Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat telah menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa Muhammad Arif Nuryanta pada Rabu (3/12) malam. Ia terbukti menerima suap.
"Menyatakan Terdakwa Muhammad Arif Nuryanta, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menerima suap yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan Alternatif Kesatu Subsidair serta menjatuhkan pidana penjara terhadap Terdakwa selama 12 tahun 6 bulan dan pidana denda sejumlah Rp 500 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurunganselama 6 bulan," ucap ketua majelis, Efendi, didampingi Adek Nurhadi & Andi Saputra sebagai hakim anggota.
Kasus ini berawal dari adanya perkara korporasi minyak goreng (migor) yang sedang berjalan di PN Jakarta Pusat. Dalam proses penanganan perkara tersebut, pihak korporasi yang berkepentingan diduga ingin memastikan agar putusan pengadilan dapat menguntungkan mereka.
Baca Juga: Sidang Hasto Berjalan Lancar, Ketua PN Jakpus Ucapkan Terima Kasih
Dalam persidangan terungkap bahwa terdakwa Muhammad Arif Nuryanta justru menyalahgunakan jabatannya saat itu sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Selatan dengan memperjualbelikan keadilan. Ia beberapa kali bertemu dengan pihak yang sedang berperkara, yaitu Ariyanto yang didampingi mantan Panitera Muda PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, untuk membahas pemberian uang dengan tujuan memengaruhi putusan majelis hakim. Tindakan tersebut jelas bertentangan dengan kode etik, pedoman perilaku hakim, dan peraturan perundang-undangan.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim juga menyinggung prinsip Noblesse Oblige yang dilanggar oleh Muhammad Arif Nuryanta.
"Berdasarkan prinsip "noblesse oblige" (dengan kehormatan datang tanggung jawab), semakin tinggi jabatan dan semakin lama pengabdian seseorang, semakin besar pula tanggung jawab moral dan hukum yang dipikulnya. Dalam bahasa Latin terdapat ungkapan "Corruptio optimi pessima" (kerusakan dari yang terbaik adalah yang terburuk), yang bermakna bahwa pengkhianatan dari orang yang seharusnya menjadi teladan adalah pengkhianatan yang paling berbahaya," sebagaimana rilis yang diterima DANDAPALA.
Perkara yang menyita perhatian masyarakat terhadap lembaga peradilan ini juga melibatkan Wilmar Group, sebuah perusahaan internasional yang berbasis di Singapura. Karena melibatkan korporasi internasional, tindakan yang dilakukan oleh Muhammad Arif Nuryanta, tidak hanya merusak citra lembaga peradilan di dalam negeri, tetapi juga menodai reputasi peradilan Indonesia di mata dunia.
"Dalam menjatuhkan pidana, majelis hakim tidak semata-mata mempertimbangkan aspek pembalasan berupa pemberian nestapa yang setimpal dengan perbuatan terdakwa, namun juga aspek pencegahan umum agar hakim lain dan aparatur pengadilan lainnya tidak berani melakukan perbuatan serupa, serta untuk meningkatkan kepercayaan publik kepada lembaga pengadilan," ujar ketua majelis, Efendi.
Pada perkara tersebut Muhammad Arif Nuryanta juga dibebani pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 14.734.276.000,00 (empat belas miliar tujuh ratus tiga puluh empat juta dua ratus tujuh puluh enam Rupiah). Dalam hal ini, jika Arif tidak membayar Uang Pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Namun jika harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun.
Baca Juga: Husnul Khotimah, ‘Kartini Pengadilan’ ke-3 yang Jadi Ketua PN Jakpus
"Terdakwa melakukan tindak pidana korupsi ini bukan karena kebutuhan (corruption by need) tetapi karena keserakahan (corruption by greed)," dikutip dari salah satu pertimbangan hukum yang memberatkan dalam perkara ini.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi seluruh aparat penegak hukum, khususnya para hakim dan pejabat pengadilan, bahwa korupsi tidak hanya berakar dari kondisi kebutuhan ekonomi, tetapi juga bisa muncul dari dorongan untuk memenuhi nafsu pribadi dan keserakahan yang merusak sendi-sendi moral dan keadilan.
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI