Pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya dalam tulisan ini disebut KUHP vide Pasal 623 Undang-Undang a quo), tanggal 2 Januari 2026, ketentuan umum yang berlaku sebagai dasar bagi seluruh ketentuan undang-undang pidana akan dirombak.
Tak terkecuali pula dengan pemahaman, pemberlakuan dan penerapan ketentuan umum KUHP baru tersebut (vide Pasal 613 KUHP) pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (disingkat Undang-Undang Lalu Lintas).
Pasal 187 KUHP, telah menggariskan “Ketentuan
dalam Bab I sampai dengan Bab V Buku Kesatu berlaku juga bagi perbuatan yang
dapat dipidana menurut peraturan perundang-undangan lain, kecuali ditentukan
lain menurut Undang-Undang”.
Baca Juga: Menelisik Perbedaan Pengaturan Recidive dalam KUHP Lama dan KUHP Baru
Salah satu perombakan yang penulis maksud ialah penggantian istilah kejahatan dan pelanggaran pada seluruh ketentuan pidana menjadi istilah tindak pidana (vide pasal 614 Huruf a KUHP). Namun demikian untuk memudahkan pembahasan dalam tulisan ini penulis hanya membatasi kajian pada tindak pidana yang sebelumnya disebut sebagai pelanggaran lalu lintas dalam Pasal 316 ayat (1) Undang-Undang Lalu Lintas) yang mana terdiri dari pelanggaran yang diatur pada Pasal 274, Pasal 275 ayat (1), Pasal 276, Pasal 278, hingga Pasal 309, dan Pasal 313 Undang-Undang a quo.
Khususnya terkait ketentuan pidana denda yang diatur dalam undang-undang tersebut yang tidak diatur denda minimumnya hanya diatur denda maksimalnya yakni berkisar antara Rp250.000,00 hingga Rp1.000.000,00 atau setara dengan denda kategori I (vide Pasal 79 ayat (1) huruf a KUHP) untuk Pasal 275 ayat (1), Pasal 276, Pasal 278 hingga Pasal 296 sementara untuk tindak pidana pada Pasal 297, Pasal 309 dan Pasal 313 dipidana dengan denda maksimal antara Rp1.500.000,00 hingga Rp3.000.000,00 dan terakhir yang terberat adalah ancaman pidana yang diatur dalam Pasal 274 Undang-Undang Lalu Lintas yang diancam dengan pidana denda maksimal hingga Rp24.000.000,00.
Dapat dipahami untuk ketentuan denda pada Pasal 297, Pasal 309 dan Pasal 313 Undang-Undang
Lalu Lintas adalah setara dengan denda kategori II (vide Pasal 79 ayat
(1) huruf b KUHP) dan terhadap pidana denda yang diatur pada Pasal 274 Undang-Undang
Lalu Lintas setara dengan denda kategori III (vide Pasal 79 ayat (1)
huruf c KUHP).
Keseluruhan pidana denda pada pelanggaran lalu lintas tersebut diatas dikonstruksikan secara alternatif antara pidana denda atau perampasan kemerdekaan kecuali Pasal 288 ayat (2) Undang-Undang Lalu Lintas yang pidana dendanya dikonstruksikan secara kumulatif atau alternatif (dan/atau).
Disamping itu mayoritas pidana perampasan kemerdekaan pada pelanggaran lalu lintas (kecuali untuk pelanggaran Pasal 274) dikonstruksikan dalam bentuk pidana kurungan yang mana jenis pidana tersebut tidak dikenal lagi dalam sistem pidana (straf stelsel) KUHP baru (vide Pasal 64 sampai Pasal 68 KUHP).
Memperhatikan perubahan-perubahan tersebut menjadi menarik bagi penulis untuk mengkaji dalam tulisan ini mengenai bagaimana penerapan pidana denda pada pelanggaran lalu lintas pasca berlakunya KUHP baru?.
Pembahasan
Ketentuan
pidana pokok secara berurutan diatur dalam Pasal 65 ayat (1) KUHP yakni dimulai
dari pidana penjara, pidana tutupan, pidana pengawasan, pidana denda dan pidana
kerja sosial yang mana urut-urutan jenis pidana pokok tersebut diurutkan dari
jenis pidana pokok terberat hingga teringan berdasarkan catatan anotasi
Namun hakim harus tetap berorientasi pada tujuan pemidanaan yakni mendahulukan jenis pidana yang lebih ringan apabila berdasarkan pertimbangan hakim hal tersebut telah memenuhi tujuan pemidanaan.
Khusus terhadap Pasal 274 KUHP yang ancaman pidananya bersifat alternatif antara
pidana penjara dan pidana denda maka setelah berlakunya KUHP baru penerapan
pidana yang utama untuk diterapkan adalah pidana denda terkecuali apabila penerapan
alternatif pidana yang lebih ringan tersebut akan tidak memenuhi tujuan
pemidanaan (vide Pasal 51 KUHP).
Terhadap
ketentuan alternatif pidana kurungan yang diatur dalam Pasal 275 ayat (1),
Pasal 276, hingga Pasal 296, Undang-Undang
Lalu Lintas, oleh karena mengatur ancaman pidana kurungan kurang dari 6 (enam)
bulan maka diganti dengan pidana denda maksimal kategori I atau maksimal pidana
denda sejumlah Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) (vide Pasal 79 ayat (1)
huruf a KUHP) dan terhadap pidana kurungan yang diatur dalam Pasal 297, Pasal
309 dan Pasal 313 KUHP oleh karena sebelumnya diancam dengan alternatif pidana
kurungan 6 (enam) bulan keatas maka berdasarkan ketentuan Pasal 615 ayat (1)
KUHP dikonversi menjadi pidana denda kategori II atau maksimal sejumlah
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) (vide Pasal 79 ayat (1) huruf b
KUHP).
Hal
lain yang menjadi perhatian adalah oleh karena seluruh ketentuan pidana pada tindak
pidana lalu lintas yang diatur dalam Pasal 316 ayat (1) Undang-Undang Lalu Lintas tidak diatur batas denda
minimumnya maka berlaku ketentuan minimum pidana denda yang diatur dalam Pasal
78 ayat (2) KUHP yakni paling sedikit sejumlah Rp50.000,00 (lima puluh ribu
rupiah) yang mana ketentuan ini tidak dapat disimpangi sehingga butuh
kehati-hatian hakim untuk mengatur besaran denda yang akan dijatuhkan kepada
Terdakwa.
Dalam
penjatuhan denda terhadap Terdakwa sedapat mungkin dipertimbangkan segi
kemampuan finansial bagi Terdakwa (vide Pasal 80 ayat (1) KUHP), tentunya
pasca Perma Nomor 12 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara
Pelanggaran Lalu Lintas proses tanya jawab di persidangan dengan Terdakwa hanya
dimungkinkan bila perkara tersebut disidangkan dengan dugaan pelanggaran atas Pasal
274 ayat (1) dan (2), Pasal 275 ayat (1), Pasal 309, dan Pasal 313, Undang-Undang
Lalu Lintas, sementara untuk tindak pidana pelanggaran lainnya tidak
dimungkinkan karena diputus tanpa hadirnya pelanggar (vide Pasal
7 ayat (1) Perma Nomor 12 Tahun 2016) oleh karena itu perlu mekanisme serta kebijaksanaan
hakim untuk mempertimbangkan kemampuan finansial Terdakwa dalam perkara tersebut.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah ketentuan Pasal 81 KUHP, putusan tindak pidana pelanggaran lalu lintas atas Pasal 275 ayat (1), Pasal 276, Pasal 278, hingga Pasal 309, dan Pasal 313, Undang-Undang Lalu Lintas, dan terkhusus Pasal 274 Undang-Undang a quo yang menjatuhkan pidana denda wajib memuat waktu pelaksanaan pidana denda, cara pelaksanaan pidana denda, penyitaan dan lelang serta pidana pengganti pidana denda dalam hal pidana denda tidak dibayar.
Hal tersebut untuk
mengantisipasi apabila telah dilakukan penyitaan dan pelelangan oleh jaksa,
ternyata kekayaan atau pendapatan Terpidana tidak cukup atau tidak memungkinkan
untuk dilaksanakan maka pidana denda terhadap Terpidana diganti dengan pidana
penjara, pidana pengawasan atau pidana kerja sosial.
Untuk
tindak pidana lalu lintas Pasal 275 ayat (1), Pasal 276,
Pasal 278, hingga Pasal 309, dan Pasal 313, Undang-Undang Lalu Lintas diatur bila dijatuhkan
pidana pengganti berupa penjara maka dijatuhkan untuk paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 1 (satu)
tahun terkecuali ada pemberatan dalam hal perbarengan tindak pidana, sementara
bila pidana pengganti tersebut berupa pidana pengawasan, maka dijatuhkan untuk paling
singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun, dan terakhir dalam hal
dijatuhkan pidana kerja sosial pengganti maka harus dijatuhkan paling singkat 8
(delapan) jam dan paling lama 240 (dua ratus empat puluh) jam.
Khusus untuk pengganti pidana denda Pasal 274, Undang-Undang Lalu Lintas hanya dapat diganti dengan pidana penjara 1 (satu) tahun secara definitif karena baik ketentuan paling singkat maupun ketentuan maksimal dari pidana tersebut sama-sama 1 (satu) tahun penjara (vide Pasal 83 ayat (1) KUHP jo. Pasal 274, Undang-Undang Lalu Lintas).
Ketentuan perhitungan lama pidana pengganti
tersebut diatas dalam hal sebagian pidana denda dibayar maka lama pidana
pengganti dikurangi dengan perhitungan untuk setiap pidana denda Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) atau kurang dari itu
disepadankan dengan 1 (satu) jam pidana kerja sosial pengganti, atau 1 (satu)
hari pidana pengawasan atau pidana penjara pengganti (vide Pasal 82 ayat
(4) jo Pasal 83 ayat (2) KUHP).
Hal lain yang layak diperhatikan untuk tindak pidana lalu lintas Pasal
275 ayat (1), Pasal 276, Pasal 278, hingga Pasal 309, dan Pasal 313, Undang-Undang Lalu Lintas oleh karena hanya dapat
dijatuhi pidana denda maka terhadap pengulangan pasal-pasal tersebut yaitu
melakukan tindak pidana dalam waktu 5 (lima) tahun setelah menjalani pidana, maka
terhadap Terdakwa dapat dijatuhi pidana
pengawasan paling lama 6 (enam) bulan dan pidana denda yang diperberat paling
banyak 1/3 (satu per tiga). (vide Pasal 84 jo 23 KUHP). (al/ldr)
Referensi
Baca Juga: Saran dalam Efektifitas dan Efisiensi Penerapan Pidana Denda dalam KUHP Nasional
[1] Eddy
O.S. Hiariej dan Topo Santoso, Anotasi KUHP Nasional, 1 ed. Depok: Rajawali
Pers, 2025.
[2] S. H. Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, 4 ed. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI