Cari Berita

Rumah Untuk Pensiunan Hakim: Sebuah Investasi Integritas

Galang Adhe Sukma-Hakim PN Labuha - Dandapala Contributor 2025-06-13 09:00:53
Dok. Web. PN Labuha.

Dalam sistem hukum yang berlandaskan integritas, keberpihakan kepada nilai-nilai keadilan tidak hanya diwujudkan dalam putusan pengadilan, tetapi juga harus dikaji bagaimana negara memperlakukan para pelayan hukum itu sendiri. Di tengah kompleksnya tuntutan profesional terhadap seorang hakim, ada satu aspek mendasar yang luput dari perhatian: kepastian akan tempat tinggal setelah pensiun. Sudah saatnya negara hadir melalui kebijakan afirmatif yang memberi ruang hidup layak bagi para hakim purnabakti.

Seorang hakim, sejak awal kariernya, telah menyadari bahwa hidupnya akan diwarnai oleh perpindahan dari satu pengadilan ke pengadilan lain, dari kota besar ke pelosok negeri, demi memenuhi panggilan tugas. Mobilitas tinggi ini, meskipun merupakan konsekuensi logis dari sistem rotasi dan kebutuhan pemerataan peradilan, pada kenyataannya sering kali menjadi penghalang bagi hakim untuk membangun kehidupan domestik yang stabil. Tidak sedikit hakim yang akhirnya menunda atau bahkan tidak sempat memiliki rumah pribadi hingga memasuki usia pensiun.

Baca Juga: 15 Tahun Pengadilan Tipikor, Saatnya Bangkit untuk Keadilan Substantif

Dalam sistem rotasi tersebut, hakim tidak hanya menghadapi tantangan profesional, tetapi juga tantangan personal dan keluarga. Anak-anak yang harus berpindah sekolah, pasangan yang mengorbankan karier, hingga sulitnya membangun ikatan sosial yang berkelanjutan di lingkungan tempat tinggal. Semua ini menjadi bagian dari pengabdian yang tidak terlihat, tetapi nyata dirasakan.

Profesi hakim menuntut komitmen penuh terhadap nilai keadilan dan integritas. Dalam menjalankan tugasnya, seorang hakim dituntut untuk menjaga jarak dari segala bentuk kepentingan pribadi, termasuk ambisi kekayaan dan kedudukan. Dalam banyak hal, hakim bahkan dituntut untuk hidup dengan kesederhanaan, agar tidak tergoda oleh penyalahgunaan wewenang.

Namun realitanya, kesederhanaan ini kerap berbenturan dengan kenyataan. Disinilah negara semestinya hadir memberikan jaminan bagi hakim untuk dapat memenuhi kebutuhan paling mendasar: yaitu tempat tinggal. Bukan sebagai bentuk hadiah atau tunjangan, melainkan sebagai bentuk kompensasi yang adil atas dedikasi tanpa cela selama puluhan tahun.

Dalam perspektif perlindungan sosial, penyediaan rumah bagi hakim purnabakti adalah bagian dari upaya negara memberikan jaminan hidup layak bagi para penjaga keadilan. Negara sudah sejak lama memberikan jaminan pensiun kepada ASN, namun bagi hakim, kompleksitas tugas dan larangan tambahan yang melekat pada jabatannya, menempatkan kebutuhan akan tersedianya rumah saat pensiun adalah prioritas.

Hakim tidak dapat membuka usaha. Tidak dapat berpraktik hukum. Tidak dapat menerima pekerjaan sampingan. Dalam sistem ini, hakim diberikan otoritas yang besar, namun juga dikurung oleh rambu-rambu ketat. Semua ini dimaksudkan untuk menjaga netralitas dan kejujuran dalam menjalankan tugas. Namun, ketika masa pensiun datang, tidak semua hakim memiliki simpanan cukup untuk membangun atau membeli rumah.

Penyediaan Tempat Tinggal Layak Bagi Hakim Purnabakti

Melihat kompleksitas ini, muncul usulan yang patut dipertimbangkan secara serius: negara menyediakan tempat tinggal layak bagi hakim yang telah pensiun. Bukan dalam bentuk tunjangan uang tunai, melainkan dalam bentuk fisik rumah yang dibangun oleh negara melalui skema pembiayaan dan perencanaan yang akuntabel.

Rumah ini tidak perlu mewah, asalkan layak dan representatif, dengan ukuran yang wajar yang disesuaikan dengan jenjang jabatan terakhir hakim sebelum pensiun. Penyesuaian juga dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi geografis dan nilai tanah di daerah yang bersangkutan, agar kebijakan ini tetap efisien dan dapat diterapkan secara realistis.

Untuk menghindari tumpang tindih dengan kebijakan lain, skema ini dapat diatur melalui penyusunan peraturan menteri keuangan (Permenkeu), yang mengakomodasi kebutuhan penyediaan rumah bagi pejabat negara dalam kategori khusus, dalam hal ini hakim. Alternatif lainnya adalah mendorong agar klausul ini dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Jabatan Hakim yang saat ini tengah digodok.

Dengan adanya dasar hukum yang kuat, kebijakan ini dapat dikawal dengan transparan. Penunjukan lahan, pengadaan rumah, dan pendistribusian kepada hakim purnabakti dilakukan oleh lembaga yang ditunjuk dengan pengawasan internal dan eksternal.

Menjaga Marwah dan Menutup Celah Korupsi

Salah satu alasan utama usulan ini adalah mencegah potensi penyimpangan wewenang. Ketika hakim merasakan ketidakpastian akan masa depannya setelah pensiun, godaan untuk menyalahgunakan jabatan bisa muncul, walaupun hal tersebut tentu saja tak diinginkan. Dengan menyediakan rumah sebagai bentuk jaminan masa tua, negara telah mengeliminasi salah satu faktor risiko dalam sistem integritas peradilan.

Ini bukan semata-mata tentang kesejahteraan, melainkan juga tentang menjaga marwah jabatan hakim. Kebijakan ini juga akan menjadi sinyal kuat bahwa negara serius membangun sistem peradilan yang kuat dari hulu ke hilir. Hakim yang dihormati dan diberi jaminan hidup layak akan memiliki ketenangan batin yang berpengaruh langsung terhadap kualitas putusannya. Pada akhirnya, yang diuntungkan adalah masyarakat yang mencari keadilan.

Jika selama ini diskursus tentang reformasi peradilan banyak berkutat pada aspek teknis seperti sistem peradilan elektronik atau kode etik, maka kini saatnya berbicara tentang dimensi manusiawi dari profesi kehakiman.

Skema Pelaksanaan yang Adil dan Realistis

Tentu, pelaksanaan program ini harus mempertimbangkan keberlanjutan anggaran. Karena itu, pendekatan yang bisa diambil adalah sebagai berikut:

1.    Pendataan awal terhadap hakim yang mendekati masa pensiun.

2.    Pembangunan bertahap berdasarkan prioritas usia pensiun dan kebutuhan.

3.    Pemanfaatan tanah milik negara untuk efisiensi biaya.

4.    Kemitraan dengan BUMN konstruksi untuk percepatan pembangunan dan kontrol mutu.

5.    Rumah diberikan dengan status hak milik sebagai bentuk penghargaan permanen atas pengabdian hakim.

Kepemilikan ini memberi kepastian hukum dan menunjukkan komitmen negara dalam menjamin kesejahteraan jangka panjang, tanpa membatasi kelanjutan hak keluarga penerima.

Model ini tidak memberatkan anggaran, karena dibangun secara bertahap dan didasarkan pada perencanaan jangka panjang. Tentu, sebagian kalangan masyarakat bisa saja menanggapi kebijakan ini dengan pertanyaan: mengapa hanya hakim? Di sinilah pentingnya komunikasi publik yang empatik. Bahwa hakim bukan sekadar ASN atau pejabat negara biasa, tetapi pilar keadilan yang tunduk pada batasan-batasan yang tidak dimiliki profesi lain. Mereka adalah ujung tombak negara dalam menegakkan hukum. Menjamin kesejahteraan dasar Hakim adalah investasi jangka panjang bagi negara. Bukan sekadar memberi tempat tinggal, tetapi menjaga agar benteng keadilan tetap kokoh dan bersih.

Penutup: Menjawab Panggilan Keadilan

Baca Juga: Semarak Ramadhan : PN Mungkid Gelar Kegiatan Berbagi Takjil dan Buka Puasa Bersama

Negara tidak akan pernah rugi ketika ia membalas pengabdian dengan keadilan. Memberikan tempat tinggal bagi hakim purnabakti bukanlah pengeluaran, melainkan suatu bentuk penghormatan. Ini bukan soal kemewahan, tetapi tentang memastikan bahwa mereka yang telah menjaga hukum, kini dijaga oleh hukum. Sudah saatnya negara melangkah berani. Bukan hanya menuntut integritas dari para hakim, tetapi juga memberi jaminan bahwa integritas itu akan terus terpelihara, bahkan setelah masa tugas usai. Sebab, keadilan tidak hanya hidup dalam ruang sidang, tetapi ia juga hidup dalam rumah-rumah sederhana para penjaganya. (AAR/LDR)


Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI