Cari Berita

Meninjau Penguatan Peran Hakim Wasmat dalam Paradigma KUHAP Baru

Rafi Muhammad Ave-Hakim PN Blangkejeren - Dandapala Contributor 2025-12-10 07:30:25
Dok. Penulis.

Dalam sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system), pelaksanaan putusan pengadilan bukan hanya sekedar akhir dari proses hukum, melainkan awal dari proses pembinaan kembali terpidana. Di sinilah kita harus memahami peran strategis Hakim Pengawas dan Pengamat (Hakim Wasmat) berada, dalam sejarah hukum acara pidana Indonesia, peran Hakim Wasmat pertama kali diperkenalkan melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP Lama).

Secara historis, pembentukan Hakim Wasmat didasari oleh semangat agar pengadilan tidak “lepas tangan” setelah palu diketuk oleh Majelis Hakim, melainkan turut memastikan bahwa pemidanaan berjalan sesuai dengan tujuan permasyarakatan. Namun, dalam perkembangannya, peran Hakim Wasmat dirasa perlu diperkuat untuk menjawab tantangan zaman dan kompleksitas pemidanaan modern.

Kehadiran KUHAP Baru menawarkan pembaruan yang signifikan dibandingkan dengan KUHAP Lama. Secara filosofis, pergeseran pengaturan dalam KUHAP Baru dari Pasal 353 sampai dengan Pasal 359 menunjukkan transisi dari pengawasan yang bersifat administratif pasif menjadi pengawasan yang bersifat substantif-kolaboratif.

Baca Juga: Jalankan Wasmat, PN Sibolga Blusukan Pastikan Pelaksanaan Putusan Pidana

Jika dalam KUHAP Lama Pasal 277, tugas Hakim Wasmat difokuskan pada pengawasan pelaksanaan putusan pidana perampasan kemerdekaan semata, KUHAP Baru memperluas pengawasan secara lebih luas yang mencerminkan filosofis pemidanaan yang bukan lagi sekedar pembalasan (retributif), melainkan juga rehabilitatif dan restoratif.

Penguatan pertama yang paling terlihat terdapat pada aspek kelembagaan dan kuantitas. Pada KUHAP Lama, Pasal 277 hanya menyebutkan adanya hakim (tunggal) yang diberi tugas khusus. Sementara itu, Pasal 353 ayat (1) KUHAP Baru secara tegas mengamanatkan bahwa pada setiap pengadilan harus ada paling sedikit 3 (tiga) Hakim yang diberi tugas khusus sebagai Hakim Wasmat.

Peningkatan jumlah hakim ini bukan tanpa alasan, hal ini adalah bentuk pengakuan secara tidak langsung bahwa beban kerja pengawasan pemidanaan membutuhkan atensi yang lebih besar dan kolektif, bukan sekedar tugas tambahan yang dibebankan pada 1 (satu) orang hakim saja.

Perluasan wewenang juga terlihat nyata pada objek pengawasannya. Dalam KUHAP Lama, fokus utamanya adalah “pidana perampasan kemerdekaan”. Sebaliknya, KUHAP Baru Pasal 353 ayat (1) memperluas mandat pengawasan mencakup putusan yang menjatuhkan pidana pokok, pidana tambahan, pidana yang bersifat khusus, dan tindakan. Perluasan ini sangat penting karena mengingat perkembangan hukum pidana modern (KUHP Baru) mengenal beragam jenis sanksi, termasuk sanksi tindakan dan pidana khusus yang memerlukan pemantauan ketat agar tujuan hukum tercapai tanpa melanggar hak asasi terpidana.

Aspek kolaboratif dan transparansi menjadi poin pembeda yang revolusioner dalam KUHAP Baru. Pasal 353 ayat (4) KUHAP Baru mewajibkan Hakim Wasmat untuk melibatkan pihak lain yang terkait dengan proses penegakan hukum. Pihak-pihak tersebut meliputi Penyidik, Advokat (selaku mewakili kepentingan Terpidana dan keluarganya), Pembimbing Kemasyarakatan, Korban tindak pidana, hingga kementerian di bidang keuangan untuk urusan perampasan barang. Pelibatan korban dan advokat dalam tahap eksekusi putusan pidana ini tidak ditemukan secara eksplisit dalam KUHAP Lama, hal ini menandakan adanya pergeseran ke arah transparansi dan perlindungan hak asasi manusia yang lebih komprehensif.

Secara mekanisme administrasi juga mengalami pengetatan dalam rangka menjaga akuntabilitas. Dalam KUHAP Lama Pasal 278, Jaksa hanya mengirimkan tembusan berita acara pelaksanaan putusan kepada pengadilan. Namun, dalam Pasal 354 ayat (2) KUHAP Baru, Jaksa diwajibkan mengirimkan tembusan tidak hanya kepada pengadilan, tetapi juga kepada Penyidik, Advokat, dan Korban tindak pidana. Hal ini memberikan akses informasi yang lebih berimbang bagi semua pihak, memastikan bahwa korban mengetahui status pelaku dan advokat dapat memantau kliennya, sehingga meminimalisir potensi penyalahgunaan wewenang dalam proses eksekusi.

Dari sisi fungsi pengamatan, Pasal 356 KUHAP Baru mempertahankan esensi dari Pasal 280 KUHAP Lama, yaitu pengamatan untuk bahan penelitian demi ketepatan pemidanaan yang bermanfaat yang diperoleh dari perilaku narapidana atau pembinaan lembaga permasyarakatan.

Namun, KUHAP Baru mempertegas bahwa pengamatan ini tetap dilaksanakan bahkan setelah terpidana selesai menjalani pidana, serta berlaku pula bagi pemidanaan bersyarat. Hal ini menegaskan bahwa tanggung jawab negara melalui pengadilan tidak berhenti saat narapidana keluar dari gerbang penjara, melainkan berlanjut pada proses reintegrasi sosial.

Hubungan hukum antara Hakim Wasmat dan Lembaga Permasyarakatan juga diatur lebih rigid. Pasal 357 KUHAP Baru mewajibkan Kepala Lembaga Permasyarakatan menyampaikan informasi secara berkala mengenai perilaku narapidana kepada Hakim Wasmat. Lebih jauh lagi, Pasal 358 KUHAP Baru membuka ruang diskusi (musyawarah) antara Hakim Wasmat dan Kepala Lembaga Permasyarakatan mengenai cara pembinaan narapidana tertentu jika dipandang perlu. Ketentuan ini serupa dengan Pasal 281 dan 282 KUHAP Lama, namun dengan dukungan struktur “tiga hakim” dan pelibatan pihak eksternal, kualitas “pembicaraan” atau rekomendasi yang dihasilkan diharapkan lebih bernilai dan berdampak.

Salah satu penguatan akuntabilitas yang signifikan adalah pada mekanisme pelaporan. KUHAP Lama Pasal 283 hanya menyebutkan bahwa hasil pengawasan dilaporkan kepada ketua pengadilan “secara berkala” tanpa batasan waktu yang spesifik. Ketidakjelasan ini sering kali membuat fungsi Hakim Wasmat menjadi formalitas belaka. KUHAP Baru memperbaiki kelemahan ini melalui Pasal 359 yang secara tegas mengatur bahwa laporan hasil pengawasan dan pengamatan wajib disampaikan kepada ketua pengadilan setiap 3 (tiga) bulan sekali. Ketentuan waktu yang spesifik tersebut mengatur agar Hakim Wasmat untuk bekerja secara aktif dan rutin, bukan hanya kegiatan insidentil.

Secara keseluruhan, perubahan pengaturan Hakim Wasmat dalam kUHAP Baru merefleksikan semangat pembaruan hukum yang menempatkan pengadilan sebagai garda terakhir, tidak hanya dalam memutus perkara, tetapi juga dalam menjamin pelaksanaan putusan yang manusiawi dan efektif. Perluasan objek pengawasan, penambahan personal hakim, serta pelibatan korban dan masyarakat sipil (advokat) adalah langkah maju untuk mencegah praktik-praktik yang tidak diperkenalkan secara aturan hukum.

Sebagai kesimpulan, Pasal 353 sampai dengan Pasal 359 KUHAP Baru bukan sekedar penyalinan ulang dari KUHAP Lama, melainkan sebuah transformasi fundamental. Transformasi ini mengubah wajah Hakim Wasmat dari sekedar “pengawasan administratif” menjadi “pengawas substantif” yang proaktif dalam proses peradilan pidana. Dengan demikian, diharapkan tujuan pemidanaan yang sesungguhnya, yakni memasyarakatkan kembali terpidana dan memberikan rasa keadilan bagi korban dapat terwujud secara nyata. (ldr)

 

Tulisan merupakan pendapat pribadi dan tidak mewakili lembaga.

Referensi

[1] Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Baca Juga: Pastikan Pelaksanaan Putusan, PN Sidikalang Laksanakan Wasmat ke Lapas

[2] Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Naskah Final Paripurna)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI

Memuat komentar…