Kalabahi - Persidangan di Ruang Sidang Garuda Pengadilan Negeri (PN) Kalabahi pada Rabu (19/11) menjadi sorotan ketika majelis hakim menjatuhkan pidana 1 tahun 6 bulan penjara kepada M.R., seorang Pegawai Negeri Sipil. Ia dinyatakan terbukti dengan sengaja membiarkan seseorang dalam keadaan sengsara yang mengakibatkan kematian, sebagaimana diatur Pasal 304 jo. Pasal 306 ayat (2) KUHP.
Perkara bermula dari hubungan gelap antara terdakwa dan korban yang telah berlangsung lebih dari satu dekade. Pada hari kejadian, keduanya bertemu di area semak dan melakukan hubungan intim. Di tengah aktivitas tersebut, korban tiba-tiba merasakan nyeri hebat di dada, tersungkur, dan kehilangan kesadaran. Bukannya mencari bantuan, terdakwa panik dan meninggalkan korban yang sedang kritis. Korban baru ditemukan beberapa jam kemudian dan dinyatakan meninggal dunia di RSUD Kalabahi.
Dalam putusannya, majelis hakim mengambil pendekatan progresif terhadap konsep kewajiban hukum dalam delik omisi. “Majelis Hakim melakukan penafsiran kontekstual untuk melindungi hak asasi manusia, mengingat tidak semua hubungan yang melahirkan kewajiban hukum tercantum secara eksplisit dalam undang-undang,” ujar majelis yang diketuai I Gusti Ngurah Dama Galang Devara, dengan anggota Pramudia Gilang Praseda dan Trisna Gamayanti Ma’na.
Baca Juga: Tendang Pembatas Jalan Berujung Cekcok, PN Kalabahi Terapkan RJ alasan Perdamaian
Majelis menilai hubungan personal antara terdakwa dan korban telah tersirat persetujuan untuk saling memberikan perawatan dan perlindungan, sehingga menumbuhkan ketergantungan psikis dan kepercayaan timbal balik. Hal tersebut dapat diartikan bahwasannya antara Terdakwa dan korban, telah lahir kewajiban hukum untuk memberikan pertolongan disaat sekarat. Dengan demikian, kelalaian terdakwa untuk bertindak dipandang memenuhi unsur delik omisi. Majelis juga menegaskan bahwa kepanikan tidak dapat dijadikan alasan pembenar maupun pemaaf yang dapat menghapus sifat melawan hukum perbuatannya.
Baca Juga: Izin Cerai dari Atasan Bagi PNS, Apakah Mutlak?
Putusan ini menimbulkan pertanyaan menarik bagi dunia hukum. Apakah hubungan terlarang yang secara moral dan secara keagamaan dikecam dapat menjadi dasar lahirnya kewajiban hukum? Seberapa jauh batas antara kewajiban moral dan kewajiban hukum dalam delik omisi tidak murni? serta apakah Pasal 304 dan Pasal 306 KUHP yang telah berusia lebih dari satu abad masih relevan untuk menanggapi dinamika relasi sosial modern?
Putusan Nomor 49/Pid.B/2025/PN Klb tersebut telah berkekuatan hukum tetap karena baik terdakwa maupun penuntut umum menerima putusan dan tidak mengajukan upaya hukum. Penerimaan ini menunjukkan bahwa putusan majelis hakim dipandang selaras dengan rasa keadilan oleh kedua belah pihak. (SSAY/IKAW/LDR)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI