Tahun 2025 ini, Mahkamah Agung Republik Indonesia akan memasuki usia ke-80 tahun. Usia yang sama dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia kita tercinta. Namun, sejarah menunjukkan bahwa jauh sebelum itu, sebenarnya lembaga pengadilan sudah hadir di Bumi Pertiwi. Kegiatan mengadili yang identik dengan menentukan salah-benarnya seseorang sesungguhnya sudah ada dari jaman dahulu. Sebut saja masa Kerajaan Mataram (abad ke-9 Masehi) sudah mengenal sistem peradilan seperti yang dijelaskan dalam Prasasti Jayapatra. Adapun bentuk peradilan modern yang kita kenal saat ini sebenarnya lahir di era kolonial, sekitar tahun 1800-an.
Hooggerechtshof / Pengadilan Tertinggi (Kasasi)
Berbagai sumber sejarah menjelaskan Indonesia mengalami masa kolonialisme sejak tahun 1596. Mulai saat itu bangsa asing seperti Belanda, Inggris, Spanyol, Portugis, Prancis hingga Jepang datang silih berganti ke Indonesia hingga 350 tahun berikutnya. Catatan tertua mengenai sistem peradilan modern di Indonesia mulai terlacak pada saat Belanda membentuk majelis pengadilan College van Scheepenen pada 24 Juni 1620. Sayangnya karena keterbatasan bukti tertulis dan saksi sejarah tidak banyak yang bisa diceritakan di masa-masa tersebut, hingga kemudian baru dapat terlacak kembali ke awal tahun 1800-an.
Badan Pembinaan Hukum Nasional mencatat bahwa pada tahun 1819 telah didirikan mahkamah tertinggi Hindia Belanda yang diberi nama Hooggerechtshof. Dari penelusuran tim Dandapala, catatan ini tidak sepenuhnya keliru. Sebab sejak tahun 1811 Indonesia sempat dijajah oleh Inggris. Baru setelah adanya Konvensi London, mulai tahun 1816 secara berangsur-angsur negara-negara jajahan Hindia Belanda yang sempat diduduki oleh Inggris dikembalikan. Setelah itu pemerintah Kolonial secara bertahap menyusun kembali pemerintahannya yang lewat Staatsblad (Stb.) 1819 No. 20 mengatur kembali mengenai penerapan hukum acara pidana dan perdata di Jawa dan Madura.
Dugaan mengenai mulai berfungsinya mahkamah tertinggi ini pada sekitar tahun 1819 juga diperkuat dengan fakta seputar pembangunan Istana Deandels. Gedung pertama Hooggerechtshof ini dibangun di kawasan Istana Deandels yang sekarang dikenal dengan Gedung AA Maramis. Kawasan ini mulai dibangun pada tahun 1809 dan rampung pada tahun 1828. Namun, sebelum rampungpun wilayah yang digunakan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels sebagai kompleks pemerintahan ini sudah mulai beroperasi. Perlu pembaca ketahui juga bahwa Hogeraad atau lembaga pengadilan tertinggi di Belanda, secara resmi lahir pada tanggal 1 Oktober 1838. Sehingga ada pula spekulasi kedua yakni Hooggerechtshof yang berkedudukan di Nederlands(ch)-Indië lahir atau dibentuk setelah tahun 1838 tersebut.
Gambar: Kondisi gedung Hooggerechtshof masa kini, terletak di Jl. Lapangan Banteng Timur 1, Jakarta Pusat
Dokumen resmi pertama yang menunjukkan eksistensi Hooggerechtshof dapat ditelusuri melalui Keputusan Gubernur Jeneral Hindia Belanda pada 3 Desember 1847 yang diberlakukan pada 1 Mei 1848 melalui Reglement of de Rechterlijke Organisatie (RO) atau Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili (S. 1847-23 jo. S. 1848-57). Kebijakan ini merupakan bagian dari tindak lanjut Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia (AB) tanggal 30 April 1847 termuat dalam Staatsblad (Stb) 1847 No. 23. Pada Pasal 18 AB disebutkan bahwa semua tindakan hukum baik itu pidana ataupun perdata akan diputuskan oleh pengadilan. Kemudian lewat Pasal 1 RO, ketentuan Pasal 18 AB tersebut dipertegas mengenai bentuk-bentuk badan peradilan yang ada di bawah hooggerechtshof sebagai berikut:
Pribumi | Bangsa Eropa |
Hukum Perdata | |
1. Landgerecht 2. Districtsgerecht 3. Regentschapsgerecht 4. Landraad 5. Raad van Justitie 6. Hooggerechtshof | 1. Residentiegerecht 2. Raad van Justitie 3 . Hooggerechtshof |
Hukum Pidana | |
Idem | 1. Landgerecht 2. Landraad 3. Raad van Justitie 4. Hooggerechtshof |
Secara sederhana Hooggerechtshof memiliki fungsi yang sama dengan Mahkamah Agung saat ini, yakni pengadilan tingkat akhir dan mengurusi hal-hal terkait kekuasaan kehakiman (pembinaan hakim, pengawasan/voorpost, keadministrasian dll.). Seperti Mahkamah Agung, hooggerechshoft juga hanya berjumlah satu yang berkedudukan di pusat pemerintahan yakni Batavia (Jakarta). Namun, terdapat perbedaan yang cukup mencolok dengan kewenangan Mahkamah Agung saat ini. Selain sebagai pengadilan banding dan tingkat akhir (kasasi), Hooggerechtshof juga menjadi pengadilan tingkat pertama untuk perkara pidana yang dilakukan oleh subjek hukum tertentu berdasarkan jabatannya. Contohnya kejahatan yang dilakukan oleh wakil ketua dan anggota Dewan Hindia Belanda, para anggota Volksraad (lembaga perwakilan rakyat Hindia Belanda), kepala departemen pemerintahan sipil, gubernur dan residen, termasuk juga kejahatan oleh ketua dan hakim pengadilan.
Raad Van Justitie / Pengadilan Tinggi
Peradilan tingkat berikutnya di bawah Hooggerechtshof ada Raad van Justitie atau RvJ. Pengadilan ini berfungsi sebagai pengadilan tingkat banding (Appelraad) di masa Hindia Belanda bagi putusan landraad dan residentiegerecht. RvJ berjumlah enam di seluruh Hinda Belanda yang terletak di Medan, Padang, Batavia, Surabaya, Semarang dan Makassar. Wilayah hukum RvJ Jakarta meliputi Jawa Barat, Lampung, Palembang, Jambi, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat. Wilayah hukum RvJ Surabaya meliputi Jawa Timur dan Madura, Bali, Lombok, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Wilayah hukum RvJ Semarang meliputi Jawa Tengah. Wilayah hukum RvJ Padang meliputi Sumatera Barat, Tapanuli, dan Bengkulu. Wilayah hukum RvJ Medan meliputi Sumatera Timur, Aceh, dan Riau. Dan wilayah hukum RvJ Makassar meliputi Sulawesi, Timor, dan Maluku.
Gambar: Raad Van Justitite Padang dibangun pada 1833
Gambar: Gedung Raad Van Justitie Surabaya yang dibangun pada 1891
Selain sebagai pengadilan banding, RvJ juga memiliki wewenang untuk mengadili perkara tertentu di tingkat pertama. Untuk perkara pidana RvJ berwenang menangani pada tingkat pertama tindak pidana berkaitan dengan perbudakan, pembajakan, tindak pidana yang dilakukan di luar negeri, serta beberapa tindak pidana ekonomi. Sedangkan untuk perkara perdata RvJ menangani perkara yang memiliki nilai gugatan lebih dari f500 (lima ratus gulden) atau setidak-tidaknya perkara perdata yang tidak masuk dalam wewenang Residentiegerecht.
Pengadilan Tingkat Pertama
Untuk kaum pribumi ada tiga jenis pengadilan tingkat pertama, baik untuk perkara pidana maupun perdata sebagai berikut:
Jenis Pengadilan | Kewenangan | |
Pidana | Perdata | |
Districtsgerecht | Pribumi sebagai Terdakwa yang diancam maksimal pidana denda f3 (tiga gulden) | Mengadili perkara perdata dengan orang Indonesia asli sebagai tergugat dengan nilai harga di bawah f20(dua pulung gulden) |
Regenschapgerecht | Perkara pidana dengan ancaman maksimal penjara 6 (enam) hari atau denda f3-f10 (tiga sampai dengan sepuluh gulden) | perkara perdata untuk orang Indonesia asli sebagai tergugat dengan nilai harga f20-f50 (dua puluh sampai dengan lima puluh gulden) |
sebagai pengadilan banding untuk keputusan-keputusan Districtsgerecht | ||
Landraad | Semua perkara di luar wewenang Districtsgerecht dan Regenschapgerecht atau perkara pidana dengan ancaman denda di atas f25 (dua puluh lima gulden) | Perkara dengan nilai gugatan di atas f50 (lima puluh gulden) |
pengadilan banding untuk perkara yang diputuskan oleh regenschapgerecht sepanjang dimungkinkan banding |
Gambar: lukisan perkara pidana dengan terdakwa pribumi yang diadili oleh Landraad Pati, 1865
Untuk bangsa Eropa atau yang lebih sering disebut Europese Groep, pengadilan tingkat pertama terdapat dua jenis yakni Residentiegerecht dan Landraad. Untuk Golongan Eropa yang menjadi tergugat dalam perkara perdata maka diajukan kepada Residentiegerecht, sedangkan jika mereka menjadi terdakwa dalam perkara pidana maka diajukan kepada Landraad. Terdapat beberapa kualifikasi perkara perdata yang masuk ke Residentiegerecht antara lain yang nilai gugatannya kurang dari f500 (lima ratus gulden), sengketa ketenagakerjaan, gugatan terhadap pengerusakan barang oleh hewan piaraan, dll. Perlu diperhatikan bahwa Residentiegerecht berkedudukan atau berkantor di gedung yang sama dengan Landraad.
Gambar: Peresmian gedung Landraad Bandung, 1905
Kemudian terdapat lembaga pengadilan polisi atau yang disebut Landgerecht. Pengadilan ini menangani kasus dengan subjek hukum pribumi dan eropa atau tidak membeda-bedakan golongan. Berdasarkan Pasal 116 RO, jenis perkara yang ditangani adalah tindak pidana ringan atau pelanggaran dalam Buku III Wetboek van Strafrecht. Hukum acara pemeriksaannya adalah acara cepat yang diatur dalam Staatsblad 1914-317.
Di luar badan peradilan yang sudah disebutkan di atas sebenarnya masih ada beberapa lembaga lain seperti Rechtspraak fer Politierol/Politierol, Raad Van Landshofden (R.V.L), ataupun Rechtbank van Omgang. Namun badan-badan peradilan ini tidak bertahan lama, ada yang kemudian dilebur dengan Residentiegerecht ataupun dengan Landraad yang saat itu jumlahnya paling banyak di seluruh wilayah Hindia Belanda.
Peninggalan
Walaupun sudah berlalu hampir 250 tahun silam, namun peninggalan-peninggalan pengadilan kolonial Belanda masih bisa kita rasakan sampai hari ini. Selain banyak meninggalkan gedung-gedung landraad yang menjadi cagar budaya, pengadilan era kolonial juga mewariskan budaya lain kepada kita. Seperti sistem mutasi hakim yang berwawasan nusantara sudah mulai diterapkan oleh landraad saat itu. Kisah Raden Mas Gondowinoto yang merupakan orang Indonesia pertama yang meraih gelar doktor hukum di Belanda. Setelah lulus tahun 1918, Gondowinoto kembali ke Indonesia. Penugasan pertamanya sebagai anggota Majelis Districtsgerecht Makassar (1919-1921). Kariernya naik menjadi hakim ketua pada Pengadilan Pribumi (Districtsgerecht) di Makassar. Dari Makassar, Gondowinoto kemudian di-TPM ke Kalimantan. Bahkan sistem mutasi hakim landraad juga dilakukan bak TPM kita saat ini. Dimana mutasi mereka juga diumumkan secara terbuka yang saat itu dilakukan lewat surat kabar. Contohnya kutipan Koran HET NIEUWS VAN DEN DAG tanggal 27 April 1931, yang mengumumkan mutasi A. E. H. Kouwenhoven dari Ketua Landraad Pekalongan menjadi Ketua Landraad Manado.
Gambar: Potongan Koran HET NIEUWS VAN DEN DAG, Pengumuman Mutasi Hakim Landraad, 27 April 1931
Sumber Referensi: