Cari Berita

Penerapan Pidana Denda Pelanggaran Lalu Lintas Pasca Berlakunya KUHP Baru

Yuristyawan Pambudi Wicaksana-Hakim PN Muaro - Dandapala Contributor 2025-09-26 08:05:46
Dok. Penulis.

Pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya dalam tulisan ini disebut KUHP vide Pasal 623 Undang-Undang a quo), tanggal 2 Januari 2026, ketentuan umum yang berlaku sebagai dasar bagi seluruh ketentuan undang-undang pidana akan dirombak.

Tak terkecuali pula dengan pemahaman, pemberlakuan dan penerapan ketentuan umum KUHP baru tersebut (vide Pasal 613 KUHP) pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (disingkat Undang-Undang Lalu Lintas).

Pasal 187 KUHP, telah menggariskan “Ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab V Buku Kesatu berlaku juga bagi perbuatan yang dapat dipidana menurut peraturan perundang-undangan lain, kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang”.

Baca Juga: Menelisik Perbedaan Pengaturan Recidive dalam KUHP Lama dan KUHP Baru

Salah satu perombakan yang penulis maksud ialah penggantian istilah kejahatan dan pelanggaran pada seluruh ketentuan pidana menjadi istilah tindak pidana (vide pasal 614 Huruf a KUHP). Namun demikian untuk memudahkan pembahasan dalam tulisan ini penulis hanya membatasi kajian pada tindak pidana yang sebelumnya disebut sebagai pelanggaran lalu lintas dalam Pasal 316 ayat (1) Undang-Undang Lalu Lintas) yang mana terdiri dari pelanggaran yang diatur pada Pasal 274, Pasal 275 ayat (1), Pasal 276, Pasal 278, hingga Pasal 309, dan Pasal 313 Undang-Undang a quo.

Khususnya terkait ketentuan pidana denda yang diatur dalam undang-undang tersebut yang tidak diatur denda minimumnya hanya diatur denda maksimalnya yakni berkisar antara Rp250.000,00 hingga Rp1.000.000,00 atau setara dengan denda kategori I (vide Pasal 79 ayat (1) huruf a KUHP) untuk Pasal 275 ayat (1), Pasal 276, Pasal 278 hingga Pasal 296 sementara untuk tindak pidana pada Pasal 297, Pasal 309 dan Pasal 313 dipidana dengan denda maksimal antara Rp1.500.000,00 hingga Rp3.000.000,00 dan terakhir yang terberat adalah ancaman pidana yang diatur dalam Pasal 274 Undang-Undang Lalu Lintas yang diancam dengan pidana denda maksimal hingga Rp24.000.000,00.

Dapat dipahami untuk ketentuan denda pada Pasal 297, Pasal 309 dan Pasal 313 Undang-Undang Lalu Lintas adalah setara dengan denda kategori II (vide Pasal 79 ayat (1) huruf b KUHP) dan terhadap pidana denda yang diatur pada Pasal 274 Undang-Undang Lalu Lintas setara dengan denda kategori III (vide Pasal 79 ayat (1) huruf c KUHP).

Keseluruhan pidana denda pada pelanggaran lalu lintas tersebut diatas dikonstruksikan secara alternatif antara pidana denda atau perampasan kemerdekaan kecuali Pasal 288 ayat (2) Undang-Undang Lalu Lintas yang pidana dendanya dikonstruksikan secara kumulatif atau alternatif (dan/atau).

Disamping itu mayoritas pidana perampasan kemerdekaan pada pelanggaran lalu lintas (kecuali untuk pelanggaran Pasal 274) dikonstruksikan dalam bentuk pidana kurungan yang mana jenis pidana tersebut tidak dikenal lagi dalam sistem pidana (straf stelsel) KUHP baru (vide Pasal 64 sampai Pasal 68 KUHP).

Memperhatikan perubahan-perubahan tersebut menjadi menarik bagi penulis untuk mengkaji dalam tulisan ini mengenai bagaimana penerapan pidana denda pada pelanggaran lalu lintas pasca berlakunya KUHP baru?.

Pembahasan

Ketentuan pidana pokok secara berurutan diatur dalam Pasal 65 ayat (1) KUHP yakni dimulai dari pidana penjara, pidana tutupan, pidana pengawasan, pidana denda dan pidana kerja sosial yang mana urut-urutan jenis pidana pokok tersebut diurutkan dari jenis pidana pokok terberat hingga teringan berdasarkan catatan anotasi [1]Pasal 65 ayat (2) KUHP oleh karena itu mengacu pada penjelasan Pasal 65 ayat (2) KUHP meskipun hakim memiliki pilihan untuk menjatuhkan salah satu pidana yang bersifat alternatif.

Namun hakim harus tetap berorientasi pada tujuan pemidanaan yakni mendahulukan jenis pidana yang lebih ringan apabila berdasarkan pertimbangan hakim hal tersebut telah memenuhi tujuan pemidanaan.

Khusus terhadap Pasal 274 KUHP yang ancaman pidananya bersifat alternatif antara pidana penjara dan pidana denda maka setelah berlakunya KUHP baru penerapan pidana yang utama untuk diterapkan adalah pidana denda terkecuali apabila penerapan alternatif pidana yang lebih ringan tersebut akan tidak memenuhi tujuan pemidanaan (vide Pasal 51 KUHP).

Terhadap ketentuan alternatif pidana kurungan yang diatur dalam Pasal 275 ayat (1), Pasal 276,  hingga Pasal 296, Undang-Undang Lalu Lintas, oleh karena mengatur ancaman pidana kurungan kurang dari 6 (enam) bulan maka diganti dengan pidana denda maksimal kategori I atau maksimal pidana denda sejumlah Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) (vide Pasal 79 ayat (1) huruf a KUHP) dan terhadap pidana kurungan yang diatur dalam Pasal 297, Pasal 309 dan Pasal 313 KUHP oleh karena sebelumnya diancam dengan alternatif pidana kurungan 6 (enam) bulan keatas maka berdasarkan ketentuan Pasal 615 ayat (1) KUHP dikonversi menjadi pidana denda kategori II atau maksimal sejumlah Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) (vide Pasal 79 ayat (1) huruf b KUHP).

Hal lain yang menjadi perhatian adalah oleh karena seluruh ketentuan pidana pada tindak pidana lalu lintas yang diatur dalam Pasal 316 ayat (1) Undang-Undang Lalu Lintas tidak diatur batas denda minimumnya maka berlaku ketentuan minimum pidana denda yang diatur dalam Pasal 78 ayat (2) KUHP yakni paling sedikit sejumlah Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) yang mana ketentuan ini tidak dapat disimpangi sehingga butuh kehati-hatian hakim untuk mengatur besaran denda yang akan dijatuhkan kepada Terdakwa.

Dalam penjatuhan denda terhadap Terdakwa sedapat mungkin dipertimbangkan segi kemampuan finansial bagi Terdakwa (vide Pasal 80 ayat (1) KUHP), tentunya pasca Perma Nomor 12 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas proses tanya jawab di persidangan dengan Terdakwa hanya dimungkinkan bila perkara tersebut disidangkan dengan dugaan pelanggaran atas Pasal 274 ayat (1) dan (2), Pasal 275 ayat (1), Pasal 309, dan Pasal 313, Undang-Undang Lalu Lintas, sementara untuk tindak pidana pelanggaran lainnya tidak dimungkinkan karena diputus tanpa hadirnya pelanggar (vide Pasal 7 ayat (1) Perma Nomor 12 Tahun 2016) oleh karena itu perlu mekanisme serta kebijaksanaan hakim untuk mempertimbangkan kemampuan finansial Terdakwa dalam perkara tersebut.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah ketentuan Pasal 81 KUHP, putusan tindak pidana pelanggaran lalu lintas atas Pasal 275 ayat (1), Pasal 276, Pasal 278, hingga Pasal 309, dan Pasal 313, Undang-Undang Lalu Lintas, dan terkhusus Pasal 274 Undang-Undang a quo yang menjatuhkan pidana denda wajib memuat waktu pelaksanaan pidana denda, cara pelaksanaan pidana denda, penyitaan dan lelang serta pidana pengganti pidana denda dalam hal pidana denda tidak dibayar.

Hal tersebut untuk mengantisipasi apabila telah dilakukan penyitaan dan pelelangan oleh jaksa, ternyata kekayaan atau pendapatan Terpidana tidak cukup atau tidak memungkinkan untuk dilaksanakan maka pidana denda terhadap Terpidana diganti dengan pidana penjara, pidana pengawasan atau pidana kerja sosial.

Untuk tindak pidana lalu lintas Pasal 275 ayat (1), Pasal 276, Pasal 278, hingga Pasal 309, dan Pasal 313, Undang-Undang Lalu Lintas diatur bila dijatuhkan pidana pengganti berupa penjara maka dijatuhkan untuk paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun terkecuali ada pemberatan dalam hal perbarengan tindak pidana, sementara bila pidana pengganti tersebut berupa pidana pengawasan, maka dijatuhkan untuk paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun, dan terakhir dalam hal dijatuhkan pidana kerja sosial pengganti maka harus dijatuhkan paling singkat 8 (delapan) jam dan paling lama 240 (dua ratus empat puluh) jam.

Khusus untuk pengganti pidana denda Pasal 274, Undang-Undang Lalu Lintas hanya dapat diganti dengan pidana penjara 1 (satu) tahun secara definitif karena baik ketentuan paling singkat maupun ketentuan maksimal dari pidana tersebut sama-sama 1 (satu) tahun penjara (vide Pasal 83 ayat (1) KUHP jo. Pasal 274, Undang-Undang Lalu Lintas).

Ketentuan perhitungan lama pidana pengganti tersebut diatas dalam hal sebagian pidana denda dibayar maka lama pidana pengganti dikurangi dengan perhitungan untuk setiap pidana denda Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) atau kurang dari itu disepadankan dengan 1 (satu) jam pidana kerja sosial pengganti, atau 1 (satu) hari pidana pengawasan atau pidana penjara pengganti (vide Pasal 82 ayat (4) jo Pasal 83 ayat (2) KUHP).

Hal lain yang layak diperhatikan untuk tindak pidana lalu lintas Pasal 275 ayat (1), Pasal 276, Pasal 278, hingga Pasal 309, dan Pasal 313, Undang-Undang Lalu Lintas oleh karena hanya dapat dijatuhi pidana denda maka terhadap pengulangan pasal-pasal tersebut yaitu melakukan tindak pidana dalam waktu 5 (lima) tahun setelah menjalani pidana, maka terhadap Terdakwa dapat dijatuhi pidana pengawasan paling lama 6 (enam) bulan dan pidana denda yang diperberat paling banyak 1/3 (satu per tiga). (vide Pasal 84 jo 23 KUHP). (al/ldr)

Referensi

Baca Juga: Saran dalam Efektifitas dan Efisiensi Penerapan Pidana Denda dalam KUHP Nasional

[1]     Eddy O.S. Hiariej dan Topo Santoso, Anotasi KUHP Nasional, 1 ed. Depok: Rajawali Pers, 2025.

[2]      S. H. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, 4 ed. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI