Kejahatan jalanan klitih bagi sebagian orang adalah hal yang sangat familiar. Namun, tidak sedikit pula orang yang tidak mengetahui apa itu kejahatan jalanan klitih. Kejahatan jalanan klitih merupakan kejahatan jalanan yang marak terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta bahkan sudah mulai berkembang ke daerah lain. Terdapat empat ciri khas kejahatan jalanan klitih yaitu adanya penganiayaan fisik, dilakukan secara berkelompok, tanpa motif yang jelas, dan korban bersifat acak (Sarmini, Kurniyatuti, & Sukartiningsih, 2018; Sarwono, 2019; Winarno, 2020; Zainuri, Yanto, & Hartanti, 2020; Dwitama, Liestyasari, & Pranawa, 2021; Harahap & Sulhin, 2022). Sesuai dengan namanya sebagai kejahatan jalanan, klitih merupakan kejahatan yang dilakukan di jalan.
Klitih sendiri mengalami pergeseran makna dari yang semula berarti berjalan-jalan di sore hari menjadi tindakan yang memuat unsur pidana dengan adanya kejahatan. Hal ini yang mendasari himbauan untuk tidak lagi menyebut klitih pada kejahatan yang terjadi di jalanan oleh sekelompok orang tersebut. Kini klitih disebut dengan kejahatan jalanan. Sesuai dengan tindak pidananya, kejahatan jalanan klitih dapat termasuk ke penganiayaan, pengeroyokan, maupun tindak pidana senjata api atau benda tajam. Hal yang membedakan kejahatan jalanan klitih dengan kejahatan lainnya adalah kejahatan tersebut dilakukan di jalan. Dalam tulisan ini, klitih disebut dengan kejahatan jalanan klitih untuk mengerucutkan klitih sebagai sebuah tindak kejahatan.
Pada tahun 2023 terdapat 84 laporan kasus kejahatan jalanan klitih di Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan data dari Kepolisian Daerah Yogyakarta. Dari 84 kasus tersebut terdapat 71 pelaku dewasa dan 76 pelaku anak. Kejahatan jalanan klitih kerap disangkutkan dengan geng sekolah. Akan tetapi, kejahatan jalanan klitih berbeda dengan tawuran antar geng sekolah. Korban dari kejahatan jalanan klitih tidak ditentukan targetnya. Kondisi ini menyebabkan siapa saja dapat menjadi korban kejahatan jalanan klitih. Anak-anak, dewasa, laki-laki, atau perempuan semuanya memiliki kemungkinan yang sama untuk menjadi korban kejahatan jalanan klitih. Bahkan kejahatan jalanan klitih yang semula sering terjadi di malam hari pun kini dapat terjadi di siang hari.
Berita kejahatan jalanan klitih cukup sering dimuat dalam akun media sosial seperti di Instagram @merapi_uncover atau grup komunitas Facebook seperti Info Cegatan Jogja. Info kejahatan jalanan klitih disampaikan oleh anggota dari komunitas media sosial. Dari info di media sosial tersebut dapat diketahui bahwa penganiayaan fisik yang dilakukan oleh pelaku kejahatan jalanan klitih dilakukan dengan melukai korbannya menggunakan senjata tajam seperti pedang, celurit, pisau, pecahan botol, bahkan gir sepeda motor. Dengan persiapan senjata tajam seperti itu, dapat dikatakan bahwa pelaku kejahatan jalanan klitih memang telah memiliki niat untuk melakukan kejahatan. Tidak hanya menyebabkan korbannya terluka, terdapat pula korban kejahatan jalanan klitih yang meninggal dunia. Kejahatan jalanan klitih sudah ada sejak lama di Daerah Istimewa Yogyakarta dan semakin meresahkan.
Setiap unggahan yang memuat berita tertangkapnya pelaku kejahatan jalanan klitih oleh warga, sering terdapat komentar dengan emosi marah dan menginginkan pelaku kejahatan jalanan klitih tersebut untuk dihajar saja. Vigilantisme atau tindakan main hakim sendiri muncul ketika terdapat keyakinan bahwa hanya dengan bersikap main hakim sendiri maka masyarakat akan terlindungi (Spencer, 2020). Masyarakat meyakini dengan memperlakukan pelaku kejahatan jalanan klitih sama seperti apa yang pelaku lakukan terhadap korbannya akan menimbulkan trauma sehingga pelaku akan jera. Belum terdapat data yang menunjukkan bahwa pelaku kejahatan jalanan klitih tidak mengulangi perbuatannya setelah “dihajar” oleh masyarakat. Akan tetapi, keinginan untuk main hakim sendiri tentu saja tidak sesuai dengan hukum di Indonesia. Lantas mengapa masyarakat ingin melakukan tindakan main hakim sendiri untuk mengatasi pelaku kejahatan jalanan klitih?
Keinginan masyarakat untuk melakukan tindakan vigilantisme pada pelaku kejahatan jalanan klitih menjadi pertanda bahwa terdapat keraguan masyarakat pada Aparat Penegak Hukum dalam menangani pelaku kejahatan jalanan klitih. Kondisi ini ditunjukkan dengan komentar-komentar masyarakat di media sosial terkait kejahatan jalanan klitih. Terdapat pula komentar masyarakat yang menginginkan pelaku kejahatan jalanan klitih untuk dihukum hingga jera dan tidak mengulangi perbuatannya. Keinginan masyarakat atas hukuman yang membuat jera pelaku kejahatan jalanan klitih tersebut dianggap belum dipenuhi oleh Aparat Penegak Hukum sehingga mereka meyakini cara membuat pelaku kejahatan jalanan klitih agar jera adalah dengan balas memberikan kekerasan fisik. Kondisi ini apabila tidak ditangani dengan serius, tentu dapat mendorong terjadinya chaos di masyarakat.
Tidak peduli apakah vigilantisme bermanfaat dalam membuat pelaku kejahatan jalanan klitih jera atau tidak, sebagai negara hukum, vigilantisme tentu tidak dibenarkan. Tanggung jawab penyelesaian kasus kejahatan jalanan klitih tentu saja tidak hanya dibebankan pada Aparat Penegak Hukum. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta juga bertanggung jawab dalam menghentikan kasus kejahatan jalanan klitih. Dibutuhkan kolaborasi lembaga eksekutif sebagai pelaksana upaya preventif dan lembaga yudikatif sebagai pihak yang mengadili pelaku kejahatan jalanan klitih. (FAC)
*Alfi Pangestuti (Operator – Penata Layanan Operasional Pengadilan Negeri Purwokerto)
Referensi:
Dwitama, M. R., Liestyasari, S. I., & Pranawa, S. (2021). Pola Interaksi Geng "Klitih" di Yogyakarta. Jurnal Studi Masyarakat dan Pendidikan Volume 5, Nomor 1, 1-10.
Harahap, C. B., & Sulhin, I. (2022). Pengendalian Kejahatan pada Sub-Kebudayaan Geng Klitih (Dalam Paradigma Kriminologi Budaya). Deviance Jurnal Kriminologi, 86-102.
Sarmini, Kurniyatuti, N., & Sukartiningsih, S. (2018). Klithih: Invisible Crime by Teenagers. Advances in Social Science, Education and Humanities Research Vol. 226, 1578-1582.
Sarwono, R. B. (2019). Menelisik Dorongan Agresi Para Pelajar Pelaku "Klithih" di Yogyakarta. Solution, Journal of Conseling and Personal Development Vol. 1 No. 1, 58-70.
Spencer, L. (2020). The Role of Identify in Vigilantism & State Involvement: Explored in Khayelitsha, South Africa. Australian Review of African Studies, 123-146.
Winarno, E. (2020). Klithih: Manifestasi Penyimpangan Agresivitas Remaja. Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial Vo. 44 No. 1, 21-38.
Zainuri, Yanto, & Hartanti. (2020). Tinjauan Kriminologis terhadap Kejahatan Penganiayaan yang Dilakukan oleh Anak (Klithih) di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kajian Hasil Penelitian Hukum 3 (2), 351-365.
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum