Klausul non-kompetisi yang dalam Bahasa Belanda dikenal dengan istilah Concurrentiebeding atau dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah Non-Competition Clause adalah sebuah ketentuan kontraktual yang semakin relevan ditemukan dalam dinamika hubungan kerja modern sehingga kerap kali disisipkan dalam perjanjian kerja.
Klausul ini secara spesifik melarang seorang pekerja untuk bekerja atau
mendirikan usaha di bidang yang sama atau sejenis dengan perusahaan pemberi
kerja sebelumnya, yang berlaku untuk jangka waktu tertentu dan keberlakuannya
terhitung setelah hubungan kerja antara kedua belah pihak berakhir.
Tujuan utama pencantuman klausul non-kompetisi adalah untuk melindungi kepentingan bisnis pemberi kerja, termasuk informasi strategis, rahasia dagang, hubungan pelanggan, maupun mencegah praktik persaingan tidak sehat yang dapat merugikan perusahaan pemberi kerja.
Baca Juga: Banyak yang Belum Tahu! Ternyata Pinjol Ilegal Bisa Diberantas Pakai Aturan Zaman Belanda Ini
Perusahaan seringkali telah melakukan investasi yang signifikan dalam riset dan pengembangan (research and development) yang berkaitan dengan core business usaha yang dimilikinya, di mana hal tersebut memiliki nilai ekonomi yang penting sehingga perlu dijaga kerahasiaannya.
Oleh karena itu, klausul non-kompetisi berfungsi untuk menjaga
inovasi serta keunggulan kompetitif perusahaan di pasar tanpa perlu terlalu
khawatir namun tetap cermat dengan menyikapi tingginya turn over rate
pekerja serta dinamika kegiatan usaha di dunia bisnis modern saat ini.
Meskipun
memiliki fungsi perlindungan yang krusial bagi perusahaan, keberadaan klausul
non-kompetisi seringkali menimbulkan dilema dalam aspek hukum. Eksistensi
klausul ini dalam perjanjian kerja berpotensi membatasi hak pekerja untuk
memilih dan memperoleh pekerjaan yang layak, sehingga friksi antara kepentingan
perusahaan pemberi kerja dan hak asasi dari pekerja perlu dielaborasi sebagai
fokus utama.
Dalam
kerangka hukum di Indonesia, belum ada pengaturan secara tegas dan eksplisit
mengenai klausul non-kompetisi. Klausul non-kompetisi berakar pada prinsip
kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pacta sunt servanda). Prinsip
ini memberikan ruang bagi para pihak untuk menentukan sendiri isi perjanjian
mereka, termasuk mengatur mengenai hal-hal yang dianggap relevan dengan klausul
non-kompetisi.
Apabila
merujuk pada ketentuan dalam Pasal 1601x KUHPerdata, dapat dilihat secara
implisit bahwa eksistensi suatu perjanjian antara pekerja dan pemberi kerja
yang mengurangi hak pekerja diakui dan diperbolehkan secara hukum, di mana
dinyatakan bahwa setelah berakhirnya hubungan kerja, ia tidak diperbolehkan
untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu. Bentuk perjanjian ini memiliki
kesamaan dengan konsep dari klausul non-kompetisi, yaitu perjanjian yang
berlaku bagi pihak-pihak yang terikat setelah berakhirnya suatu hubungan kerja.
Walaupun
demikian, bentuk perjanjian yang diatur dalam Pasal 1601x KUHPerdata tersebut
memiliki batasan yang memberikan hak bagi pekerja untuk dapat mengajukan
pembatalan perjanjian kepada pengadilan, baik sebagian maupun seluruhnya,
dengan alasan bahwa dibandingkan dengan kepentingan pemberi kerja yang
dilindungi itu, pekerja lebih dirugikan secara tidak adil oleh keberlakuan
perjanjian tersebut.
Dalam
praktik pengadilan, para hakim kerap memiliki pandangan bahwa keberadaan
klausul non-kompetisi dalam suatu perjanjian kerja dianggap tidak memenuhi
salah satu syarat objektif dari sahnya suatu perjanjian, yaitu suatu sebab yang
tidak terlarang sehingga perjanjian tersebut dianggap tidak sah dan karenanya
haruslah dinyatakan batal demi hukum (nietigheid van rechtswege).
Pendapat
yang demikian dapat dilihat dari pertimbangan-pertimbangan hukum Putusan Nomor 130/Pdt.G/2016/PN.Blb,
545/Pdt.G/2021/PN Bks, dan 292/Pdt.G/2023/PN Jkt.Sel yang pada pokoknya
menganggap bahwa klausul non-kompetisi telah melanggar hak asasi manusia atau
hak warga negara untuk mendapatkan pekerjaan yang bebas sesuai dengan apa yang
disukainya dan layak sesuai dengan keahliannya sebagaimana norma hukum dalam
Pasal 27 ayat (2) dan 28D ayat (2) UUD NRI 1945, Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta Pasal 31 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sementara itu, dalam perkembangan praktik hukum secara aktual, terdapat Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 3549 K/Pdt/2023 yang telah dikategorikan sebagai Putusan Penting (Landmark Decision) yang dapat dijadikan sebagai referensi atau rujukan dalam mengadili perkara yang berkaitan dengan keabsahan klausul non-kompetisi dalam perjanjian kerja.
Dalam putusan a quo, perjanjian kerja yang memuat klausul bahwa pekerja tidak boleh bekerja di tempat lain dengan bidang yang sama selama jangka waktu tertentu (non-kompetisi) adalah sah secara hukum (memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana Pasal 1320 KUHPerdata) dan tidaklah bertentangan dengan hak asasi manusia karena terdapat suatu rahasia dagang atau informasi sensitif atau rahasia pemberi kerja sehingga terhadap hal tersebut perlu mendapatkan suatu perlindungan hukum.
Oleh
karena itu, putusan a quo menganggap bahwa pelanggaran terhadap isi dari
perjanjian kerja yang demikian merupakan suatu perbuatan wanprestasi (breach
of contract).
Upaya
hukum luar biasa atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht
van gewijsde) tersebut melalui Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung
Nomor 1248 PK/Pdt/2024 pun secara konsisten menyatakan hal yang senada dengan
menyatakan bahwa pelanggaran atas klausul non-kompetisi oleh pekerja
membuktikan adanya iktikad buruk dari pekerja untuk mengabaikan kewajiban
hukumnya berdasarkan perjanjian kerja sehingga tindakan pekerja tersebut telah
tepat dikategorikan sebagai perbuatan wanprestasi (breach of contract).
Dengan demikian, telah terjadi perubahan paradigma dalam sistem peradilan perdata di Indonesia khususnya mengenai validitas dan implikasi hukum klausul non-kompetisi dalam perjanjian kerja, di mana terdapat kaidah hukum baru yang mencerminkan perkembangan hukum mengenai keabsahan eksistensi klausul non-kompetisi dan menganggap pelanggaran atas klausul tersebut sebagai perbuatan wanprestasi (breach of contract).
Pandangan baru ini
menegaskan kembali prinsip hukum perjanjian yang sangat fundamental yakni
kekuatan mengikatnya perjanjian sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya (pacta sunt servanda) dan pentingnya tanggung jawab pekerja untuk
memenuhi kewajiban yang telah disepakati secara bersama dengan pemberi kerja
sebagaimana dalam perjanjian kerja. (asn/ldr/al)
Referensi:
Baca Juga: Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), Harapan dan Cita-Cita
Saputri,
Theodora Pritadianing. (2022). “Non-Solicitation dan Non-Competition Clause
dalam Perjanjian Kerja”, https://www.hukumonline.com/berita/a/non-solicitation-dan-non-competition-clause-dalam-perjanjian-kerja-lt636ca23dd60fa/
(diakses pada 22 Juli 2025).
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI