Mahkamah Agung menetapkan berbagai landmark decision setiap tahunnya melalui Laporan Tahunan. Pada
Laporan Tahunan Mahkamah Agung 2022, termuat salah satu landmark decision, yaitu Putusan Nomor 1149 K/Pid/2022 dengan
klasifikasi tindak pidana di bidang perpajakan.
Apa itu landmark decision? Putusan penting (landmark decision) merupakan putusan yang mengandung kaidah hukum
baru dan dipandang bermanfaat bagi perkembangan hukum di masa yang akan datang.
Putusan tersebut terdiri dari putusan perkara perdata, pidana, agama, militer
dan tata usaha Negara (TUN).
Duduk sebagai Majelis Hakim pada
perkara nomor 1149 K/Pid/2022 tersebut antara lain, Dr. Suhadi, S.H., M.H.,
selaku Hakim Ketua, Soesilo, S.H., M.H., dan Suharto, S.H., M.H. sebagai para
Hakim Anggota.
Baca Juga: Tok! PT Jakarta Perberat Vonis Eks Dirkeu PT Timah Menyusul Harvey Moeis
Ringkasan Posisi Kasus
Perkara bermula ketika Terdakwa
Bilal Asif, didakwa dengan dakwaan alternatif yaitu Kesatu, melanggar Pasal 39
Ayat (1) huruf c juncto Pasal 43
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP, Atau Kedua melanggar Pasal 39 Ayat
(1) huruf I juncto Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 juncto
Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Atas perbuatannya, Penuntut
Umum menuntut Terdakwa karena turut serta tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong
atau dipungut sebagai perbuatan berlanjut, dengan pidana penjara selama empat
tahun dan pidana denda sebesar Rp.62.774.473.080,00.
Dengan ketentuan, tambah
Penuntut Umum, jika Terdakwa tidak membayar denda tersebut paling lama waktu 1
(satu) bulan sesudah Putusan Pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
maka harta benda milik Terdakwa dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar
denda.
Dalam
tuntutan tersebut juga dinyatakan oleh Penuntut Umum, dalam hal Terdakwa tidak
mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar denda, maka Terdakwa
dijatuhi hukuman kurungan pengganti denda selama 6 (enam) bulan.
Pertimbangan Judex
Facti Tingkat Pertama dan Banding
Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Putusan Nomor
54/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Sel kemudian menyatakan Terdakwa telah terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tidak menyetorkan pajak
yang telah dipotong atau dipungut sebagai perbuatan berlanjut.
Judex
Facti menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa selama
satu tahun dan enam bulan serta denda sebesar Rp62.774.473.080,00. Dengan ketentuan
jika denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama tiga
bulan.
Dalam pertimbangannya, Majelis
Hakim turut mempertimbangkan perihal tuntutan pengganti denda tersebut. Judex Facti menilai, tuntutan pengganti
denda yang demikian, belum diatur/tidak terdapat dalam peraturan
perundang-undangan khususnya dalam Undang-Undang Perpajakan.
“Apabila Hakim mengikuti, akan
melanggar azas dalam Hukum Pidana karena tiada satupun perbuatan yang dapat
dihukum, kecuali telah ada undang-undang yang mengaturnya.” bunyi salah satu
pertimbangan hukum dalam putusan yang diketok pada 24 Agustus 2020 tersebut.
Oleh karena itu, Majelis Hakim
menambahkan, berpedoman dalam Pasal 103 KUHP dalam Bab I, apabila belum diatur
di dalam Undang-Undang khusus yaitu Undang-Undang Perpajakan, maka diberlakukan
ketentuan Umum KUHP. Oleh karenanya, tentang denda penggantinya telah diatur
dalam Pasal 30 ayat (2) KUHP, yaitu jika pidana denda tidak dibayar, maka
diganti dengan pidana kurungan.
Senada
dengan putusan pengadilan negeri, Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 428/PID.SUS/2020/PT DKI,
kemudian menguatkan Putusan Nomor 54/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Sel tersebut.
Judex Juris Mengadili Sendiri
Selanjutnya,
Mahkamah Agung memperbaiki putusan Judex
Facti dengan memperbaiki mengenai pidana pengganti denda. Majelis Hakim
Kasasi berpendapat, putusan Judex Facti
Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri perlu diperbaiki mengenai
jenis pidana pengganti denda.
Hal ini, Majelis Hakim
menilai, agar selaras dengan maksud ketentuan Pasal 44 C Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang menyatakan pada
pokoknya pidana denda sebagaimana dimaksud Pasal 39 dan Pasal 39 A tidak dapat
digantikan dengan pidana kurungan dan wajib dibayar oleh Terpidana.
Atas pertimbangan tersebut, Judex Juris kemudian menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh
karena itu dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan dan pidana denda
sebesar Rp62.774.473.080,00. Dengan ketentuan, apabila pidana denda tersebut
tidak dibayar dalam waktu paling lama satu bulan sesudah putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta kekayaan Terpidana
disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar pidana denda tersebut.
“Dalam
hal Terpidana tidak mempunyai harta kekayaan yang mencukupi untuk membayar
pidana denda, maka dipidana dengan pidana penjara selama tiga bulan.” jelas
Majelis Hakim Kasasi dalam pertimbangan Putusan Nomor 1149
K/Pid/2022.
Baca Juga: PT Jakarta Perberat Vonis Pejabat Kemenhub di Kasus Korupsi Jalur KA
Berdasarkan uraian di atas,
kaidah hukum yang dapat dipetik dari perkara tersebut yakni, pidana denda tidak
dapat digantikan dengan pidana kurungan dan wajib dibayar oleh pelaku tindak
pidana di bidang perpajakan.
Semoga dengan adanya publikasi berbagai landmark decision ini, dapat menambah khazanah keilmuan bagi para pembaca khususnya dalam memotivasi para hakim untuk melahirkan putusan-putusan yang berkualitas dan memberikan keadilan serta kepastian hukum. (ldr)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI