Cari Berita

Abai Tanggulangi Kebakaran, PT DGS Dihukum PN Kayuagung Pulihkan Lingkungan

article | Berita | 2025-06-25 18:00:42

Kayuagung – Putusan akhir telah dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, Sumatera Selatan (Sumsel) atas perkara gugatan tanggung jawab mutlak (strict liability) antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melawan PT. Dinamika Graha Sarana (PT. DGS), pada Rabu (25/06/25).Dalam putusannya Majelis Hakim yang beranggotakan Guntoro Eka Sekti sebagai Hakim Ketua, Anisa Lestari dan Indah Wijayati sebagai Hakim Anggota ini, menyatakan PT. DGS selaku Tergugat terbukti abai dalam menanggulangi kebakaran yang terjadi di lahan perkebunannya. ”Tergugat yang memiliki kewajiban untuk memenuhi sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran pada lahan perkebunannya terbukti tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya. Hal tersebut mengakibatkan upaya menanggulangan kebakaran yang dilakukan menjadi tidak maksimal dalam mengantisipasi potensi kebakaran yang terjadi sebagaimana dalam perkara a quo”, ucap Majelis Hakim dalam pertimbangannya. Lebih lanjut, Majelis Hakim menjelaskan jika 4 dari 5 titik sampel yang diambil oleh Para Ahli di lokasi ditemukan tanah gambut terbakar, dengan tinggi muka air berkisar antara 50 centimeter sampai dengan 98 centimeter. Dihubungkan dengan kriteria baku kerusakan ekosistem gambut dengan fungsi budidaya sebagaimana Pasal 23 ayat (3) PP Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, di mana gambut dinyatakan rusak jika muka air tanah di lahan gambut lebih dari 0,4 (nol koma empat) meter atau 40 (empat puluh) centimeter di bawah permukaan gambut pada titik penaatan. “Didasarkan pada fakta tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat kebakaran di area perkebunan Tergugat telah mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup berupa kerusakan terhadap lapisan tanah gambut di lokasi tersebut, yang fungsinya tidak dapat dipulihkan seperti sedia kala atau kembali seperti sedia kala (irreversible)”, jelas Majelis Hakim. Atas pembiaran kebakaran yang dilakukannya tersebut, Majelis Hakim PN Kayuagung selanjutnya menjatuhkan sejumlah hukuman kepada Tergugat, salah satunya adalah pemulihan kembali fungsi lahan yang telah rusak. ”Menimbang, bahwa kebakaran di lahan Tergugat telah mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup yang harus dipulihkan kembali fungsinya Di mana lahan yang telah rusak seluas 6.360 hektar yang terdiri dari 1.366 titik pemulihan. Oleh karenanya terhadap tuntutan tindakan pemulihan lingkungan pada lahan bekas terbakar sesuai rencana pemulihan yang diajukan oleh Penggugat adalah beralasan hukum untuk dikabulkan”, putus Majelis Hakim. Terkait pemulihan tersebut, Majelis Hakim juga memutuskan sejumlah amar di antaranya perintah untuk menyusun rencana pemulihan atas fakta-fakta dalam persidangan, yang minimal berisikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) Perma Nomor 1 Tahun 2023, pengawasan pelaksanaan putusan dilakukan oleh instansi di bidang lingkungan hidup yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri, dan masa tenggang pelaksanaan putusan. Mengenai pelaksanaan putusan pemulihan, dalam pertimbangan Majelis Hakim juga menambahkan kewenangan Penggugat untuk melaksanakan pemulihan sendiri dalam hal Tergugat tidak melaksanakan pemulihan sesuai isi putusan. “Kebakaran di lahan Tergugat telah mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup yang harus dipulihkan kembali fungsinya sesuai rencana pemulihan yang telah disusun oleh Penggugat. Namun demikian untuk menjamin terlaksananya eksekusi atas tindakan pemulihan tersebut, dengan mendasarkan pada Pasal 64 ayat (2) Perma Nomor 1 Tahun 2023, maka Majelis Hakim akan memperbaiki bunyi petitum ini dengan menambahkan ketentuan pemulihan tersebut dapat dilaksanakan oleh Penggugat dengan biaya dari Tergugat dalam hal Tergugat tidak melaksanakan pemulihan sendiri atau dibantu pihak ketiga”, ungkap Majelis Hakim. Berikut selengkapnya amar putusan yang diputus oleh Majelis Hakim melalui persidangan secara elektronik: Mengadili dalam provisi menolak gugatan provisi Penggugat untuk seluruhnya, dalam eksepsi menolak eksepsi Tergugat untuk seluruhnya. Dalam pokok perkara 1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian; 2. Menyatakan gugatan ini menggunakan pembuktian dengan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability); 3. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi materiil secara tunai kepada Penggugat melalui Rekening Kas Negara sejumlah Rp184.392.693,00 (seratus delapan puluh empat juta tiga ratus sembilan puluh dua ribu enam ratus sembilan puluh tiga rupiah); 4. Menghukum Tergugat untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup pada lahan bekas terbakar seluas 6.360 (enam ribu tiga ratus enam puluh) hektar atau dalam hal Tergugat tidak melaksanakan pemulihan sendiri atau dibantu pihak ketiga, maka Penggugat atas biaya dari Tergugat dapat melaksanakan pemulihan tersebut dengan rencana kegiatan pemulihan yang telah ditetapkan; 5. Menetapkan rencana pemulihan yang diajukan oleh Penggugat diterapkan dalam perkara ini; 6. Menetapkan pengawasan pelaksanaan putusan dilakukan oleh instansi di bidang lingkungan hidup yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri; 7. Menetapkan masa tenggang pelaksanaan putusan selama 3 (tiga) tahun sejak disetujuinya dokumen rencana pemulihan lingkungan; 8. Menghukum Tergugat untuk membayar bunga denda sebesar 6% (enam persen) per tahun dari total nilai ganti kerugian untuk setiap hari keterlambatan pembayaran ganti rugi lingkungan hidup sampai seluruhnya dibayar lunas; 9. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp248.000,00 (dua ratus empat puluh delapan ribu rupiah); 10. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya. “Atas putusan ini, para pihak diberikan jangka waktu 14 hari untuk mengajukan upaya hukum banding melalui e-Court”, terang Panitera PN Kayuagung, Abunawas. (AL/FAC)

PN Kayuagung: Negara Berwenang Ajukan Gugatan Kerusakan Lingkungan Lahan Privat

article | Berita | 2025-06-25 17:00:24

Kayuagung – Setelah melalui sejumlah agenda persidangan, perkara gugatan tanggung jawab mutlak (strict liability) antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI melawan PT. Dinamika Graha Sarana (PT. DGS) di Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, Sumatera Selatan (Sumsel) memasuki tahap akhir.Tercatat dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Kayuagung, perkara yang terdaftar sejak 21 Oktober 2024 dengan Nomor 38/Pdt.Sus-LH/2024/PN Kag tersebut, pada Rabu (25/06/25) dijadwalkan dengan agenda pembacaan putusan akhir. “Sesuai agenda sidang yang ditetapkan, hari ini benar atas perkara tersebut terjadwal pembacaan putusan akhir secara e-litigasi melalu e-court”, ungkap Panitera PN Kayuagung, Abunawas, saat ditemui DANDAPALA. Sedikit mengulas, perkara ini bermula saat KLHK melalui data Citra Satelit mendeteksi adanya titik panas (hotspot) dan titik api (firespot) di areal perkebunan PT. DGS. Setelah melakukan sejumlah tahapan termasuk verfikasi lapangan di lokasi kebakaran lahan, KLHK kemudian mengajukan gugatan tanggung jawab mutlak (strict liability) dengan ganti rugi berjumlah fantastis sejumlah Rp 671 juta dan tindakan pemulihan dengan biaya pemulihan yang diperkirakan mencapai Rp 1,7 Triliun terhadap PT. DGS atas kerusakan lingkungan yang diakibatkan kebakaran tersebut. Berikut petitum selengkapnya yang dimohonkan oleh KLHK: Dalam Provisi: 1. Memerintahkan Tergugat untuk tidak mengusahakan lahan gambut yang telah terbakar untuk usaha perkebunan hingga pemeriksaan atas gugatan Penggugat ini memperoleh kekuatan hukum tetap. 2. Menghukum Tergugat untuk membayar uang denda untuk setiap pohon yang ditanam di lahan perkebunan bekas terbakar sebesar Rp 50 ribu sebagai biaya untuk pencabutan kembali tanaman yang sudah ditanam. Dalam Pokok Perkara: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya. 2. Menyatakan gugatan ini menggunakan pembuktian dengan Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability). 3. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian materiil kepada Penggugat sebesar Rp671.047.923.140,00 secara tunai melalui Rekening Kas Negara. 4. Menghukum Tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan pada lahan bekas terbakar. 5. Menghukum Tergugat untuk membayar bunga denda sebesar 6% per tahun dari total nilai ganti kerugian untuk setiap hari keterlambatan pembayaran ganti rugi lingkungan hidup sampai seluruhnya dibayar lunas. 6. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa sebesar Rp5.000.000,00 per hari keterlambatan pelaksanaan tindakan pemulihan fungsi lingkungan hidup sejak keputusan dalam perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap. 7. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada banding atau kasasi atau upaya hukum lainnya (uit voerbaar bij voorrad). 8. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara. Setelah melalui proses persidangan, PN Kayuagung mengabulkan sebagian atas gugatan Penggugat tersebut. Dalam pertimbangannya Majelis Hakim menilai beberapa hal termasuk kewenangan menggugat negara atas tanah yang dimiliki oleh privat. Dalam persidangan, Tergugat menyampaikan terkait Penggugat yang tidak mempunyai kedudukan hukum dalam mengajukan gugatan. Dikarenakan sesuai dengan Penjelasan Pasal 90 ayat (1) UU Lingkungan Hidup, Penggugat hanya berwenang mengajukan gugatan terhadap kerugian lingkungan hidup yang ditimbulkan dari pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup di bukan hak milik privat. “UU Lingkungan Hidup tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai yang dimaksud dengan hak milik privat. Namun bila merujuk pada ketentuan hukum agraria, maka hak milik privat dalam konteks ini dimaksudkan sebagai hak menguasai dari negara sebagaimana yang diatur dalam UU Pokok Agraria”, ucap Majelis Hakim yang diketuai oleh Guntoro Eka Sekti, dengan Hakim Anggota, Anisa Lestari dan Indah Wijayati. Lebih lanjut Majelis Hakim menjelaskan dalam putusannya sebagaimana Pasal 31 ayat (1) dan (3) PERMA Nomor 1 Tahun 2023, terdapat dua kriteria bagi pemerintah untuk mengajukan gugatan yaitu terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup atau menimbulkan kerugian lingkungan hidup yang bukan merupakan hak milik privat. ”Adapun pengunaan kata “atau” dalam ketentuan ini dimaknai sebagai pilihan yang bersifat alternatif, sehingga dengan terpenuhinya salah satu dari 2 (dua) kriteria tersebut telah memunculkan hak pemerintah untuk mengajukan gugatan atas suatu sengketa lingkungan hidup”, jelas Majelis Hakim. Selanjutnya Majelis Hakim juga menyatakan perbuatan Tergugat yang tidak memenuhi sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran dinilai sebagai bentuk pembiaran yang mengakibatkan meluasnya kebakaran yang terjadi di dalam area perkebunan Tergugat. “Oleh karenanya Majelis Hakim menilai terdapat hubungan (kausalitas) antara terjadinya kebakaran dengan pembiaran yang dilakukan oleh Tergugat, sehingga dengan merujuk ketentuan Pasal 87 dan Pasal 88 UUPPLH jo. Pasal 38 ayat (1) PERMA Nomor 1 Tahun 2023, maka Tergugat bertanggungjawab mutlak mengganti kerugian yang ditimbulkan atas kebakaran pada lahan perkebunan Tergugat”, tutur Majelis Hakim dalam pertimbangannya. Terkait ganti rugi yang dikenakan kepada pihak Tergugat atas kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh kebakaran lahannya, Majelis Hakim menyatakan penghitungan kerugian lingkungan hidup sebagaimana dalam Lampiran II Permen LH Nomor 7 Tahun 2014 adalah penghitungan yang diperuntukan bagi kerugian yang ditimbulkan dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang lahannya bukan merupakan hak milik privat dan tidak dapat diterapkan untuk melakukan pengjhitungan jenis dan kerugian dalam perkara ini. “Karenanya Majelis Hakim menilai hanya kerugian yang secara nyata ada dan dapat dibuktikan oleh Penggugat saja yang dapat dibebankan kepada Tergugat”, putus Majelis Hakim. Selengkapnya berikut amar putusan yang diputus oleh Majelis Hakim melalui persidangan secara elektronik: Mengadili dalam provisi menolak gugatan provisi Penggugat untuk seluruhnya, dalam eksepsi menolak eksepsi Tergugat untuk seluruhnya. Dalam pokok perkara 1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian; 2. Menyatakan gugatan ini menggunakan pembuktian dengan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability); 3. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi materiil secara tunai kepada Penggugat melalui Rekening Kas Negara sejumlah Rp184.392.693,00 (seratus delapan puluh empat juta tiga ratus sembilan puluh dua ribu enam ratus sembilan puluh tiga rupiah); 4. Menghukum Tergugat untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup pada lahan bekas terbakar seluas 6.360 (enam ribu tiga ratus enam puluh) hektar atau dalam hal Tergugat tidak melaksanakan pemulihan sendiri atau dibantu pihak ketiga, maka Penggugat atas biaya dari Tergugat dapat melaksanakan pemulihan tersebut dengan rencana kegiatan pemulihan yang telah ditetapkan; 5. Menetapkan rencana pemulihan yang diajukan oleh Penggugat diterapkan dalam perkara ini; 6. Menetapkan pengawasan pelaksanaan putusan dilakukan oleh instansi di bidang lingkungan hidup yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri; 7. Menetapkan masa tenggang pelaksanaan putusan selama 3 (tiga) tahun sejak disetujuinya dokumen rencana pemulihan lingkungan; 8. Menghukum Tergugat untuk membayar bunga denda sebesar 6% (enam persen) per tahun dari total nilai ganti kerugian untuk setiap hari keterlambatan pembayaran ganti rugi lingkungan hidup sampai seluruhnya dibayar lunas; 9. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp248.000,00 (dua ratus empat puluh delapan ribu rupiah); 10. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya. (AL/FAC)