Palangkaraya, Kalimantan Tengah – Pengadilan Negeri (PN) Palangkaraya menerima kunjungan Direktorat Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka diskusi penerapan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup, Selasa (25/11). Diskusi tersebut membahas mekanisme baru eksekusi perkara lingkungan hidup, termasuk permohonan eksekusi perkara 213/Pdt.G/LH/2018/PN Plk melawan PT Arjuna Utama Sawit (PT AUS) yang diajukan pada 8 Januari 2025.
Diskusi ini menyoroti perubahan mendasar dalam pelaksanaan putusan perdata lingkungan hidup. Selama ini putusan kerap dinilai tidak efektif pada tahap eksekusi, terutama terhadap nilai ganti rugi dan biaya pemulihan yang mencapai ratusan miliar rupiah. Dengan hadirnya Perma 1/2023, mekanisme eksekusi kini memiliki standar teknis yang lebih ketat.

Salah satu isu yang dibahas adalah status putusan PT AUS yang telah berkekuatan hukum tetap pada 14 Desember 2022, sebelum Perma 1/2023 diterbitkan. Merujuk Pasal 80 ayat (1) Perma 1/2023, putusan yang belum dieksekusi tetap dapat dilaksanakan dengan mekanisme baru. Dengan demikian, setiap eksekusi yang belum berjalan wajib menerapkan standar pemulihan lingkungan sebagaimana ditetapkan dalam Perma tersebut.
Dalam mekanisme baru, Pemohon Eksekusi (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) wajib menyusun Rencana Pemulihan Terperinci yang memuat lokasi, metode, pembiayaan, serta target waktu pemulihan, sebagaimana amanat Pasal 55 ayat (1). Dokumen tersebut menjadi acuan pengadilan dalam menilai kelayakan eksekusi.
Topik lain yang dibahas adalah mekanisme pendanaan pemulihan. Dalam perkara PT AUS, biaya pemulihan lahan gambut seluas 970,44 hektar ditetapkan sebesar Rp227 miliar. Berdasarkan Pasal 66 ayat (4), apabila Termohon tidak melaksanakan pemulihan secara mandiri, dana pemulihan wajib dititipkan ke rekening kepaniteraan pengadilan. Dana tersebut dikelola secara bertahap sesuai progres fisik yang telah diverifikasi.
Untuk memastikan akuntabilitas pelaksanaan eksekusi, Perma juga mengatur pembentukan Tim Pengawas Eksekusi yang melibatkan instansi teknis, ahli, dan unsur masyarakat, sebagaimana diatur dalam Pasal 67 ayat (1).
Baca Juga: Capaian Kinerja PT Palangkaraya Tahun 2024 Tembus di Angka 104 Persen!
KPK menegaskan bahwa eksekusi perkara lingkungan tidak hanya menyangkut pemulihan ekologis, tetapi juga berdampak pada penyelamatan keuangan negara. Mengutip data BNPB tahun 2019 yang digunakan dalam kajian KPK, kerugian ekonomi akibat kebakaran lahan mencapai Rp75 triliun, sehingga efektivitas eksekusi perkara lingkungan menjadi isu strategis.
Diskusi di PN Palangkaraya ini diharapkan memperkuat implementasi Perma 1/2023, terutama dalam memastikan pemulihan lingkungan berjalan secara nyata dan terukur, serta mencegah kerugian negara akibat kerusakan lingkungan yang tidak ditangani. (SNR/LDR)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI