Jakarta- Seminar Hukum Nasional merupakan acara lima tahunan yang diselenggarakan oleh Lembaga Pembinaan Hukum Nasional dan dihadiri oleh pakar hukum Indonesia. Ada yang menjadi catatan penting pada seminar hukum 1968, apa itu?
Dalam seminar yang berlangsung pada Desember 1968 tersebut para hakim berkesempatan untuk memaparkan ide berkaitan dengan kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Seminar Hukum Nasional 1968 dianggap penting karena merupakan ruang bagi para hakim untuk memperkuat sistem pemisahan kekuasaan.
Menurut catatan Daniel S. Lev dalam tulisannya “Kekuasaan Kehakiman dan Penegakan Negara Hukum, sebuah Sketsa Politik”, saat itu Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) dan Kementerian Kehakiman berdebat dengan sengit mengenai isi pemisahan kekuasaan negara. Para pemimpin IKAHI berpegang teguh pada prinsip trias politica.
Para Hakim berpendapat bahwa pembagian wewenang pengawasan terhadap pengadilan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan juga Kementerian Kehakiman memberikan kesempatan kepada pihak eksekutif untuk menyusupkan paksaan halus terhadap para hakim.
Saat itu, Asikin Kusumah Atmadja yang merupakan ketua Ikatan Hakim Indonesia berkesempatan menyampaikan Pidato pembukaan seminar tentang “Pembentukan Otonomi Kekuasaan Kehakiman”. Menurut Sebastiaan Pompe, dalam bukunya Runtuhnya Institusi Mahkamah Agung, Asikin Kusumah Atmadja dalam pidatonya memaparkan mengenai hakikat tatanan konstitusional yang berlaku sejak zaman kemerdekaan.
“Mahkamah Agung merupakan otoritas pengadilan tertinggi di negara ini, sejajar dengan eksekutif dan legislatif,” kata Asikin Kusumah Atmadja dalam pidatonya.
Hakikat konstitusional tersebut menjadi angan-angan belaka jika otonomi dan independensi kekuasaan kehakiman tidak diwujudkan. Kemudian Asikin Kusumah Atmadja mengutarakan dalam pidatonya:
Walaupun pemerintah Orba mengakui bahwa Pengadilan adalah lembaga tinggi, sejajar dengan MPR, Presiden sebagai mandataris MPR, [dan] DPR, (...), secara legal formal masih menggolongkan hakim-hakim Mahkamah Agung pada tingkat Sekretaris Jenderal Departemen (F.VII-F.VIII), sedang hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dimasukkan sebagai pejabat Departemen Kehakiman. Dalam Peraturan Gaji Negara 1968, status khusus hakim tidak disebut-sebut. Sama sekali tidak jelas dari peraturan-peraturan tersebut bahwa hakim dalam kekuasaan kehakiman yang sangat luas mempunyai status tersendiri. Sebaliknya, undang-undang ini justru menekankan peran hakim sebagai pejabat eksekutif atau administratif dengan pangkat Penata Muda, Penata Muda Pertama, dan seterusnya.
Semua ini sesungguhnya berarti bahwa status para hakim sebagai anggota kekuasaan kehakiman lebih rendah daripada Kepala Seksi di Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal atau Inspektorat Jenderal Departemen Kehakiman.
Menurut catatan Sebastiaan Pompe, Asikin Kusumah Atmadja hendak menunjukkan bahwa secara keseluruhan para hakim diberi pangkat lebih rendah daripada pejabat eksekutif dengan pengalaman dan jabatan setara. Walaupun saat itu ada upaya untuk meningkatkan penghasilan hakim, hal ini tidak mengurangi ketergantungan kekuasaan kehakiman pada kekuasaan eksekutif.
Sebastiaan Pompe juga mencatat, dengan merujuk pada Asikin Kusumah Atmadja, saat itu terdapat kenaikan tunjangan yang sudah disetujui Departemen Keuangan, namun sampai akhir Desember 1968, hal tersebut belum terealisasi karena Badan Administrasi Kepegawaian Negara belum mengeluarkan keputusannya. Hal ini menegaskan masalah status hakim dan masalah independensi Kekuasaan Kehakiman.
Asikin Kusumah Atmadja melanjutkan dalam pidatonya:
Tinggal satu hal yang menjadi persoalan akhirnya: bisakah Pengadilan bebas dari campur tangan eksekutif apabila hakim adalah juga pejabat Departemen Kehakiman? Jawabannya terang “tidak”. [...] Saya beri sebuah contoh. Benar bahwa hakim ditempatkan, dimutasi, atau dipromosikan oleh Departemen Kehakiman atas permintaan Mahkamah Agung. Tetapi sejauh pengetahuan saya, praktik ini tidak didasarkan pada hukum dan tidak ada sanksi untuk itu. Betapa besar terima kasih harus kita sampaikan kepada Departemen Kehakiman karena rasa tanggung jawab luar biasa yang menuntunnya, sehingga ia tidak keberatan hanya menjadi pengelola permintaan Mahkamah Agung! [Tetapi ingat], manusia tetap manusia. Bagaimana jika suatu ketika Departemen Kehakiman menolak permintaan Mahkamah Agung? Dengan mudah ini akan menyebabkan pengangkatan dan mutasi yang bersifat politis, sebagaimana kita saksikan sebelum Gestapu dengan segala hasil buruknya. Perkenankan saya mengingatkan anda sekalian, ini masih bisa terjadi sekarang karena pada tahapan terakhir penempatan, dan lain sebagainya, para hakim menjadi tanggung jawab Menteri Kehakiman. [...] jika unsur paling penting struktur dan organisasi Pengadilan ditempatkan di dalam dan menjadi tanggung jawab Departemen Kehakiman, pelaksanaannya juga akan bergantung pada departemen itu. Tetapi apakah memang tujuan struktur dan organisasi ini menjadikan Pengadilan bebas dari segala campur tangan departemen ...?
Prof. Z. Asikin Kusumah Atmadja, S.H., anak Ketua Mahkamah Agung Pertama Kusumah Atmadja, merupakan Ketua IKAHI hasil kongres III IKAHI di Tugu, Bogor pada tahun 1964. Menurut catatan Sebastiaan Pompe, kongres yang saat itu diadakan di Tugu, Bogor, dekat dengan istana kepresidenan, sebenarnya memiliki tujuan untuk memobilisasi Pengadilan untuk mendukung revolusi eksekutif. Namun, para hakim saat itu tidak menyerah dan akhirnya berhasil memilih Asikin Kusumah Atmadja. Ia dikenal sangat independen, sosok kuat, tegas, dan teguh komitmen pada nilai-nilai independesi kekuasaan kehakiman.
Sebagai penggambaran karakter Asikin Kusumah Atmadja, terdapat ungkapan puitis dalam Jurnal IKAHI Varia Peradilan edisi ke-4:
Siapa yang akan memimpin Ikahi?
Inilah jawaban yang harus dijawab,
oleh mereka yang berkumpul di aula kecil ini,
Dan Sri Widoyati memberikan saran,
dengan caranya yang lugas:
Dia harus progresif dan revolusioner,
dengan integritas dan tanpa cela revolusi,
kesetiaan harus mengaliri nadinya,
inilah sosok yang kita cari,
inilah karakter yang kita butuhkan.
Dan bersama dengan kokok pertama ayam jantan di lembah,
Ikahi mendapatkan orang yang dicarinya:
Asikin Kusumah Atmadja,
orang berkarakter, dengan leluhur cemerlang,
dalam revolusi, hukum dan keadilan.
Kawan-kawan, teguhlah!
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum