Cari Berita

4 Fakta Sejarah Mahkamah Agung Yang Tidak Banyak Diketahui Orang

Raja Bonar Wansi Siregar S.H. M.H - Dandapala Contributor 2025-02-23 17:45:18
Gedung Mahkamah Agung tahun 1946, gedung bersejarah terletak di Jalan Lapangan Banteng Timur 1 Jakarta

Sebelum merdeka, negara kita dijajah oleh Jepang. Pada zaman pendudukan Jepang lembaga yudikatif dikenal dengan nama Badan Kehakiman Tertinggi yang disebut Saikoo Hooin, yang kemudian dihapuskan pada tahun 1944 dengan Osamu Seirei (Undang-Undang) Nomor 2 Tahun 1944, sehingga segala tugasnya dilimpahkan kepada Kooto Hooin (Pengadilan Tinggi).


Gambar Osamu Seirei (Undang-Undang) Nomor 2 tahun 1944

Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, yang diikuti dengan diundangkannya konstitusi negara kita yaitu Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia 1945, eksistensi dari lembaga yudikatif di negara kita semakin kuat. Salah satu lembaga negara yang diatur secara khusus dalam UUD adalah Mahkamah Agung. Melalui pasal 24 ayat (1) UUD 1945, Mahkamah Agung langsung diberikan kewenangan sebagai pemegang kekuasan kehakiman tertinggi. 

Sebagai sebuah negara yang baru merdeka, tempat kedudukan dari Mahkamah Agung selanjutnya diatur oleh Pemerintah melalui Penetapan Pemerintah Nomor 9/S.D. Tahun 1946 yang isinya menunjuk Jakarta Raya sebagai kedudukan Mahkamah Agung Republik Indonesia.


Gambar: Gedung Mahkamah Agung tahun 1946, gedung bersejarah terletak di Jalan Lapangan Banteng Timur 1 Jakarta

Sebagai sebuah lembaga negara yang sudah lama berdiri, terdapat 4 fakta sejarah Mahkamah Agung yang tidak diketahui banyak orang. Ingin tahu faktanya? Berikut kami uraikan:

1.   Mahkamah Agung Pernah Berkedudukan di Yogyakarta

Oleh karena situasi Jakarta yang tidak aman pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia, maka pada tahun 1946 ibu kota Republik Indonesia pindah ke Yogyakarta. Dengan berpindahnya ibu kota negara tersebut, maka kedudukan Mahkamah Agung ikut berpindah ke Yogyakarta sejak bulan Juli 1946 dan kembali lagi ke Jakarta pada tanggal 1 Januari 1950.

2.   Pernah Ada 2 Pengadilan Tertinggi di Indonesia

          Pada tanggal 12 Desember 1947 Pemerintah Belanda Federal mendirikan Pengadilan Tertinggi yang dinamakan Hooggerechtshof yang beralamat di Jalan Lapangan Banteng Timur 1 Jakarta di samping istana Gubernur Jenderal yang sekarang adalah gedung Kementerian Keuangan. Pada saat yang bersamaan pula, Mahkamah Agung masih tetap berkuasa di daerah Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta. Dengan telah dipulihkannya kembali kedaulatan Republik Indonesia atas seluruh wilayah Indonesia (kecuali Irian Barat), maka pekerjaan Hooggerechtshof, diserahkan kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai satu-satunya Badan Peradilan Tertinggi. Pada tanggal 1 Januari 1950, para anggota Hooggerechtshof dan Procureur General meletakkan jabatan masing-masing dan menyerahkan pekerjaannya termasuk gedung dan personil kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia Serikat yang saat itu dipimpin oleh Dr. Mr. Kusumah Atmadja.

Gambar: Lukisan Gedung Hooggerechtshof Hindia Belanda, berdampingan dengan Istana Gubernur Jenderal di Batavia, 1828.

3.   Kejaksaan Agung Pernah Berada Satu Atap Dengan Mahkamah Agung di bawah Departemen Kehakiman

Pada tanggal 19 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam sidangnya menetapkan pembentukan 12 (dua belas) Departemen di Republik Indonesia termasuk di dalamnya Departemen Kehakiman. Adapun tugas yang diemban oleh Departemen Kehakiman mencakup hal-hal mengenai Pengadilan, Penjara, Kejaksaan dan Kadaster.

Dengan kewenangan yang luas, yang dimiliki Departemen Kehakiman tersebut, menjadikan Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung saat itu berada satu atap di bawah Departemen Kehakiman. Tak heran jika dulu Kejaksaan Agung disebut dengan Kejaksaan Agung pada Mahkamah Agung dan Kejaksaan Negeri disebut dengan Kejaksaan Pengadilan Negeri

Namun dengan lahirnya Undang-Undang No. 15 tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia, maka Kejaksaan Agung memisahkan diri dari Mahkamah Agung.

4.   Para Pejabat Mahkamah Agung Dulu Diberikan Pangkat Tituler

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1946 Tentang Pemberian Pangkat Militer Kepada Ketua, Wakil Ketua, Anggota-Anggota Mahkamah Tentara Agung, Jaksa Tentara Dan Panitera Mahkamah Tentara, para pejabat Mahkamah Agung saat itu diberikan pangkat militer tituler. Hal tersebut merupakan tindak lanjut dari pasal 21 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1946 tentang Pengadilan Tentara. Adapun yang dimaksud dengan pangkat titular adalah suatu gelar atau pangkat yang diberikan kepada seseorang yang dibutuhkan untuk keperluan-keperluan bersifat sementara, yang diterima dalam rangka melakukan tugas yang berkaitan dengan gelar/pangkat yang diberikan.


Gambar: Dr. Mr. Kusumah Atmadja (Ketua Mahkamah Agung Pertama) 

Sumber Referensi:

  1. Mahkamah Agung RI, Sejarah Berdirinya Mahkamah Agung Republik Indonesia, 1986
  2. https://id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Agung_Republik_Indonesia
  3. https://kc.umn.ac.id/id/eprint/21204/4/BAB_II.pdf
  4. https://id.wikipedia.org/wiki/Tituler
  5. https://dandapala.com/article/detail/pengadilan-era-kolonial-
    belanda-dari-landraad-sampai-hooggerechtshof