Cari Berita

Paradigma Baru Keuangan Negara dalam UU BUMN

Bagus Mizan Albab - Dandapala Contributor 2025-09-24 08:05:13
Dok. Ist.

Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2025 tentang Perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU 1/2025) pada hari senin (24/02/2025).

Dengan disahkannya UU 1/2025 tersebut, merupakan babak baru yang membawa perubahan atas tata kelola, manajemen, dan pengawasan dari Perusahaan plat merah tersebut.

Salah satu tujuan dari revisi UU tersebut merupakan wujud dari Upaya efesiensi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan tidak membebani keuangan negara. Adapun yang menjadi hal baru dalam UU 1/2025 diantaranya adalah adanya aturan megenai holding investasi, holding operasional, restrukturisasi, pembentukan anak usaha BUMN, hingga pengaturan mengenai hak monopoli.

Baca Juga: Environmental Ethic Sebagai Pilar Keadilan Ekologis

Hadirnya UU 1/2025 tentu membawa angin segar, terutama terhadap transformasi tata kelola BUMN, dimana dikenal dua istilah baru yaitu holding operasional yang bertugas memastikan manajemen dan tata kelola BUMN berjalan dengan baik sesuai prinsip good corporate governance dan holding investasi yang berperan mendorong pertumbuhan ekonomi itu sendiri.

Akan tetapi seperti kata pepatah, “tak ada gading yang tak retak”, hadirnya UU 1/2025 menimbulkan polemik di masyarakat mengenai status kerugian BUMN yang tidak lagi menjadi bagian dari kerugian negara.

Sebelum adanya UU 1/2025, perdebatan mengenai status kerugian bumn merupakan perdebatan klasik yang hampir selalu dibicarakan dan diperdebatkan baik dalam tataran akademisi maupun tataran praktis.

Hadirnya UU 1/2025, dalam ketentuan Pasal 4B jo Pasal 9G yang menerangkan bahwa kerugian BUMN bukan lagi termasuk kedalam kerugian negara dan kedudukan anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara menimbulkan polemik dalam Masyarakat.

Hal ini tentu bertentangan dengan undang-undang lain yang menngatur mengenai definisi keuangan negara. Oleh sebab itu, tulisan ini akan membahas mengenai persoalan status dan kedudukan BUMN dalam perspektif perseoran terbatas beserta poin perdebatan yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

BUMN Sebagai Perseroan Terbatas

Status kedudukan BUMN sebagai perseroan terbatas tercermin dari pembagian jenis BUMN yang terbagi kedalam Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Perseroan terbuka (Persero terbuka), dan Perusahaan umum (Perum). Dikarenakan status kedudukan Perusahaan BUMN sebagai suatu entitas Perseroan terbatas, maka kita dapat mengkaji dari Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan terbatas (UUPT).

Konsep dari PT mengenal pertanggungjawaban terbatas atau separate liability yang tertuang dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) UUPT. Begitupun dengan kekayaan dari suatu PT terpisah dengan kekayaan dari pemegang saham sebagaimana unsur-unsur atau ciri dari Perseroan terbatas yaitu; (i) memiliki kekayaan yang terpisah; (ii) memiliki kepentingan sendiri; dan (iii) memiliki tujuan tertentu.

Unsur kekayaan yang terpisah antara PT dengan pemegang saham merupakan suatu syarat yang fundamental dalam pembentukan badan hukum itu sendiri. Hal ini sebagai bentuk kepastian hukum baik bagi badan hukum itu sendiri maupun bagi pihak ketiga apabila ingin mengadakan hubungan hukum dengan PT tersebut, diantaranya sebagai objek jaminan maupun dapat dituntut di muka pengadilan. (Jimly Asshiddiqie:2026). Oleh sebab itu, pemisahan kekayaan antara PT dengan pemegang saham merupakan suatu syarat dalam pembentukan PT untuk tujuan tertentu.

Dengan demikian, konteks Perusahaan BUMN yang dibandingkan dengan Perseroan Terbatas dalam UUPT merupakan salah satu ratio legis dari pengaturan status kerugian BUMN yang tidak termasuk kedalam kerugian negara. Karena esensi dari pemisahan kekayaan antara pemegang saham dengan perseoran yang juga diterapkan dalam UU 1/2025/

Kontradiksi Undang-Undang Keuangan Negara

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara) mengatur mengenai definisi dari keuangan negara yang meliputi kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang. Termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.

Adapun UU Keuangan Negara Pasal 1 angka 5 menerangkan definisi Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat, dimana ini merujuk pada definisi dari BUMN.

Berdasarkan pengaturan diatas, banyak kalangan praktisi dan akademisi yang mengatakan pengaturan status kerugian negara dalam UU 1/2025 bertentangan dengan UU Keuangan Negara. Karena bagaimanapun kekayaan BUMN merupakan pengaturan yang dikecualikan dari legal entity Perseroan terbatas dalam UUPT.

Akan tetapi, persoalan yang penulis temui dalam UU 1/2025, dimana definisi mengenai unsur “kekayaan yang dipisahkan” dalam definisi BUMN sudah dihapus, sehingga definisi mengenai keuangan negara dalam UU Keuangan Negara juga sudah tidak lagi mengacu kepada BUMN.

Oleh sebab itu, menjadi sebuah polemik ketika definisi keuangan negara yang mengacu kepada BUMN saat ini sudah tidak lagi digunakan dalam UU 1/2025 itu sendiri.

Putusan Mahkamah Konstitusi

Sebelum hadirnya UU 1/2025, terdapat beberapa putusan Mahkamah Konstitusi yang mengenai status keuangan negara dalam BUMN. Seperti halnya putusan MK No 48 dan 62/PUU-XI/2013 yang pada pokoknya mengukuhkan status kekayaan BUMN sebagai bagian dari rezim keuangan negara dikarenakan pemisahan kekayaan negara bukanlah dilihat dari perspektif transaksi yang mengalihkan suatu hak, sehingga tidak beralihnya hak dari negara kepada BUMN.

Begitupun dalam Putusan MK No 26/PUU-XIX/2021 yang menerangkan pemisahan kekayaan negara tidak dapat diartikan sebagai putusnya kaitan negara dengan BUMN atau nama lain yang sejenisnya, karena pemisahan kekayaan negara hanyalah untuk memudahkan pengelolaan usaha atau bisnis.

Dengan demikian, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi yang sebelumnya masih menganggap dan menafsirkan bahwa kekayaan BUMN termasuk kedalam rezim kerugian negara.

Penutup

Baca Juga: Konsensus Epistemik Hakim: Fondasi Baru Keadilan Iklim di Indonesia

Hadirnya UU 1/2025 membuat perubahan paradigma baru mahzab keuangan negara dimana kerugian BUMN tidak termasuk kedalam kerugian negara. Akan tetapi disatu sisi, UU Keuangan Negara masih mengatur mengenai keuangan negara yang termasuk didalamnya adalah kekayaan negara yang dipisahkan.

Meskipun status kerugian negara telah diatur dalam UU 1/2025 akan tetapi selama UU Keuangan Negara belum dilakukan revisi yang memberikan kepastian hukum mengenai definisi keuangan negara, persoalan ini tetap akan menjadi diskusi dan pembahasan menarik dalam ranah akademik maupun praktisi. (ldr)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI