Cari Berita

PN Jaksel Tolak Praperadilan Delpedro, Penetapan Tersangka Dinyatakan Sah

article | Sidang | 2025-10-28 07:10:41

Jakarta – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak permohonan praperadilan yang diajukan Delpedro Marhaen Rismansyah terkait sah atau tidaknya penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Putusan Nomor 132/Pid.Pra/2025/PN Jkt.Sel tersebut dibacakan pada persidangan yang digelar di PN Jakarta Selatan oleh Hakim Sulistiyanto Rokhmad Budiharto, pada Senin (27/10). “Menolak permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya", ucap Sulistyo saat membacakan amar putusan Pra Peradilan.Perkara ini bermula ketika Delpedro selaku Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) pada 3 Oktober 2025, ditetapkan sebagai tersangka yang dianggap tidak didukung alat bukti yang cukup serta tidak didahului pemeriksaan sebagai calon tersangka. Delpedro yang merupakan Direktur Eksekutif Lokataru dijerat dengan dugaan tindak pidana penghasutan dan penyebaran informasi bohong melalui media elektronik yang menyebabkan kerusuhan demonstrasi di Jakarta pada 25–29 Agustus 2025. Ia juga dituduh memperalat anak dalam aksi demonstrasi tersebut. Pemohon menilai aktivitas yang dilakukan merupakan bentuk advokasi legal dan pemantauan hak asasi manusia, termasuk pembukaan posko aduan bagi pelajar yang ditangkap serta pendampingan hukum gratis berdasarkan UU Bantuan Hukum. Dalam permohonannya, Pemohon meminta hakim menyatakan penetapan tersangka Nomor: S.Tap/S-4/1539/VIII/2025/Ditreskrimum/Polda Metro Jaya tidak sah, menghentikan penyidikan, serta memerintahkan pembebasannya dari Rutan Polda Metro Jaya. “Ruang lingkup praperadilan hanya sebatas pemeriksaan aspek formil, bukan materi pokok perkara. Penetapan tersangka harus memenuhi ketentuan minimal dua alat bukti sebagaimana diatur Pasal 184 KUHAP dan Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014. Kemudian berdasarkan alat bukti yang ditunjukkan Termohon, hakim menilai penyidik telah melakukan serangkaian penyelidikan sejak 25 Agustus 2025, pemeriksaan sejumlah saksi, pengumpulan bukti elektronik berupa tangkapan layar media sosial yang relevan, gelar perkara sebelum menaikkan status ke penyidikan, dan pengiriman SPDP ke Kejaksaan pada 29 Agustus 2025,” ,” ujar hakim dalam pertimbangannya.Dengan demikian, permohonan Delpedro dinyatakan ditolak dan pemeriksaan perkara ini dilanjutkan ke pokok perkara. (ASP/SNR)

PN Dataran Hunipopu Tolak Permohonan Praperadilan Tersangka Kasus Pencabulan Anak.

article | Berita | 2025-10-24 09:20:36

Dataran Hunipopu, Maliku - Pengadilan Negeri (PN) Dataran Hunipopu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku, menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan oleh tersangka Pitoni Tebiary alias Toni, dalam perkara dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur.Putusan tersebut dibacakan oleh Hakim Tunggal Yudhistira Ary Prabowo dalam sidang terbuka untuk umum yang digelar di ruang sidang utama PN Dataran Hunipopu pada Rabu (17/10/2025).Permohonan praperadilan ini terdaftar dengan Nomor Perkara 5/Pid.Pra/2025/PN Drh, dengan Pemohon Pitoni Tebiary alias Toni melalui kuasa hukumnya Ali Hasan Kasim dan Marsel Maspaitela melawan Kasat Reskrim Polres Seram Bagian Barat selaku Termohon I dan Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat selaku Termohon IIDalam amar putusannya, Hakim Tunggal menegaskan bahwa seluruh tindakan aparat penegak hukum, mulai dari penetapan tersangka, penangkapan, hingga penahanan terhadap Pemohon, telah memenuhi ketentuan hukum acara pidana yang berlaku."Berdasarkan bukti-bukti dan aturan hukum yang relevan, penetapan tersangka telah dilakukan secara sah karena didukung oleh sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP”, tegas Hakim membacakan pertimbangannya.Lebih lanjut, Hakim juga mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014, Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2016, serta Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana sebagai dasar menolak permohonan."jangka waktu pemberian surat perintah penangkapan tidak melebihi batas waktu tujuh hari sebagaimana diperluas oleh Putusan MK No. 3/PUU-XI/2013, serta dipertegas dalam Pasal 18 Perkap No. 6 Tahun 2019", lanjut Yudhistira.Sementara dalam aspek penahanan, hakim menilai telah terpenuhinya syarat subjektif dan objektif sebagaimana Pasal 21 KUHAP.“Tindakan penahanan telah sesuai prosedur hukum acara pidana. Dalil Pemohon yang menyatakan penahanan tidak sah adalah tidak beralasan hukum dan harus ditolak,” tutupnya.Hakim juga menolak dalil dan petitum tambahan yang diajukan Pemohon di luar objek praperadilan, karena dinilai tidak termasuk dalam ruang lingkup kewenangan praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 KUHAP.Dengan demikian, permohonan praperadilan Pemohon dinyatakan ditolak seluruhnya.Kasus ini bermula dari penyidikan kepolisian terhadap dugaan tindak pidana pencabulan anak di bawah umur, di mana Pemohon diduga melanggar Pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.Dengan selesainya perkara praperadilan ini, penyidikan oleh aparat penegak hukum akan berlanjut ke proses peradilan pokok perkara dan diharapkan para pihak menghormati proses hukum yang berjalan sesuai dengan prinsip due process of law. (Fadillah Usman/al/ldr)

PN Jaksel Tolak Praperadilan Nadiem Makariem, Status Tersangka Tetap Sah!

article | Sidang | 2025-10-13 15:05:19

Jakarta - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh mantan Menteri Pendidikan dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook. Dilansir dari laman SIPP PN Jaksel putusan ini dibacakan oleh Hakim Tunggal I Ketut Darpawan dalam sidang yang digelar hari ini, Senin, 13/10/2025 di ruang sidang utama PN Jaksel.Sebelumnya, Nadiem Makarim mengajukan permohonan praperadilan agar penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dibatalkan.  Rangkaian persidangan gugatan praperadilan tersebut telah digelar sejak Jumat, (03/10/2025) sampai dengan hari ini.“Menolak permohonan praperadilan pemohon,” bunyi amar putusan yang diucapkan oleh Hakim dikutip dari siaran langsung dalam kanal youtube.Lebih lanjut dalam pertimbangannya Hakim menyebutkan bahwa proses penyidikan dan penetapan tersangka yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung telah dilakukan sesuai prosedur hukum.“Penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung selaku termohon hingga penetapan tersangka telah dilakukan sesuai hukum acara,” ungkap Darpawan.Hakim juga mempertimbangkan bahwa dari alat bukti baik surat maupun ahli yang dihadirkan oleh pemohon dan termohon juga telah dipertimbangkan seluruhnya.Sebagai informasi, penetapan tersangka terhadap Nadiem oleh Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan periode 2019–2022 telah menimbulkan kontroversi, terutama mengenai metode perhitungan kerugian negara dan keabsahan prosedur penetapan tersangka yang dikritik tim kuasa hukumnya.Dalam permohonannya, Kuasa Hukum Nadiem meminta hakim menyatakan bahwa penetapan tersangka dan penahanan dirinya oleh Kejaksaan Agung secara hukum tidak sah. “Alasan utamanya belum terpenuhinya dua alat bukti yang sah dan prosedur administrasi yang dianggap kurang, termasuk dugaan bahwa surat perintah penyidikan (Sprindik) dan penahanan diterbitkan bersamaan tanpa tahapan yang cukup,” ungkap salah satu kuasa hukum Nadiem.Dengan telah ditolaknya permohonan praperadilan ini, penyidikan kasus Chromebook terhadap Nadiem tetap berjalan dan statusnya sebagai tersangka tidak berubah. (Fadillah Usman/al/wi)

Praperadilan Kandas, Status Tersangka Pencabulan PNS di Malut Tetap Berlaku

article | Sidang | 2025-10-07 13:05:01

Halmahera Utara - Pengadilan Negeri (PN) Tobelo, Maluku Utara (Malut) menolak permohonan praperadilan yang diajukan Pemohon inisial HL, seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dia dijadikan tersangka kasus pencabulan.PNS itu asal Desa Lina Ino, Kecamatan Tobelo Tengah, Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Hakim tunggal Deny Gomgom Ranomutua Silalahi membacakan Putusan tersebut pada Senin (6/10/2025).“Menolak permohonan Praperadilan Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Hakim Tunggal Deny Gomgom Ranomutua Silalahi dalam Putusan Nomor 7/Pid.Pra/2025/PN Tob.Pemohon Praperadilan inisial HL sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Halmahera Utara atas dugaan tindak pidana persetubuhan dan pencabulan terhadap anak di bawah umur.  Penetapan itu tertuang dalam Surat Keputusan Penetapan Tersangka Nomor: S.Tap.Tsk/190/IX/RES.1.24/2025/Reskrim tanggal 12 September 2025.Melalui Kuasa Hukumnya, Pemohon mengajukan praperadilan dengan dalil bahwa penetapan tersangka terhadap dirinya cacat hukum karena tidak didukung 2 (dua) alat bukti yang sah sebagaimana diwajibkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014. Pemohon mempertanyakan validitas Laporan Polisi, keterangan saksi yang dinilai sebagai testimoni de auditu, dan surat visum et repertum yang disebut tidak dibuat di bawah sumpah.Dalam pertimbangan putusan, Hakim Praperadilan berpendapat bahwa Termohon dalam hal ini Kepala Polres Halmahera Utara cq. Kasat Reskrim telah memenuhi syarat formil penetapan tersangka. Hakim menegaskan bahwa telah terdapat minimal 2 (dua) alat bukti yang sah sesuai ketentuan Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu Keterangan Korban dan Surat Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tobelo.Dengan ditolaknya praperadilan ini, status HL sebagai Tersangka tetap berlaku dan penyidikan akan dilanjutkan.Kuasa Hukum Pemohon menyatakan menghormati Putusan Hakim PN Tobelo meskipun tidak ada upaya hukum lebih lanjut terkait putusan praperadilan tersebut dan Kuasa Hukum akan berfokus pada proses pemeriksaan pokok perkaranya pada tingkatan pemeriksaan selanjutnya. (zm/wi)