Jakarta- Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mulai mengadili kasus Google vs KPPU. Di mana Google didenda oleh KPPU sebesar Rp 202 miliar karena melanggar Pasal 25 UU Nomor 5/1999.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Jakpus yang dikutip DANDAPALA, Rabu (12/1/2025), perkara banding Google vs KPPU mengantongi nomor 1/Pdt.Sus-KPPU/2025/PN Jkt.Pst. Permohonan banding itu didaftarkan pada 7 Februari 2025 lalu.
Duduk Perkara Google LLC Berdasarkan Putusan KPPU Perkara Nomor: 03/KPPU-I/2024
Siapakah Google?
Google beralamat di 1600, Amphitheater Parkway, Mountain View, California, 94043, Amerika Serikat. Google merupakan korporasi Delaware yang memiliki bisnis utama sebagai mesin pencarian (search). Google LLC sepenuhnya dimiliki dan/atau dikendalikan oleh Alphabet Inc. selaku perusahaan holding.
Apa yang diduga dilanggar Google LLC?
Terlapor diduga melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 17, Pasal 19 huruf a dan huruf b, dan Pasal 25 ayat (1) huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UUNomor 5 Tahun 1999).
Produk apa yang diduga melanggar UU 5/1999?
Google Play Billing System dalam Google Play Store
Apa yang dinyatakan terbukti oleh KPPU?
KPPU menyatakan Google terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.
Apa bunyi Pasal Pasal 25 ayat (1) huruf b UU 5/1999?
Pelaku Usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk membatasi pasar dan pengembangan teknologi.
Apa hukuman yang dijatuhkan KPPU ke Google?
1. Memerintahkan Terlapor menghentikan kewajiban penggunaan Google Play Billing System dalam Google Play Store.
2. Memerintahkan Terlapor untuk mengumumkan pemberian kesempatan kepada seluruh developer untuk mengikuti program User Choice Billing (UCB) dengan memberikan insentif berupa pengurangan service fee sebesar minimal 5% (lima persen) selama kurun waktu 1 tahun, sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap.
3. Menghukum Terlapor membayar denda sebesar Rp 202.500.000.000 yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja KPPU melalui bank dengan kode penerimaan 425812 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha).
4. Memerintahkan Terlapor untuk melaksanakan putusan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak Putusan ini berkekuatan hukum tetap
5. Memerintahkan Terlapor untuk melaporkan dan menyerahkan salinan bukti pembayaran denda tersebut ke KPPU/
6. Memerintahkan Terlapor untuk menyerahkan jaminan bank sebesar 20% (dua puluh persen) dari nilai denda ke KPPU paling lama 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan Putusan ini, jika mengajukan upaya hukum keberatan.
7. Memerintahkan Terlapor untuk membayar denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari nilai denda, jika terlambat melakukan pembayaran denda.
Apa pertimbangan KPPU menghukum Google?
Terlapor memiliki penguasaan sumber daya dalam hal hosting dan distribusi (hosting and distribution), penemuan (discovery), pengembangan dan dukungan (development and support), kepatuhan (compliance), keamanan (safety), kenyamanan (convenience), kendali (control) pada sistem operasi selular berbasis Android. Selain itu, Terlapor juga memiliki kemampuan dalam mengatur kebijakan (policy) terkait jasa pendistribusian aplikasi kepada para developer yang akan mendistribusikan aplikasi dan konten digital melalui Google Play Store.
Majelis Komisi menilai Terlapor memiliki posisi dominan pada pasar bersangkutan yang dibuktikan dengan kemampuan Terlapor memiliki kebebasan menerapkan service fee secara progresif atas penjualan aplikasi dan konten digital (in app purchase). Bagi developer yang penjualannya tidak lebih dari atau sampai dengan USD 1 juta per tahun dikenakan sebesar 15% (lima belas persen) dari nilai penjualan dan bagi developer yang penjualannya di atas USD 1 juta per tahun dikenakan sebesar 30% (tiga puluh persen), tanpa khawatir kehilangan pelanggannya. Kekuatan monopoli ini tidak hanya terbatas pada kemampuannya menentukan tarif service fee, tetapi juga memiliki kemampuan untuk mengurangi/meniadakan tekanan persaingan. Kemampuan ini diperoleh karena Terlapor memilki network effect yang kuat di pasar, sehingga membuat Terlapor menciptakan ketergantungan dari developer kepada Google Play Store
Bahwa Majelis Komisi menilai Terlapor tidak memiliki pesaing yang berarti dalam pasar bersangkutan. Kondisi ini ditunjukkan dengan struktur pasar sistem operasi Android, dimana Terlapor melalui Google Play Store merupakan satu-satunya toko aplikasi yang dapat di pra-instalasi pada seluruh perangkat seluler yang berbasis Android dengan menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar bersangkutan sebagaimana diuraikan pada butir 8 Tentang Hukum, hal ini meneguhkan posisi Terlapor yang tanpa khawatir kehilangan pelanggannya akibat adanya ketergantungan yang tinggi (lock in) karena adanya efek jaringan (network effect), ketergantungan (dependency), dan potensi kerugian (loss) yang dialami ketika developer beralih ke toko alternatif lain sehingga Terlapor memiliki kebebasan menerapkan kebijakan service fee atas penjualan aplikasi dan konten digital (in app purchase) kepada para developer yang penjualannya telah mencapai nilai tertentu.
Bahwa Majelis Komisi menilai penguasaan Terlapor terhadap pasar bersangkutan dapat dikategorikan sebagai pelaku usaha yang memiliki posisi dominan karena tidak mempunyai pesaing yang berarti pada pasar bersangkutan
Dalam perkara a quo, Terlapor bekerja sama dengan pelaku usaha payment processor untuk menawarkan layanan pemrosesan pembayaran melalui Google Play Billing System. Terlapor memanfaatkan pelaku usaha lain yaitu pelaku usaha payment prosesor untuk melakukan tindakan penyalahgunaan posisi dominan. Dengan demikian, hanya pelaku usaha payment processor tersebutlah yang bisa melakukan pemrosesan pembayaran pada Google Play Store melalui metode pembayaran yang telah disediakan oleh payment processor sehingga membatasi penggunaan metode pembayaran yang lain.
Perilaku membatasi pasar dibuktikan dengan tindakan Terlapor menegakkan penerapan kewajiban Google Play Billing System pada pembelian aplikasi dan konten digital yang membatasi developer tidak dapat menggunakan jasa pembayaran lain selain Google Play Billling pada aplikasi dan konten digital yang didistribusikan melalui Google Play Store sebagaimana telah diuraikan pada butir 7.14.3. angka 3) huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k, huruf l, huruf m, huruf o, dan huruf p bagian Tentang Hukum.
Penerapan Google Play Billing System menyebabkan pelaku usaha yang menyediakan jasa pembayaran tidak bisa menyelesaikan proses pembayaran di Google Play Store sehingga tidak dapat melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pasar bersangkutan dalam perkara a quo.
Dalam perkembangannya Terlapor menyampaikan adanya alternatif penyelesaian pemrosesan pembayaran melalui program UCB. Namun Majelis Komisi belum memperoleh bukti adanya penerapan program UCB kepada seluruh developer.
Dengan adanya perubahan user interface (UI) - user experience (UX) pada aplikasi developer, Majelis Komisi menilai akibat dari penerapan Google Play Billing System terjadi penyesuaian user interface dan user experience dengan sistem baru dan adanya user experince yang terganggu akibat penyesuaian tersebut sebagaimana telah diuraikan pada butir 9.7.6. bagian Tentang Hukum.
Terdapat adanya keluhan pengguna berupa kesulitan melakukan penyelesaian pemrosesan pembayaran setelah diterapkan Google Play Billing System sebagaimana telah diuraikan pada butir 9.7.1. bagian Tentang Hukum.
Perilaku menghambat teknologi yang dilakukan oleh Terlapor dilakukan dengan cara menolak update aplikasi developer pada Google Play Store dan menghambat developer menggunakan alternatif teknologi penyelesaian pembayaran yang lain sebagaimana telah diuraikan pada butir 7.14.3 angka 3) huruf f dan butir 9.1.1 angka 1), angka 3) dan butir 9.3.5 angka 2) bagian Tentang Hukum.
Perilaku Terlapor sebagaimana telah diuraikan butir 12.4.8. bagian Tentang Hukum merupakan bukti adanya tindakan Terlapor untuk membatasi pasar dan pengembangan teknologi sehubungan dengan penerapan Google Play Billing System dalam perkara a quo.
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum