Kayuagung – Setelah melalui sejumlah agenda persidangan, perkara gugatan tanggung jawab mutlak (strict liability) antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI melawan PT. Dinamika Graha Sarana (PT. DGS) di Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, Sumatera Selatan (Sumsel) memasuki tahap akhir.
Tercatat dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Kayuagung, perkara yang terdaftar sejak 21 Oktober 2024 dengan Nomor 38/Pdt.Sus-LH/2024/PN Kag tersebut, pada Rabu (25/06/25) dijadwalkan dengan agenda pembacaan putusan akhir.
“Sesuai agenda sidang yang ditetapkan, hari ini benar atas perkara tersebut terjadwal pembacaan putusan akhir secara e-litigasi melalu e-court”, ungkap Panitera PN Kayuagung, Abunawas, saat ditemui DANDAPALA.
Baca Juga: Tips Memilih Klasifikasi Perkara Lingkungan Hidup di SIPP
Sedikit mengulas, perkara ini bermula saat KLHK melalui data Citra Satelit mendeteksi adanya titik panas (hotspot) dan titik api (firespot) di areal perkebunan PT. DGS. Setelah melakukan sejumlah tahapan termasuk verfikasi lapangan di lokasi kebakaran lahan, KLHK kemudian mengajukan gugatan tanggung jawab mutlak (strict liability) dengan ganti rugi berjumlah fantastis sejumlah Rp 671 juta dan tindakan pemulihan dengan biaya pemulihan yang diperkirakan mencapai Rp 1,7 Triliun terhadap PT. DGS atas kerusakan lingkungan yang diakibatkan kebakaran tersebut. Berikut petitum selengkapnya yang dimohonkan oleh KLHK:
Dalam Provisi:
1. Memerintahkan Tergugat untuk tidak mengusahakan lahan gambut yang telah terbakar untuk usaha perkebunan hingga pemeriksaan atas gugatan Penggugat ini memperoleh kekuatan hukum tetap.
2. Menghukum Tergugat untuk membayar uang denda untuk setiap pohon yang ditanam di lahan perkebunan bekas terbakar sebesar Rp 50 ribu sebagai biaya untuk pencabutan kembali tanaman yang sudah ditanam.
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan gugatan ini menggunakan pembuktian dengan Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability).
3. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian materiil kepada Penggugat sebesar Rp671.047.923.140,00 secara tunai melalui Rekening Kas Negara.
4. Menghukum Tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan pada lahan bekas terbakar.
5. Menghukum Tergugat untuk membayar bunga denda sebesar 6% per tahun dari total nilai ganti kerugian untuk setiap hari keterlambatan pembayaran ganti rugi lingkungan hidup sampai seluruhnya dibayar lunas.
6. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa sebesar Rp5.000.000,00 per hari keterlambatan pelaksanaan tindakan pemulihan fungsi lingkungan hidup sejak keputusan dalam perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
7. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada banding atau kasasi atau upaya hukum lainnya (uit voerbaar bij voorrad).
8. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara.
Setelah melalui proses persidangan, PN Kayuagung mengabulkan sebagian atas gugatan Penggugat tersebut. Dalam pertimbangannya Majelis Hakim menilai beberapa hal termasuk kewenangan menggugat negara atas tanah yang dimiliki oleh privat.
Dalam persidangan, Tergugat menyampaikan terkait Penggugat yang tidak mempunyai kedudukan hukum dalam mengajukan gugatan. Dikarenakan sesuai dengan Penjelasan Pasal 90 ayat (1) UU Lingkungan Hidup, Penggugat hanya berwenang mengajukan gugatan terhadap kerugian lingkungan hidup yang ditimbulkan dari pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup di bukan hak milik privat.
“UU Lingkungan Hidup tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai yang dimaksud dengan hak milik privat. Namun bila merujuk pada ketentuan hukum agraria, maka hak milik privat dalam konteks ini dimaksudkan sebagai hak menguasai dari negara sebagaimana yang diatur dalam UU Pokok Agraria”, ucap Majelis Hakim yang diketuai oleh Guntoro Eka Sekti, dengan Hakim Anggota, Anisa Lestari dan Indah Wijayati.
Lebih lanjut Majelis Hakim menjelaskan dalam putusannya sebagaimana Pasal 31 ayat (1) dan (3) PERMA Nomor 1 Tahun 2023, terdapat dua kriteria bagi pemerintah untuk mengajukan gugatan yaitu terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup atau menimbulkan kerugian lingkungan hidup yang bukan merupakan hak milik privat.
”Adapun pengunaan kata “atau” dalam ketentuan ini dimaknai sebagai pilihan yang bersifat alternatif, sehingga dengan terpenuhinya salah satu dari 2 (dua) kriteria tersebut telah memunculkan hak pemerintah untuk mengajukan gugatan atas suatu sengketa lingkungan hidup”, jelas Majelis Hakim.
Selanjutnya Majelis Hakim juga menyatakan perbuatan Tergugat yang tidak memenuhi sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran dinilai sebagai bentuk pembiaran yang mengakibatkan meluasnya kebakaran yang terjadi di dalam area perkebunan Tergugat.
“Oleh karenanya Majelis Hakim menilai terdapat hubungan (kausalitas) antara terjadinya kebakaran dengan pembiaran yang dilakukan oleh Tergugat, sehingga dengan merujuk ketentuan Pasal 87 dan Pasal 88 UUPPLH jo. Pasal 38 ayat (1) PERMA Nomor 1 Tahun 2023, maka Tergugat bertanggungjawab mutlak mengganti kerugian yang ditimbulkan atas kebakaran pada lahan perkebunan Tergugat”, tutur Majelis Hakim dalam pertimbangannya.
Terkait ganti rugi yang dikenakan kepada pihak Tergugat atas kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh kebakaran lahannya, Majelis Hakim menyatakan penghitungan kerugian lingkungan hidup sebagaimana dalam Lampiran II Permen LH Nomor 7 Tahun 2014 adalah penghitungan yang diperuntukan bagi kerugian yang ditimbulkan dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang lahannya bukan merupakan hak milik privat dan tidak dapat diterapkan untuk melakukan pengjhitungan jenis dan kerugian dalam perkara ini.
“Karenanya Majelis Hakim menilai hanya kerugian yang secara nyata ada dan dapat dibuktikan oleh Penggugat saja yang dapat dibebankan kepada Tergugat”, putus Majelis Hakim.
Selengkapnya berikut amar putusan yang diputus oleh Majelis Hakim melalui persidangan secara elektronik:
Mengadili dalam provisi menolak gugatan provisi Penggugat untuk seluruhnya, dalam eksepsi menolak eksepsi Tergugat untuk seluruhnya.
Dalam pokok perkara
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan gugatan ini menggunakan pembuktian dengan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability);
3. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi materiil secara tunai kepada Penggugat melalui Rekening Kas Negara sejumlah Rp184.392.693,00 (seratus delapan puluh empat juta tiga ratus sembilan puluh dua ribu enam ratus sembilan puluh tiga rupiah);
4. Menghukum Tergugat untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup pada lahan bekas terbakar seluas 6.360 (enam ribu tiga ratus enam puluh) hektar atau dalam hal Tergugat tidak melaksanakan pemulihan sendiri atau dibantu pihak ketiga, maka Penggugat atas biaya dari Tergugat dapat melaksanakan pemulihan tersebut dengan rencana kegiatan pemulihan yang telah ditetapkan;
5. Menetapkan rencana pemulihan yang diajukan oleh Penggugat diterapkan dalam perkara ini;
6. Menetapkan pengawasan pelaksanaan putusan dilakukan oleh instansi di bidang lingkungan hidup yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri;
7. Menetapkan masa tenggang pelaksanaan putusan selama 3 (tiga) tahun sejak disetujuinya dokumen rencana pemulihan lingkungan;
8. Menghukum Tergugat untuk membayar bunga denda sebesar 6% (enam persen) per tahun dari total nilai ganti kerugian untuk setiap hari keterlambatan pembayaran ganti rugi lingkungan hidup sampai seluruhnya dibayar lunas;
9. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp248.000,00 (dua ratus empat puluh delapan ribu rupiah);
10. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya. (AL/FAC)
Baca Juga: Tingkatkan Keterlibatan Masyarakat, Pemda OKI Bentuk Masyarakat Peduli Api Cegah Karhutla
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI