Cari Berita

Tak Kuat Mendengar Pengakuan Terdakwa, Ayah Korban: Saya izin keluar, Yang Mulia!

article | Berita | 2025-10-02 15:40:49

Bengkayang – Suasana sidang kasus dugaan pemerkosaan dan pembunuhan anak di bawah umur di Pengadilan Negeri (PN) Bengkayang, Kalimantan Barat pada Selasa (30/09) mendadak haru. Ayah korban tak kuasa menahan tangis dan meninggalkan ruang sidang saat mendengar pengakuan terdakwa, yang tak lain adalah paman korban sendiri.“Saya izin keluar, Mulia. Tidak sanggup dengar pengakuan terdakwa pada anak saya. Padahal dia pamannya sendiri,” ujar ayah korban dengan suara bergetar. Ketua Majelis Hakim Lanora Siregar mengizinkan sang ayah menunggu di luar ruang persidangan.Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa terdakwa berinisial H (25) dengan dakwaan alternatif, yaitu melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap anak untuk melakukan persetubuhan hingga menyebabkan kematian sebagaimana Pasal 76D jo Pasal 81 Ayat (3) dan (5) UU Perlindungan Anak, atau pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian sesuai Pasal 365 ayat (2) ke-1, ke-3 jo Pasal 365 ayat (3) KUHP, atau pembunuhan sebagaimana Pasal 338 KUHP.Peristiwa tragis itu terjadi pada Senin (19/05) dini hari. Terdakwa H, yang sebelumnya bertengkar dengan istrinya soal ekonomi, melintas di rumah korban LR (13) yang saat itu sendirian. Ia masuk lewat jendela, mencuri ponsel korban, namun aksinya ketahuan. Saat korban berteriak, H mencekiknya hingga tewas, lalu menyetubuhi jasad korban.LR ditemukan tak bernyawa oleh adiknya pada pukul 05.30 WIB di kamar mandi, dengan kepala terendam di bak air dan leher terlilit celana.Sidang perkara ini masih berlanjut. Agenda sidang berikutnya dijadwalkan pada Selasa (07/10) mendatang. (SNR/LDR)

Cemburu Buta Berujung 1 Tahun Penjara

article | Sidang | 2025-09-30 09:05:11

Tanjung- Pengadilan Negeri (PN) Tanjung, Kalimantan Selatan (Kalsel) menjatuhkan putusan berdasarkan prinsip keadilan restoratif kepada FR. Bagaimana ceritanya?Perkara penganiayaan Nomor 90/Pid.B/2025/PN Tjg itu diputus pada Selasa (23/9/2025). Putusan ini diketok oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh Ziyad dengan anggota Nurul Hasanah dan Rizky Aulia Cahyadri. “Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan sebagaimana dalam dakwaan subsidair. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun” ucap Ketua Majelis Hakim Ziyad dalam putusannya. Terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan berdasarkan Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan penuntut umum yang menuntut agar Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 2 (dua) tahun;Kasus ini bermula ketika Terdakwa bersama temannya bernama H pergi ke rumah Korban. Pada saat di rumah Korban terjadi adu mulut antara H dengan Korban, kemudian Terdakwa langsung menusuk Korban menggunakan pisau dengan tangan kanan sebanyak 1 (satu) kali mengenai paha kiri korban. Terdakwa melakukan perbuatan tersebut karena Terdakwa berteman dengan H dan korban memiliki masalah dengan H, yang mana H cemburu melihat kedekatan istrinya dengan korban.Dalam persidangan Korban sudah memaafkan Terdakwa, dan sudah dibuat Surat Perjanjian Damai antara korban dengan Terdakwa. Selain itu, korban juga menerima ganti ganti rugi dari Sdr. H sejumlah Rp10 juta dengan cara mencicil dan sedikit lagi lunas.Dalam pertimbangannya Majelis Hakim memperhatikan ada Surat Perjanjian Damai antara Terdakwa dengan korban yang ditandatangani oleh Terdakwa dan korban. Surat Perjanjian Damai itu pada pokoknya menyebutkan bahwa Terdakwa tidak akan mengulangi perbuatannya lagi kepada korban dan sudah tidak ada masalah apapun antara kedua pihak, Surat Perjanjian Damai tersebut di persidangan diakui baik oleh Terdakwa maupun korban.Selain itu, Majelis Hakim juga melihat adanya penyesalan dari Terdakwa dan Terdakwa berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi, serta Terdakwa dan korban juga telah saling memaafkan dihadapan Majelis Hakim di persidangan.Lebih lanjut Majelis Hakim menerangkan dengan tercapainya perdamaian dan saling memaafkan antara Terdakwa dengan korban menunjukkan adanya bentuk pertanggungjawaban dari Terdakwa dan telah memulihkan hubungan antara Terdakwa dengan  korban maka telah memenuhi rasa keadilan baik bagi korban maupun Terdakwa, oleh karenanya terhadap tuntutan yang diberikan oleh Penuntut Umum, Majelis berpendapat terlalu berat dan tidak sejalan dengan tujuan dari mengadili perkara pidana berdasarkan keadilan restoratif yaitu untuk mengupayakan pemulihan dan bukan hanya pembalasan, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 19 ayat (1) Perma Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Mengadili Perkara Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, sehingga Majelis Hakim memberikan keringanan hukuman kepada Terdakwa. IKAW/WI

Kasus Anak yang Pukul Anggota Polisi Berakhir Damai di PN Bajawa NTT

article | Sidang | 2025-09-23 19:10:44

Bajawa - Upaya diversi yang difasilitasi oleh Pengadilan Negeri (PN) Bajawa, Nusa Tenggara Timur (NTT) membuahkan hasil. Seorang anak berusia 17 tahun, J yang didakwa secara bersama- sama melakukan kekerasan terhadap anggota Polri bernama Y akhirnya mencapai perdamaian dengan korban.Berdasarkan surat dakwaan Kejaksaan Negeri (Kejari) Ngada, peristiwa bermula pada Senin (23/6) sekitar pukul 03.10 WITA. Korban Y yang tengah beristirahat di dalam mobil Grand Max di Bajawa, didatangi oleh beberapa orang, termasuk Anak J. Terjadi perselisihan yang berujung pada pemukulan terhadap korban, hingga mengakibatkan luka memar di beberapa bagian tubuh sebagaimana tertuang dalam Visum et Repertum RSUD Bajawa.Atas perbuatannya, Anak J didakwa dengan dakwaan alternatif, yakni Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang pengeroyokan atau Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Namun mengingat pelaku masih berstatus anak dan ancaman pidana yang didakwakan memenuhi syarat untuk dilakukan diversi, proses hukum diarahkan pada penyelesaian di luar persidangan.Melalui proses diversi di PN Bajawa, kedua belah pihak akhirnya sepakat berdamai. Anak J bersama orang tuanya, G, menyampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada korban pada Senin (22/9).Korban dengan ikhlas menerima permintaan maaf tersebut dan menyatakan tidak akan melanjutkan perkara ke persidangan. Kesepakatan ini dibuat secara sukarela tanpa ada paksaan dari pihak manapun.Fasilitator diversi di PN Bajawa, Rudi Yakin, menyampaikan bahwa "keberhasilan penyelesaian perkara ini menunjukkan komitmen peradilan anak dalam mengedepankan prinsip keadilan restoratif. Diversi menjadi solusi agar anak tidak terjebak dalam proses peradilan formal dan tetap memiliki kesempatan memperbaiki diri", ucapnya dikutip DANDAPALA.Dengan tercapainya perdamaian ini, perkara pidana anak yang semula berpotensi berlanjut ke persidangan kini dinyatakan selesai. Anak dikembalikan ke lingkungan sosialnya dengan harapan dapat tumbuh lebih baik, sementara korban mendapatkan pengakuan dan permintaan maaf yang tulus.Keberhasilan diversi ini menjadi contoh nyata penerapan prinsip perlindungan anak dalam sistem peradilan pidana. PN Bajawa bersama aparat penegak hukum, keluarga, dan masyarakat menunjukkan bahwa penyelesaian perkara tidak selalu harus berakhir dengan hukuman, melainkan dapat ditempuh dengan jalan damai yang berkeadilan bagi semua pihak. (SSAY/IKAW/WI)

Gegara Ribut Soal Obrok, PN Kayuagung Vonis Kadir 5 Tahun Penjara

article | Berita | 2025-09-17 12:35:39

Kayu Agung, Sumsel – Gegara persoalan obrok, Kadir (33) harus mendekam 5 tahun di penjara karena menikam Andi hingga meninggal. Obrok adalah keranjang yang lazim digunakan untuk mengangkut kelapa sawit menggunakan motor. “Terbukti bersalah melakukan penganiayaan menyebabkan mati dan dijatuhi pidana penjara selama 5 tahun,” ucap Majelis Hakim PN Kayu Agung dalam sidang yang terbuka untuk umum. Putusan dibacakan Guntoro E. Sekti didampingi Nugroho Ahadi dan Anisa Putri Handayani pada gedung kantor yang terletak di Jalan Mukhtar Saleh 119, Kayu Agung, Rabu (17/9/2025). Kasus bermula saat Kadir datang ke rumah Andi di Desa Tebing Suluh, Lempuing, OKI, Sumsel menanyakan obrok miliknya. Sore harinya (30/4/2025) Andi yang tidak terima balik mendatangi rumah Andi. “Setelah cekcok mulut, terjadi perkelahian dan terdakwa menikam perut korban hingga akhirnya meninggal dunia di rumah sakit,” sebagaimana bunyi dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).Terdakwa diajukan ke persidangan PN Kayu Agung. JPU pada Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir mengajukan dakwaan alternatif, melanggar Pasal 338 KUHP atau Pasal 351 ayat (3) KUHP.Terungkap di persidangan terdakwa setelah menusuk korban, kemudian membawanya ke rumah sakit. “Benar Yang Mulia, akibat tusukan pisau, pinggang korban berdarah, saya berusaha menolong dengan membawa ke rumah sakit,” ujar Kadir. Melihat korban meninggal, terdakwa menyerahkan diri ke polisi.Perbuatan terdakwa berusaha menolong korban dan menyerahkan diri menjadi pertimbangan meringankan. Sedangkan yang memberatkan karena tidak adanya kesepakatan damai dengan keluarga korban.Meski harus mendekam 5 tahun di penjara, Andi yang didampingi Penasihat Hukumnya menyatakan menerima putusan. Sedangkan JPU menyatakan pikir-pikir. (seg)

Lagi! PN Kuala Kapuas Kalteng Terapkan Restorative Justice di Kasus Penganiayaan

article | Sidang | 2025-07-29 13:30:32

Kuala Kapuas- Pengadilan Negeri (PN) Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng) kembali berhasil menerapkan Restorative Justice (RJ) dalam Perkara Penganiayaan. Majelis menjatuhi pidana penjara selama 3 bulan dan 10 hari kepada Jamsi, Pria (62) asal Kabupaten Kapuas  pada Kamis (24/07/2025).“Menyatakan Terdakwa Jamsi Bin Imran tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penganiayaan” sebagaimana dalam dakwaan tunggal,” ucap Ketua Majelis Christina Simanullang dengan didampingi Hakim Anggota Syarli Kurnia Putri dan Wuri Mulyandari di ruang sidang PN Kuala Kapuas terbuka untuk umum.“Dengan Putusan ini, maka masa pidana yang akan Terdakwa jalani masih sisa 10 (sepuluh) hari. Setelah menjalani masa pidana ini Saudara dapat kembali ke masyarakat dan agar tidak mengulangi lagi perbuatan yang sama” tambah Ketua Majelis.Kasus bermula ketika Saksi Korban mempunyai hutang kepada Terdakwa sejumlah 3 juta rupiah. Kemudian Terdakwa menagih hutang kepada Korban beberapa kali. Namun, Korban tidak kunjung membayarkan hutangnya kepada Terdakwa. Bahkan Korban kemudian melarikan diri, hingga tidak diketahui lagi keberadaanya. Selanjutnya, pada hari Rabu (23/04/2025) sekitar Pukul 13.40 saat Terdakwa pergi berburu burung dan tupai di kebun, Terdakwa membawa dan menggunakan pistol Air Soft Gun miliknya. Lalu Terdakwa mampir di Toko Bangunan untuk membeli paku. Pada saat Terdakwa berada di Toko Bangunan, Terdakwa bertemu dengan Saksi Korban. Oleh karena Terdakwa merasa kesal hutangnya belum dibayar oleh Korban, maka Terdakwa langsung memukul Saksi Korban di bagian bahu belakang dengan tangannya.Kemudian Korban memberikan reaksi kaget hingga mendorong Terdakwa sampai terjatuh. Disebabkan masih emosi, Terdakwa langsung mengambil pistol Air Soft Gun miliknya dan memukulkan gagang pistol tersebut ke wajah Saksi Korban. Namun atas pukulan Terdakwa, Saksi Korban masih dapat menangkisnya. Kemudian Terdakwa menembakan pistol tersebut ke badan Saksi Korban sebanyak 3 (tiga) kali namun hanya 1 (satu) tembakan saja yang mengenai tangan kiri Korban. Selanjutnya, datang karyawan toko melerai keributan antara Terdakwa dan Korban.Di muka persidangan, Korban dan Terdakwa menerangkan pada tingkat penyidikan telah tercapai kesepakatan perdamaian. Isi Kesepakatan tersebut antara lain, Terdakwa dan Saksi Korban sudah saling memaafkan dan Terdakwa bersedia memberikan ganti rugi sebesar 6 juta rupiah.   Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan oleh karena sebelum persidangan telah terjadi perdamaian antara Korban dengan Terdakwa maka berdasarkan Pasal 9 Perma Nomor 1 Tahun 2024, Majelis Hakim menjatuhi pidana kepada Terdakwa dengan Pendekatan Keadilan Restoratif. Sehingga keadaan tersebut, menjadi keadaan yang meringankan bagi Terdakwa.Atas putusan tersebut Terdakwa dan Penuntut Umum menerima putusan tersebut. (zm/wi)

Aniaya hingga Mati Kekasih yang Kerap Lakukan Kekerasan, Sugiyati Dibui 6 Tahun

article | Sidang | 2025-04-22 10:55:25

Denpasar- Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali menjatuhkan hukuman kepada Sugiyati (34) yang menganiaya kekasihnya hingga mati, I Nyoman Widiyasa (34), selama 6 tahun penjara. Sugiyati melakukannya karena dilatarbelakangi kerap dianiaya dan diperlakukan kasar oleh korban.Sebagaimana dikutip dari Sistem Informasi Penelurusan Perkara PN Denpasar, Selasa (22/4/02025, kasus ini bermula saat Widiyasa pulang dalam kondisi mabuk pada Kamis (18/7/2024) dini hari. Korban memarahi Sugiyati. Percekcokan terus terus terjadi dan kekerasan fisik kerap dialami Sugiyati.Pada 21 Juli 2024, Sugiyati habis kesabaran saat korban pulang mabuk dan marah-marah. Saat korban sedang tidur, Sugiyati membekap korban dengan bantal hingga tewas. Setelah itu, Sugiyati panik dan mencoba menutupi jejak dengan pura-pura korban mati bunuh diri. Belakangan kasus ini terungkap dan Sugiyati diproses ke pengadilan. “Menyatakan terdakwa Sugiyati tersebut tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pembunuhan sebagaimana dalam dakwaan primair. Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari dakwaan primair,” ucap majelis pada Senin (21/4) kemarin.Majelis hakim memilih menyatakan terdakwa Sugiyati tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan mengakibatkan mati’ sebagaimana dalam dakwaan subsidair.“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun,” ucap majelis hakim yang diketuai I Wayan Yasa dengan anggota Ni Kadek Kusuma Wardani dan I Gusti Ayu Akhiryani. (asp/asp)

Terbukti Aniaya Sesama, 5 Penghuni Rutan Palembang Diganjar 12 Tahun Penjara

article | Berita | 2025-03-09 15:00:19

Palembang. Terbukti melakukan kekerasan sehingga menyebabkan mati, 5 penghuni Rutan Kelas I Palembang diganjar 12 tahun penjara. “Menyatakan terdakwa M. Yusuf, Arjuna, Wahyu Andreansyah, Hendra Gunawan dan Andika Rahmadita terbukti melakukan kekerasan menyebabkan orang mati dan menjatuhkan pidana penjara masing-masing 12 tahun,” demikian amar putusan yang dikutip dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Palembang.Pidana dijatuhkan oleh Majelis Hakim yang diketuai R. Zaenal Arief dengan anggota Patti Arimbi dan Oloan Hutabarat karena kelima terdakwa secara bergantian menganiaya Irohmin bin Balian hingga meninggal dunia. Baik korban maupun kelima terdakwa adalah sesama penghuni kamar Sel Mapenaling I Rutan Kelas I Palembang. Kejadian bermula, ketika Terdakwa M Yusuf pada Rabu (7/8/2024) marah karena mengetahui jarum tato miliknya telah dihilangkan oleh korban. Seketika Terdakwa Andika Rahmadita langsung menukul kepala korban, disusul Terdakwa Arjuna mendorong hingga korban terjatuh dan diikuti Terdakwa M Yusuf, Wahyu Andrean dan Hendra Gunwan bergantian memukul korban hingga tidak sadarkan diri. Pagi harinya, melihat korban yang sudah tidak bergerak, Terdakwa Arjuna meminta tolong petugas Rutan. Korban Irohmin sempat dibawa ke Rumah Sakit Siti Khodijah Palembang akan tetapi nyawanya tidak tertolong. Putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan JPU yang menuntut pidana penjara selama 13 tahun. “Perbuatan kelima terdakwa memenuhi unsur alternatif ketiga yaitu Pasal 170 Ayat (2) Ke-3 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana,” bunyi pertimbangan putusan yang dibacakan di kantor yang terletak di Jalan Kapten A. Rivai 16, Kota Palembang. Terhadap putusan tersebut, kelima terdakwa maupun JPU, Yetty Febri Andini, S.H menyatakan menerima. (SEG).