Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum, H. Bambang Myanto, S.H., M.H.

Di mana ada masyarakat, di situ ada hukum (ubi societas ibi ius). Maka ketika sebuah masyarakat terus tumbuh berkembang, otomatis hukum pun ikut merekah. Lalu bagaimana dengan hakim/pengadilan?

Awal 2025 Indonesia dikejutkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUUXXII/2024 yang memutuskan Presidential Threshold bertentangan dengan konstitusi. Padahal, 30 permohonan serupa sebelumnya tidak diterima/ditolak oleh MK.

Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024 tersebut mencerminkan konstitusi/hukum adalah hidup dan terus berkembang. Tidak statis. Tidak beku.

Di Amerika Serikat pun demikian. Supreme Court of the United States juga kerap mengubah pendiriannya dalam soal-soal yang berkait dengan konstitusi. Perubahan demikian dilakukan dalam rangka melindungi hak konstitusional warga negara.

Salah satu kasus yang terkenal di Amerika Serikat yaitu soal pemisahan sekolah berdasarkan warna kulit. Pada 1896, Supreme Court of the United States menyatakan pemisahan sekolah berdasarkan warna kulit bukan diskriminasi atas dasar prinsip separate but equal (terpisah tetapi sama).

Namun pendirian Supreme Court of the United States diubah pada 1954 setelah 5 dasawarsa berlalu. Supreme Court of the United States akhirnya mengubah pendiriannya dan memutuskan pemisahan sekolah yang didasarkan atas dasar warna kulit bertentangan dengan konstitusi.

Hukum yang terus berkembang semakin cepat seiring dengan hadirnya sosial media (sosmed). Sejarah mencatat, hadirnya Revolusi Industri pada awal abad ke-19 mengubah tatanan sosial, politik hingga hukum. Pun demikian dengan kehadiran internet yang menghadirkan Revolusi Digital. Di mana Revolusi Digital telah mengubah tatanan politik, hukum, ekonomi hingga tatanan sosial.

Revolusi Digital ini salah satunya mengubah sistem layanan pengadilan/Mahkamah Agung (MA) ke masyarakat. e-Court, SIPP hingga terbaru DANDAPALA.

Amati, Tiru dan Modifikasi

Perubahan adalah kepastian yang akan terjadi. Menyikapi perubahan tersebut, ada istilah ATM atau Amati, Tiru dan Modifikasi. Setiap insan pengadilan harus bisa mengamati setiap perubahan dalam masyarakat, lalu meniru bagiamana seandainya diterapkan dalam kebijakan lembaga.

Nah, dalam menerapkannya tetap perlu modifikasi untuk disesuaikan dengan kebutuhan lembaga, dan nilai-nilai yang hidup di lembaga kita. Sepajang tidak bertentangan dengan semangat dasar Mahkamah Agung (MA), maka hakim dan pimpinan pengadilan haruslah menjadi pelopor memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Hal itu sebagaimana pesan Ketua MA Yang Mulia Prof Sunarto SH MH, yaitu “untuk membuktikan rasa memiliki terhadap organisasi, kita tidak perlu menjadi lebih hebat dari orang lain, tetapi cukup menjadi lebih baik dari diri kita yang sebelumnya.”

Dalam penerapan hukum, hakim harus memegang teguh amanat UU 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, khususnya Pasal 5 ayat 1 yaitu ‘Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.’

Masyarakat tidak statis. Masyarakat terus bergerak. Masyarakat terus mencari pola tiap zamannya. Oleh sebab itu, keadilan terus hidup dalam sanubari rakyat dan harus diselami oleh para hakim di seluruh Indonesia.

Tahun 2025 masih panjang. Ladang amal pembuktian kita untuk memberikan layanan terbaik bagi masyarakat pun masih terbentang luas.

Salam DANDAPALA


Dirjen Badilum Mahkamah Agung

H Bambang Myanto SH MH