Cari Berita

Ketua PT Bengkulu Sebut KUHP Belanda Bertumpu Balas Dendam, Tepat Diganti

I Kadek Apdila Wirawan - Dandapala Contributor 2025-03-12 11:10:12
KPT Bengkulu, Dr Lilik Mulyadi (dok. PT Bengkulu)

Bengkulu- Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Bengkulu, Dr Lilik Mulyadi menyatakan KUHP Belanda bertumpu balas dendam. Oleh sebab itu sudah tepat KUHP Nasional menggantiannya dan mulai diterapkan pada 2 Januari 2026.

“KUHP lama yang berasal dari Wetboek van Strafrecht (Wvs) Belanda merupakan produk hukum kolonial yang masih bertumpu pada filosofi retributif atau lex talionis (balas dendam). Padahal, paradigma hukum pidana modern sudah mengarah pada keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif. Oleh karena itu, pembaruan KUHP menjadi suatu kebutuhan mendesak,” kata Lilik Mulyadi.

Hal itu disampaikan dalam diskusi virtual yang berlangsung melalui zoom meeting dan kanal Youtube PT Bengkulu, Rabu (12/3/2025). Lilik memberikan pemaparan mendalam mengenai aspek krusial, implementatif, dan kebaruan yang terkandung dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP. Diskusi ini menyoroti urgensi pembaruan hukum pidana nasional, misi pembaruan yang diusung oleh KUHP baru, serta dampaknya terhadap kualitas putusan hakim di Indonesia.

“Selain itu, KUHP lama dianggap tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan wawasan kebangsaan Indonesia,” ucap Lilik.

Tidak adanya terjemahan resmi dari KUHP lama juga menjadi masalah dalam penerapannya. Lilik menekankan bahwa ketidaksamaan terjemahan yang digunakan oleh para ahli hukum seperti Moeljatno, Andi Hamzah, dan Soesilo kerap menimbulkan perbedaan tafsir dalam praktik peradilan.

Misi Pembaruan Hukum dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 KUHP baru membawa lima misi utama, yakni:

  1. Dekolonialisasi – Menghilangkan nuansa kolonial dalam substansi hukum pidana lama dengan mewujudkan keadilan korektif, rehabilitatif, dan restoratif. Selain itu, UU ini juga mengatur standar pemidanaan yang lebih humanis serta alternatif sanksi yang lebih variatif.
  2. Demokratisasi – Menyesuaikan rumusan pasal dalam RKUHP dengan konstitusi serta mempertimbangkan putusan Mahkamah Konstitusi terkait pengujian pasal-pasal KUHP lama.
  3. Konsolidasi – Penyusunan ulang ketentuan pidana secara menyeluruh dengan sistem rekodifikasi terbuka-terbatas.
  4. Harmonisasi – Menyesuaikan KUHP dengan perkembangan hukum nasional dan internasional, termasuk memperhatikan hukum yang hidup di masyarakat (living law).
  5. Modernisasi – Menggeser filosofi pemidanaan dari sekadar pembalasan klasik (daad-strafrecht) menjadi pendekatan yang lebih integratif, yang mempertimbangkan aspek perbuatan, pelaku, dan korban.

Putusan Hakim Berkualitas sebagai Mahkota Peradilan

Lebih lanjut, Dr. Lilik Mulyadi menekankan pentingnya kualitas putusan hakim dalam menegakkan keadilan. Ia mengibaratkan putusan hakim sebagai ‘mahkota’ peradilan yang menjadi puncak bagi terdakwa sekaligus refleksi integritas dan kompetensi hakim. Bagi terdakwa, putusan hakim menentukan status hukum mereka serta menjadi dasar untuk mengambil langkah hukum selanjutnya, seperti banding, kasasi, atau peninjauan kembali. Sementara bagi hakim, putusan merupakan cerminan penguasaan hukum, fakta, nilai keadilan, serta moralitas hakim itu sendiri.

Dalam konteks ini, Lilik menekankan beberapa prinsip utama dalam penyusunan putusan yang berkualitas:

  1. Asas Incriminalibus Probationes Bedent Exxe Lusse Clariores – Dalam hukum pidana, pembuktian harus dilakukan dengan sangat jelas dan terang.
  2. Ketelitian dan Kehati-hatian – Putusan harus dibuat dengan penuh pertimbangan agar tidak terjadi kesalahan baik secara formal maupun materiil.
  3. Kepastian Hukum – Putusan hakim dianggap benar dan harus dilaksanakan sebelum dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi (res judicata pro veritate habetur).
  4. Otoritas Hakim – Hakim tidak perlu menjelaskan isi putusannya secara pribadi di luar persidangan (judicium semper pro veritate acciputir).
  5. Finalitas Putusan – Perkara harus ada akhirnya, sehingga tidak boleh ada ketidakpastian hukum yang berkepanjangan (litis finiri oportet).

Dengan diundangkannya UU Nomor 1 Tahun 2023, diharapkan sistem peradilan pidana Indonesia semakin sesuai dengan nilai-nilai nasional dan perkembangan hukum global. Reformasi ini bukan hanya tentang perubahan aturan, tetapi juga tentang pembentukan sistem peradilan yang lebih berkeadilan.

Hingga berita ini diturunkan, sosialisasi masih berlangsung yang akan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab antara narasumber dan peserta. (IKAW/ASP/FAC)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum