Cari Berita

Operasi Kikis, Ini 7 Langkah Ketua MA Mudjono Kurangi Tunggakan Perkara

Yura P. Yudhistira - Dandapala Contributor 2025-03-06 09:55:04
Agung Mudjono Dok.Wikipedia

Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H., dalam laporan tahunan 2025 melaporkan bahwa dari jumlah keseluruhan perkara yang diminutasi dan dikirim ke pengadilan pengaju yaitu 31.162 perkara, sebanyak 30.070 perkara diantaranya diselesaikan dalam tenggang waktu kurang dari 3 bulan atau 96,50%. Ketepatan waktu minutasi perkara tahun 2024 meningkat 6,18% dari tahun 2023 yang berjumlah 90,32%. Capaian ini menjadi yang tertinggi dalam sejarah Mahkamah Agung. Keberhasilan Mahkamah Agung saat ini merupakan buah dari jalan panjang upaya Mahkamah Agung dalam menyelesaikan tunggakan perkara.

Bila kembali ke sejarah, sebenarnya pada awal tahun 1980an, Mahkamah Agung mengalami tunggakan perkara sebesar 10.425 perkara. Menurut catatan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) dalam bukunya Pembatasan Perkara: Strategi Mendorong Peradilan Cepat, Murah, Efisien dan Berkualitas, jumlah tersebut merupakan peningkatan tunggakan perkara 3 kali lipat, dimana di akhir tahun 1970an, tunggakan perkara masih sekitar 2.914 perkara.

Atas permasalahan tunggakan perkara tersebut, Ketua Mahkamah Agung Mudjono yang baru menjabat saat itu, mengatakan kepada Majalah Tempo edisi 1 Agustus 1981, “ayam mengeram boleh ditunggu. Tapi bila perkara mengeram, sampai kapan boleh ditunggu?.” Mudjono, yang berlatar belakang militer, sampai menyatakan bahwa jika diperkenankan, Ia akan membawa tank dan buldoser untuk membereskan tunggakan perkara di Mahkamah Agung.

Menurut Sebastiaan Pompe dalam bukunya Runtuhnya Institusi Mahkamah Agung menuliskan bahwa permasalahan tunggakan perkara tersebut mendorong Mudjono yang menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung sejak 18 Februari 1981 hingga 14 April 1984, membuat terobosan yang dinamakan sebagai Operasi Kikis, atau OPSKIS. Dalam perspektif OPSKIS, beban kerja, terutama tunggakan perkara, harus diatasi dengan peningkatan jumlah personel dan pelaksanaan ketentuan-ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965 mengenai organisasi internal Mahkamah Agung. OPSKIS terdiri dari tiga perubahan besar: peningkatan jumlah hakim Mahkamah Agung hingga tiga kali lipat, pembuatan struktur hierarkis dan pembentukan struktur baru pembidangan berdasarkan garis-garis yurisdiksional.

Secara rinci, Sebastiaan Pompe mencatat terobosan Operasi Kikis Mudjono sebagai berikut:

Pertama, penambahan jumlah hakim agung. Saat awal Mudjono menjabat, Hakim Agung saat itu masih berjumlah 17 hakim agung. Kemudian setelah 15 bulan menjabat, jumlah hakim agung bertambah menjadi 24 hakim agung. Penambahan hakim agung ini belum mengubah secara signifikan kondisi tunggakan perkara di MA. Mudjono kembali menginginkan penambahan jumlah hakim agung. Sebelum genap 1 tahun Ia menjabat, jumlah hakim agung kembali bertambah menjadi 51 Hakim Agung.

Kedua, membuat jabatan Ketua Muda. Mudjono meresmikan jabatan ketua muda untuk mendelegasikan tugas dan kewenangan Ketua Mahkamah Agung. Untuk menangani tunggakan perkara, 3 ketua muda ditunjuk khusus untuk menangani: satu untuk hukum perdata tertulis, satu untuk hukum perdata tak tertulis (adat), dan satu untuk hukum pidana.

Ketiga, membuat konsep Rapat Pimpinan dan Rapat Pleno. Kepemimpinan kolegial Mahkamah Agung membuat rapat mingguan dalam sebuah “rapat pimpinan” (Rapim). Rapat pimpinan yang terdiri dari ketua Mahkamah Agung, wakil ketua, dan enam ketua muda merupakan organisasi pembuat kebijakan paling penting di Mahkamah Agung. Selain fungsi manajemen, rapim juga dibuat untuk memastikan penerapan undang-undang dengan seragam. Sedangkan rapat pleno dapat dibuat jika terdapat perdebatan diantara para ketua dan para ketua tersebut dapat membawa masalah penting ke sidang pleno untuk diperdebatkan.

Keempat, pembuatan Tim dan Bidang. Penambahan jumlah Hakim Agung pada tahun 1982 memungkinkan Mudjono merekonstruksi tim penanganan perkara Mahkamah Agung. Para hakim dibagi menjadi ke dalam delapan tim, dipimpin oleh semua ketua. Nama tim tersebut diurutkan sesuai abjad dari A sampai H yaitu: Alap-alap, Buraq, Cendrawasih, Dadali, Elang, Falcon, Garuda, Hantu, masing-masing huruf mewakili nama burung Indonesia . Kemudian tim tersebut dibagi lagi ke dalam bidang-bidang, masing-masing satu untuk ketua dan wakil ketua, dan satu atau dua untuk masing-masing ketua muda.  

Kelima, membuat Sistem Kuota. Tujuan utama pembaruan Opskis yang dibuat oleh Mudjono adalah penyelesaian tunggakan perkara. Program ini juga memberlakukan kuota minimum per bulan untuk masing-masing bidang. Perkara-perkara dibagikan kepada masing-masing tim tanpa memperhitungkan pengembangan keahlian hukum masing-masing. Perkara pidana biasanya dianggap perkara yang mudah dan merupakan cara untuk mencapai target yang tinggi. Hakim agung yang memiliki keahlian perdata banyak menerima perkara perdata, meskipun juga menangani perkara pidana. Spesialisasi hakim agung saat itu hanya berlaku untuk sejumlah kecil perkara agama dan militer, tidak untuk perkara perdata dan pidana yang merupakan beban kerja Mahkamah Agung.

Keenam, membuat sistem pengawasan yaitu Hakim Pengawas Mahkamah Agung untuk daerah. Hakim Agung baru yang diangkat pada 1981 ditunjuk menjadi pengawas Pengadilan Tinggi. Para hakim agung yang ditunjuk sebagai pengawas secara berkala akan mengunjungi daerah kerja, dengan perjalanan yang dibiayai pemerintah. Hakim pengawas daerah tersebut merupakan hal penting dan berpengaruh bagi pimpinan Mahkamah Agung dalam urusan manajemen sumber daya manusia.

Ketujuh, mengenalkan konsep asisten Hakim Agung dan pembatasan waktu penanganan perkara. Para hakim agung untuk menyelesaikan perkara dibantu para asisten hakim agung. Para asisten tersebut dipersiapkan untuk menangani administrasi maupun teknis peradilan dan diangkat dari hakim-hakim di daerah. Mudjono juga membuat target dan pembatasan waktu penanganan perkara di Mahkamah Agung. Target penanganan perkara adalah lima puluh perkara yang dikerjakan setiap tim per bulan.  Sedangkan jangka waktu penanganan perkara di Mahkamah Agung adalah 1 bulan.

Operasi Kikis Mudjono ini cukup efektif karena pada akhir jabatan Mudjono tunggakan perkara di MA hampir tidak ada. Selain karena kontribusi dari program OPSKIS, Mudjono sendiri merupakan pribadi yang tekun bekerja. Dalam obituarinya di Majalah Tempo 21 April 1984, Mudjono kerap masih bergelut dengan pekerjaannya sampai dini hari dan paginya pada pukul 07.00 secara mengejutkan Ia sudah ada kembali di ruangannya. Pada tahun 1984, Mudjono melaporkan kepada Presiden bahwa tunggakan perkara di Mahkamah Agung sudah diselesaikan. Ia meninggal dunia beberapa pekan kemudian tepatnya pada 14 April 1984. 

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum