk dikabulkan.

Bahwa sudah menjadi pengetahuan umum yang tidak memerlukan pembuktian lagi (notoir feiten), yaitu keadaan tersebut apabila berlanjut tanpa pengaturan secara hukum yang adil dan berkepastian hukum, keberadaan pinjaman online tidak akan membawa manfaat dan kebaikan bagi masyarakat, tetapi justru sebaliknya akan membawa  kehidupan masyarakat tenggelam pada keterpurukan secara ekonomi, tereksploitasi dan tidak dapat bangkit lagi.

Bahwa berdasarkan alasan tersebut, gugatan Para Penggugat terhadap Para Tergugat justru membawa manfaat besar bagi masyarakat dalam upaya menghentikan jeratan dan eksploitasi pinjaman online, melalui dilahirkannya peraturan yang adil, berkepastian hukum dan komprehensif, yang semuanya itu menjadi kewajiban Tergugat I (Presiden RepubIik Indonesia) dengan dukungan Para Tergugat II, III, IV dan V.

Dalam amar putusannya Mahkamah Agung menyatakan Para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. Presiden, Wapres dan DPR dihukum untuk melakukan supervisi terhadap Tergugat IV (Menkominfo) untuk membuat peraturan yang menjamin perlindungan hukum bagi pengguna pinjaman online, membuat regulasi untuk memastikan izin pendaftaran aplikasi pinjaman online, membuat sistem pengawasan data pribadi dan melakukan penegakan hukum dalam aplikasi peer to peer lending atau pinjaman online. Presiden, Wapres dan DPR juga dihukum untuk melakukan supervisi terhadap Tergugat V (OJK) agar membuat peraturan yang menjamin perlindungan hukum bagi masyarakat pengguna aplikasi pinjaman online antara lain regulasi uji kelayakan pengajuan pinjaman, batasan akses data pribadi, jaminan tidak adanya ketentuan baku, larangan penyebaran data pribadi, biaya administrasi yang wajar dan adil, batasan bunga pinjaman, larangan penagihan yang dilakukan dengan tindak pidana, mekanisme penyelesaian pengaduan/sengketa konsumen dan sanksi pencabutan izin usaha bagi yang melanggar. 

Tergugat IV (Menkominfo) dihukum untuk membuat aturan yang menjamin penghormatan, perlindungan hukum bagi masyarakat pengguna pinjaman online, bekerja sama dengan perusahaan layanan distrubusi aplikasi digital untuk membuat regulasi yang memastikan pinjaman online dapat beroperasi, membuat sistem pengawasan perlindungan data pribadi yang terintegrasi dan melakukan penegakan hukum terhadap tindak pidana dalam praktik pinjaman online.

Tergugat V (Dewan Komisioner OJK) dihukum untuk membuat regulasi yang menjamin penghormatan dan perlindungan bagi masyarakat pengguna pinjaman online. Regulasi tersebut antara lain mengatur proses uji kelayakan sebelum disepakatinya perjanjian pinjaman online, batasan akses data pribadi, jaminan tidak adanya ketentuan baku, larangan penyebaran data pribadi, biaya administrasi pinjaman, batasan bunga pinjaman, larangan penagihan dengan tindak pidana, mekanisme penyelesaian pengaduan dan sengketa konsumen, sanksi pencabutan izin usaha bagi aplikasi pinjaman online yang melanggar maupun pihak ketiga yang bekerja sama. OJK juga harus memastikan tidak ada lagi pelanggaran hukum dalam penggunaan aplikasi pinjaman online dengan melakukan pengawasan menyeluruh dan menjatuhkan sanksi bagi perusahaan yang melanggar.

Baca Juga: Sosok Mantan Wakil Ketua MA Andi Samsan Nganro dan Kedekatannya dengan Pers

Semoga putusan Mahkamah Agung tersebut dapat dilaksanakan dan tidak ada lagi masyarakat yang terjerat pinjaman online sehingga berakibat melakukan berbagai tindakan yang merugikan dirinya sendiri maupun masyarakat. (ASN) 

*Hakim Yustisial MA RI-Redaktur Pelaksana Dandapala

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum