Cari Berita

PN Semarang Vonis Robig Polisi yang Tembak Pelajar 15 Tahun Penjara!

article | Sidang | 2025-08-08 13:05:17

Semarang- Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Jawa Tengah (Jateng) menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Robig Zaenudin Bin Mulyono dengan pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun. Apa pertimbangannya?“Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan mati dan melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan luka sebagaimana diatur dan diancam pidana Pertama Kesatu Pasal 80 Ayat (3) Undang Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo  Pasal 76 C Undang Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Kedua  melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 76 C Undang Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,” demikian amar putusan PN Semarang yang didapat dari keterangan pers Tim Humas PN Semarang, Jumat (8/8/2025).Putusan di atas diketok oleh hakim ketua Mira Sendangsari dengan anggota Muhammad Djohan Arifin dan Rightmen MS Situmorang. Adapun panitera pengganti adalah TH Sri Pramastuti dan Yoga Adiarta.“Menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa selama 15 (limabelas) tahun dan denda sebesar Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana selama 1 (satu) bulan penjara,” ujar majelis.Kasus itu bermula pada hari Minggu tanggal 24 November 2024 dini hari sekitar pukul 00.20 Wib, di depan Alfamart Kalipancur Jalan Candi Penataran Kelurahan Kalipancur Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang. Awalnya terdakwa berpapasan dengan rombongan motor yang melaju kencang dengan terlihat membawa senjata tajam, yang selanjutnya diketahui dikejar oleh rombongan motor anak korban, akibat kejar-kejaran tersebut membuat motor terdakwa kena pepet mereka sampai harus keluar ke beram jalan. Kedua kelompok bermotor tersebut terlihat masing-masing mengayunkan senjata tajam untuk menyerang. Sehingga kemudian terdakwa mengira bahwa mereka adalah begal, lalu terdakwa mengeluarkan senjata api dan menembakkan ke arah mereka beberapa kali, hingga menyebabkan anak korban G (17) meninggal dunia, dan dua anak korban lainnya menderita luka yakni A (16) dan S (16).“Terdakwa Robig Zainudin Bin Mulyono telah melakukan tindak pidana melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan mati dan melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan,” urai majelis hakim.“Perbuatan Terdakwa Robig Zainudin Bin Mulyono mengakibatkan anak korban G (17) meninggal dunia, dan dua anak korban lainnya menderita luka yakni A (16) dan S (16),” sambung majelis hakim.Selain itu, pertimbangan lainnya yaitu perbuatan tersebut dilakukan dengan menggunakan senjata api berupa Senjata Organik Inventaris Dinas Polri jenis Revorver merek CDP No. Senpi 651336.Vonis di atas sesuai tuntutan jaksa yang menuntut 15 tahun penjara juga.“Untuk diketahui, bahwa persidangan ini telah melalui serangkaian persidangan sebanyak 18 (delapan belas) kali dengan memberikan kesempatan kepada para pihak secara adil dan tanpa berpihak atau imparsial serta telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.Kemudian sidang putusan dilaksanakan secara live pada kanal youtube: https://www.youtube.com/live/aGcPZDWfSiM?si=RcPB9Xu61t2ygKHU,” pungkasnya. 

PN Prabumulih Sumsel Adakan Sosialisasi Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas

article | Berita | 2025-08-05 14:20:00

Prabumulih- Pengadilan Negeri (PN) Prabumulih, Sumatera Selatan (Sumsel) menyelenggarakan sosialisasi pelayanan bagi penyandang disabilitas di Ruang Sidang PN Prabumulih. Sosialisasi pelayanan penyandang disabilitas ini dilakukan bekerja sama dengan Yayasan Kita Setara (Yakitara).Kegiatan ini mengimplementasikan pedoman pelayanan disabilitas yaitu Surat Keputusan (SK) Dirjen Badan Peradilan Umum No. 1692/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan bagi Penyandang Disabilitas di Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri. Hadir Wakil Ketua PN Prabumulih, Sugiri Wiryandono, Sekretaris PN Prabumulih, M. Kamil Setiadi, Petugas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan seluruh Aparatur PN Prabumulih dalam kegitan tersebut. Sedangkan dari Pihak Yayasan Kita Setara, hadir Ketua Yakitara, Saripah, Pengurus Yakitara, Kartem, Emi Rahayu, Yulisna, dan Alkanio Miftahurrahman.  “Kegiatan ini dilakukan guna memberikan pemahaman dan keterampilan kepada aparatur Pengadilan dalam memberikan pelayanan yang ramah dan inklusif bagi penyandang disabilitas. Kegiatan sosialisasi ini memberikan ilmu tentang cara berkomunikasi, memahami, serta mendampingi penyandang disabilitas yang menjadi pengguna prioritas layanan di PN Prabumulih,” ungkap Humas PN Prabumulih dalam keterangan persnya.Adapun tujuan dari sosialisasi ini yaitu memberikan pemahaman dan pelatihan bagi aparatur pengadilan terutama Petugas PTSP PN Prabumulih tentang cara berkomunikasi, latihan dasar bahasa isyarat, dan pemberian alat bantu dengar bagi penyandang disabilitas.“Kegiatan Sosialisasi ini dilakukan demi terwujudnya lingkungan pengadilan yang ramah dan mampu memberikan pelayanan yang setara di PN Prabumulih bagi semua warga negara, khususnya pelayanan prioritas bagi penyandang disabilitas,” pungkas Humas PN Prabumulih. (zm/wi)

2 Perkara Diputus dengan Keadilan Restoratif di PN Batulicin Kalsel

article | Sidang | 2025-08-04 18:10:09

Tanah Bumbu- Pengadilan Negeri (PN) Batulicin, Kalimantan Selatan (Kalsel) telah berhasil menerapkan keadilan restoratif dalam penanganan Perkara Nomor 116/Pid.B/2025/PN Bln. Keberhasilan PN Batulicin ini menambah daftar perkara yang berhasil diputus dengan pendekatan keadilan restoratif.Diketahui beberapa hari sebelumnya, PN Batulicin juga telah berhasil menerapkan restorative justice dalam perkara lainnya, yakni dalam Perkara Nomor 129/Pid.B/2025/PN Bln.Sejak Perma Keadilan Restoratif ini diterapkan, total sudah 16 perkara pidana yang diputus dengan pendekatan keadilan restoratif. Perkara-perkara tersebut terdiri dari perkara pidana umum, pidana khusus, pidana khusus anak hingga perkara tindak pidana ringan sejak 2024 sampai dengan 2025 saat ini. Meskipun demikian, penerapan keadilan restoratif juga sudah diterapkan jauh sebelum Perma Keadilan Restoratif ini diundangkan, tercatat sudah ada 4 perkara pidana yang menerapkan asas keadilan restoratif dalam penjatuhan putusannya sejak tahun 2021 sampai dengan 2023.Dalam Perkara Nomor 116/Pid.B/2025/PN Bln yang diperiksa dan diadili oleh Ketua Majelis, Bayu Dwi Putra dengan didampingi Para Hakim Anggota Denico Toschani dan Fendy Aditiya Siswa Yulianto, Terdakwa I Afga Do’a dan Terdakwa II Abdul Mulliansyah didakwa melakukan pencurian dengan pemberatan yakni karena dilakukan oleh dua orang dan dilakukan beberapa kali secara berlanjut. "Kendati demikian, dalam pertimbangannya Majelis Hakim menilai syarat penerapan keadilan restoratif dalam Perma Keadilan Restoratif tidak terpenuhi mengingat Para Terdakwa hanya didakwa dengan dakwaan tunggal yang ancaman maksimalnya 7 tahun penjara. Sementara Perma Keadilan Restoratif mensyaratkan hanya dapat diterapkan untuk tindak pidana dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara," demikian keterangan pers PN Batulicin yang didapat DANDAPALA, Senin (4/8/2025).Lebih lanjut, dalam pertimbangannya Majelis Hakim menganggap asas keadilan restoratif yakni asas pemulihan korban dan tanggung jawab dari Para Terdakwa telah terpenuhi dengan adanya kesepakatan perdamaian dan penggantian seluruh kerugian oleh Para Terdakwa, sehingga hal tersebut menjadi alasan meringankan pemidanaan terhadap Para Terdakwa. Para Terdakwa dijatuhi hukuman pidana penjara selama lima bulan jauh. Atau di bawah tuntutan Penuntut Umum. "Atas putusan tersebut baik Para Terdakwa maupun Penuntut Umum menyatakan menerima," ujarnya.Selain itu, dalam perkara 129/Pid.B/2025/PN Bln yang disidangkan oleh Andi Rachmad Sulistiyanto selaku Ketua Majelis dengan beranggotakan Domas Manalu dan Fendy Septian, Majelis Hakim telah mengupayakan perdamaian antara Terdakwa dan Korban yang mana keduanya sepakat untuk saling memaafkan dan melakukan perdamaian dengan adanya syarat berupa penggantian kerugian sejumlah uang. Dalam amar putusannya Majelis Hakim menjatuhkan pidana percobaan kepada Terdakwa dengan mencantumkan syarat khusus yang harus dipenuhi Terdakwa yakni pembayaran uang sejumlah Rp 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) masing-masing kepada dua orang korban."Masifnya persidangan dengan berfokus pada upaya memulihkan kondisi korban di PN Batulicin telah menunjukkan komitmen Mahkamah Agung dalam menerapkan keadilan restoratif sesuai amanat Perma. Upaya ini dilakukan sebagai langkah inovatif untuk menyelesaikan perkara pidana secara lebih manusiawi dan mengedepankan aspek perdamaian serta pemulihan bagi korban maupun pelaku," ucapnya."Penerapan Keadilan Restoratif yang masif ini tidak hanya meningkatkan efektivitas proses peradilan pidana, tetapi juga memperkuat rasa keadilan masyarakat dan menciptakan sistem peradilan yang berkeadilan, manusiawi, dan bermartabat," pungkasnya. (wi/asp)

PN Pasir Pangaraian Sukses Lakukan Diversi 2 Perkara Anak

article | Sidang | 2025-07-28 10:35:44

Rokan Hulu- Pengadilan Negeri (PN) Pasir Pangaraian, Rokan Hulu, Riau, berhasil menyelesaikan dua perkara pidana anak melalui mekanisme diversi sepanjang bulan Juli 2025. Kedua perkara tersebut melibatkan anak yang berhadapan dengan hukum dalam kasus pencurian dan pengeroyokan.Berdasarkan informasi yang didapat DANDAPALA, Senin (28/7/2025), Penyelesaian perkara dilakukan di luar proses persidangan melalui pendekatan musyawarah yang melibatkan hakim, korban, keluarga anak, Balai Pemasyarakatan (Bapas), serta tokoh masyarakat. Dalam proses diversi tersebut, para pihak sepakat untuk menyelesaikan perkara secara damai.Hakim Rudy Cahyadi dan Gilar Amrizal yang memimpin proses diversi, menyatakan bahwa diversi tidak hanya menyelesaikan perkara secara damai, tetapi juga memberikan kesempatan kedua bagi anak untuk tumbuh tanpa stigma. Kedua hakim tersebut telah mengantongi sertifikasi sebagai Hakim Anak, yang memungkinkan mereka menangani perkara anak dengan pendekatan lebih mendalam dan humanis.Keberhasilan ini menunjukkan komitmen PN Pasir Pangaraian dalam menerapkan prinsip keadilan restoratif serta perlindungan hak anak di lingkungan peradilan. Pengadilan ini juga dinilai responsif terhadap perkembangan hukum anak di Indonesia.

PN Kota Madiun Berhasil Diversi Kasus Anak Berhadapan dengan Hukum

article | Sidang | 2025-07-11 10:10:03

Madiun- Pengadilan Negeri (PN) Kota Madiun, Jawa Timur (Jatim) telah berhasil mewujudkan keadilan restorative bagi anak yang berhadapan dengan hukum melalui proses diversi. Perkara itu tercatat dalam perkara Nomor a/Pid.Sus-Anak/2025/PN Mad. “Keberhasilan diversi ini dilaksanakan oleh hakim PN Kota Madiun, Ade Irma Susanti, S.H., M.H. sebagai fasilitator pada proses musyawarah diversi yang berlangsung tertutup dengan kesepakatan perdamaian tanpa ganti kerugian,” demikian keterangan pers humas PN Kota Madiun yang diterima DANDAPALA, Jumat (11/7/2025).Dalam isi kesepakatan perdamaian pada 9 Juli 2025 itu, anak sebagai pelaku telah mengakui kesalahanya dan meminta maaf kepada Anak Korban. Si korban juga telah memaafkan. Orang tua/wali dari Anak juga telah berjanji di hadapan fasilitator diversi akan mengawai tingkah laku anak supaya di kemudian hari tidak terjadi tindak pidana yang sama ataupun tindak pidana lainnya.“Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak Perma Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak, diversi ini merupakan upaya untuk mewujudkan pemulihan hubungan antara korban, Anak dan masyarakat, memberikan kesempatan bagi Anak untuk memperbaiki diri serta pemenuhan rasa keadilan bagi semua pihak yang terlibat,” pungkasnya. 

Gegara Cekik Anak Tetangga, Pelaku Didenda Rp 5 Juta oleh PN Kayuagung

article | Sidang | 2025-07-01 10:15:22

Kayuagung – Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan (Sumsel) menjatuhkan pidana denda sejumlah Rp5 juta subsider kurungan 2 bulan kepada Andri Dedi Kasih. Hukuman tersebut dikenakan lantaran ia terbukti telah melakukan kekerasan terhadap anak tetangganya.Berdasarkan informasi yang dihimpun DANDAPALA, putusan itu diketok dalam sidang terbuka untuk umum, yang digelar di Gedung PN Kayuagung, Jalan Letnan Mukhtar Saleh Nomor 119, Kayuagung, Sumsel, Senin (30/06/2025), Majelis Hakim yang terdiri dari Guntoro Eka Sekti, Anisa Lestari dan Yuri Alpha Fawnia membacakan amar putusan yang pada pokoknya ‘Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan kekerasan terhadap anak, menjatuhkan pidana denda sejumlah Rp 5 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan’.Perkara bermula pada Jumat (29/11/2024), Terdakwa mendengar suara anaknya menangis di depan rumah. Selanjutnya Terdakwa melihat anak korban sedang memegang bambu seperti ingin menakut-nakuti anak perempuan Terdakwa. Setelah itu Anak korban langsung pergi ke depan rumah saudara Sayuti.“Terdakwa lalu menghampiri Anak korban dan setelah cukup dekat, Terdakwa langsung menarik kerah baju Anak korban. Pada saat itu Anak korban ingin berlari dan Terdakwa kemudian menarik kerah baju Anak korban sebanyak 2 (dua) kali menggunakan tangan kanan Terdakwa,” ungkap Majelis Hakim dalam sidang yang dihadiri oleh Penuntut Umum dan Terdakwa dengan didampingi Penasihat Hukumnya.Setelahnya Terdakwa melepaskan kerah baju Anak korban dan kemudian Anak korban dibawa oleh tetangganya, yang lalu menceritakan peristiwa tersebut kepada Nenek Anak korban.“Adapun penyebab Terdakwa menarik kerah baju Anak korban dikarenakan Anak korban telah mengganggu anak Terdakwa hingga menyebabkan anak Terdakwa menangis. Di mana dari hasil Visum et repertum diperoleh kesimpulan dari hasil pemeriksaan terhadap Anak korban diketahui Anak korban mengalami kemerahan pada leher sebelah kanan bagian. Oleh karenanya Majelis Hakim menilai tindakan tersebut termasuk sebagai bentuk kekerasan yang dilakukan terhadap Anak”, tutur Majelis Hakim.Terkait ancaman pidana yang akan dijatuhkan terhadap Terdakwa, Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyampaikan ketentuan Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, mengatur ancaman pidana yang dapat dijatuhkan terhadap setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 76C berupa pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau dengan paling banyak Rp72 juta. Didasarkan atas bunyi pasal tersebut Majelis Hakim menilai terdapat 2 jenis pemidanaan yang dapat dijatuhkan bagi setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 76C, yang mana pengenaannya tidak hanya dapat bersifat kumulatif berupa penjatuhan pidana penjara dan pidana denda, tetapi juga dapat bersifat alternatif dengan memilih penjatuhan salah satu pidana berupa pidana penjara atau pidana denda.“Terkait pengenaan jenis pidana yang layak dijatuhkan terhadap diri Terdakwa, Majelis Hakim mendasarkan tidak hanya kepada dampak dari perbuatan Terdakwa dan keadaan yang memberatkan maupun meringankan, tetapi juga mempertimbangkan efektifitas dari penjatuhan pemidanaan tersebut untuk menimbul efek jera bagi diri Terdakwa”, ucap Majelis Hakim.Lebih lanjut berdasarkan fakta sidang, Majelis Hakim berpendapat dari akibat yang dialami oleh Anak korban akibat perbuatan Terdakwa, serta kedudukan Terdakwa yang mempunyai peran ganda dalam mengasuh anak-anaknya, maka Majelis Hakim menilai penjatuhan pidana perampasan kemerdekaan akan dikhawatirkan menimbulkan penderitaan yang besar, baik terhadap Terdakwa maupun terhadap keluarganya. Selain itu Terdakwa juga dinilai beriktikad baik untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang dihadapinya yaitu dengan tertib menghadiri setiap tahapan proses persidangan sekalipun Terdakwa tidak ditahan. “Didasarkan atas pertimbangan tersebut, Majelis Hakim berkesimpulan penjatuhan pidana denda dirasa lebih efektif untuk dikenakan terhadap perbuatan Terdakwa”, putus Majelis Hakim dalam pertimbangannya.Perbuatan Terdakwa yang dinilai meresahkan masyarakat tersebut menjadi keadaan yang memberatkan pidana terhadap Terdakwa. Sedangkan untuk keadaan yang meringankan, Terdakwa dinilai menyesali perbuatannya dan sebelumnya Terdakwa belum pernah dihukum, serta Terdakwa mempunyai anak yang masih membutuhkan perhatiannya.Persidangan pembacaan putusan berjalan dengan tertib dan lancar, selama persidangan berlangsung baik Terdakwa yang didampingi Penasihat Hukumnya maupun Penuntut Umum terlihat secara saksama mendengar pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Majelis Hakim. Atas putusan itu, Terdakwa melalui Penasihat Hukumnya maupun Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir. (AL) 

Jadi Muncikari Anak, Rahmat Dihukum 3 Tahun Penjara oleh PN Kayuagung

article | Sidang | 2025-06-04 14:30:37

Kayuagung – Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan (Sumsel) menghukum Rahmat seorang tukang ojek di kawasan Kayuagung dengan penjara selama 3 tahun. Hukum tersebut dijatuhkan sebab ia terbukti telah membiarkan dilakukannya eksploitasi seksual terhadap anak.“Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membiarkan dilakukannya eksploitasi secara seksual terhadap Anak, menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun”, ucap Majelis Hakim pada persidangan yang digelar Rabu (04/06/2025) di Gedung PN Kayuagung, Jalan Letnan Mukhtar Saleh Nomor 119, Kayuagung, Kabupaten OKI, Sumsel.Kasus ini berawal pada awal November 2024, pihak kepolisian mendapatkan informasi mengenai sering terjadinya praktik prostitusi anak di Penginapan dan Karaoke Gita Home Kayuagung. Berdasarkan informasi tersebut, pihak kepolisian kemudian melakukan penggrebekan dan berhasil mengamankan Terdakwa, serta para anak yang sedang bersama pelanggannya.“Saat itu Terdakwa dan para anak mengakui jika Terdakwa adalah orang yang mencarikan pelanggan atau tamu yang akan menggunakan jasa prostitusi para anak. Di mana disepakati untuk waktu shortime (satu kali main) dengan bayaran sejumlah Rp200 ribu maka Terdakwa mendapatkan keuntungan sejumlah Rp 30 ribu, untuk waktu shortime (satu kali main) dengan bayaran sejumlah Rp 250 ribu maka Terdakwa mendapatkan keuntungan sejumlah Rp50 ribu, dan untuk waktu long time (satu malam) dengan bayaran sejumlah Rp 1,5 juta maka Terdakwa mendapatkan keuntungan sebesar Rp200 ribu”, ungkap Majelis Hakim.Setelah kesepakatan tersebut, Terdakwa kemudian mencarikan pelanggan yang akan menggunakan jasa prostitusi para anak tersebut dengan cara menggunakan foto para anak dan menawarkannya melalui aplikasi Michat, Whatsapp, maupun secara langsung. Selanjutnya Terdakwa memberitahu para anak melalui chat aplikasi Whatsapp bahwa ada pelanggan. Setelah itu para anak langsung menyuruh Terdakwa untuk mengantar pelanggan tersebut ke kamar yang Para anak sewa. Di mana jika para anak sedang melayani pelanggan, terhadap tamu tersebut para anak sampaikan kepada Terdakwa untuk menunggu.“Adapun total keuntungan yang didapat Terdakwa dari pekerjaannya mencarikan pelanggan untuk para anak dalam kurun waktu bulan Oktober sampai November tahun 2024 tersebut adalah sekitar sejumlah Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah) sampai dengan sejumlah Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)”, jelas Majelis Hakim saat membacakan pertimbangannya.Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai perbuatan Terdakwa yang menawarkan kepada para anak untuk mencarikan laki-laki yang akan menggunakan jasa seks para anak dengan kesepakatan Terdakwa akan memperoleh sejumlah keuntungan. Di mana meskipun kesepakatan antara Terdakwa dan para anak tersebut tidak didasari atas hubungan kerja sama, serta para anak yang menentukan biaya jasa dan fee. Namun perbuatan Terdakwa yang tidak melarang tindakan para anak untuk menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) dan justru mencarikan pelanggan untuk menggunakan jasa seks tersebut dinilai termasuk sebagai bentuk tindakan yang membiarkan terjadinya eksploitasi seksual terhadap para anak.“Sebagai alasan yang memberatkan, perbuatan Terdakwa dianggap sebagai perbuatan yang meresahkan masyarakat. Sementara untuk alasan meringankan, Majelis Hakim menilai Terdakwa menyesali perbuatannya dan sebelumnya Terdakwa tidak pernah dihukum”, lanjut Majelis Hakim dalam putusannya.Persidangan pembacaan putusan berjalan dengan lancar. Selama persidangan berlangsung Terdakwa dengan didampingi Penasihat Hukumnya maupun Penuntut Umum terlihat tertib dan saksama mendengar pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Majelis Hakim. Atas putusan itu, baik Terdakwa menyatakan menerima, sementara Jaksa Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir. (AL)

Gegara Miras, 3 Anak Pelaku Gang Rape di Sumsel Dihukum 4 Tahun Penjara

article | Sidang | 2025-05-20 09:20:54

Kayuagung – Vonis penjara selama 4 tahun di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dijatuhkan oleh Hakim Anak Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan (Sumsel), kepada para Anak pelaku Gang Rape di Kabupaten OKI. Hukuman tersebut dijatuhkan lantaran para Anak dinilai terbukti telah menyetubuhi anak korban. “Menyatakan para Anak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya yang dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, menjatuhkan pidana penjara selama 4 tahun di LPKA dan pelatihan kerja selama 4 bulan di LPKS,” tutur Hakim Anak dalam sidang pembacaan putusan yang digelar terbuka untuk umum, di Gedung PN Kayuagung, Jalan Letnan Mukhtar Saleh Nomor 119, Kayuagung, OKI, Sumsel, pada Senin (19/5/2025) kemarin.Kasus bermula saat teman anak korban berkenalan dengan salah satu Anak dan berjanji untuk bertemu. Setelah bertemu anak korban dan temannya dibawa menuju ke rumah salah seorang Anak, yang mana di rumah tersebut telah berkumpul beberapa orang. Salah satu Anak kemudian membeli minuman keras, yang lalu disodorkan kepada anak korban dan temannya.“Salah seorang Anak kemudian mendekati anak korban dan anak saksi, menuangkan minuman tersebut ke dalam gelas bekas minuman hingga penuh dan selanjutnya memaksa anak korban dan anak saksi untuk meminum minuman tersebut, dengan cara tangan kanannya memegang dagu dan menekan kedua pipi anak korban hingga mulut anak korban terbuka,” ucap Hakim.Setelahnya 4 empat orang anak kemudian menyetubuhi anak korban di dalam kamar secara bergantian, sementara beberapa orang lainnya melakukan perbuatan cabul kepada anak saksi di kamar lain. Anak korban dan anak saksi yang dalam kondisi mabuk tidak sempat memberikan perlawanan pada saat perbuatan tersebut terjadi. “Dari hasil pemeriksaan psikologis diperoleh hasil jika anak korban mengalami pengalaman traumatis yang tercermin pada perubahan pola pikir, suasana hati, dan perilaku yang mengarah pada gejala kecemasan,” ungkap Hakim dalam putusannya.Dalam pertimbangannya, Hakim menilai meskipun pada saat kejadian tersebut tidak terdapat kekerasan atau ancaman kekerasan yang ditujukan para Anak kepada anak korban dikarenakan sebelumnya Anak korban telah terlebih dahulu dicekoki oleh minuman keras, namun perbuatan Anak yang telah menyetubuhi anak korban sehingga mengalami penderitaan secara fisik, seksual, dan psikis sebagaimana Visum et repertum dan Pemeriksaan Psikologis tersebut, dianggap termasuk sebagai pengertian kekerasan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.Terkait penjatuhan pidana, Hakim mempertimbangkan hasil Penelitian Kemasyarakatan yang menyebutkan perbuatan tersebut dilakukan karena faktor lingkungan pergaulan dan kurangnya pengawasan dari orang tua para Anak, yang kemudian merekomendasikan penjatuhan pidana berupa pidana penjara di LPKA.“Meskipun Anak ditempatkan di LPKA, tetapi Anak masih tetap dapat melanjutkan pendidikan formalnya di sekolah khusus yang disediakan di LPKA tersebut. Selain itu, Anak dapat melakukan berbagai kegiatan positif dengan bimbingan dan pengawasan dari pihak yang profesional. Serta diharapkan ke depannya Anak dapat menjadi pribadi yang lebih baik dan tidak lagi mengulangi melakukan perbuatan yang melanggar hukum,” tukas Hakim.Persidangan pembacaan putusan berjalan dengan tertib dan lancar. Selama persidangan berlangsung para Anak yang didampingi Penasihat Hukumnya maupun Penuntut Umum terlihat secara saksama mendengar pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Majelis Hakim.Atas putusan itu, Penasihat Hukum para Anak dan Jaksa Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir. (AL)

Aniaya Anak Kandung hingga Mati, Ayah di Maros Dihukum 15 Tahun Bui

article | Sidang | 2025-04-23 09:05:42

Maros - “Saya Terima Yang Mulia,” kata Bambang Irawan Alias Bambang bin Supriyono setelah mendengar putusan hakim. Vonis 15 tahun penjara dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel) karena melakukan kekerasan terhadap anak kandungnya sendiri (MR) sehingga meninggal dunia.  Perbuatan tidak masuk akal seorang bapak ini, terjadil pada hari Kamis tanggal 8 Agustus 2024 di Perumahan Lagoosi, Maros sekitar pukul 20.30 Wita. Si anak yang sedang bermain game bersama temannya disuruh oleh Terdakwa untuk membeli makanan sehingga si anak pergi membeli makanan menggunakan motor Terdakwa. Setengah jam kemudian, si anak pulang kerumah dengan keadaan motor yang digunakan tersebut telah rusak pada bagian spion dan kap motor sehingga Terdakwa marah. Si ayah memanggil anaknya ke ruang tamu dan memarahi anaknya sambil memukul wajah anak kandungnya dengan menggunakan kepalan kedua tangannya secara bertubi-tubi.  Penyiksaan dilakukan berulang kali. Si ayah lalu membawa anak kandungnya ke Puskesmas tapi nyawanya tak lagi dapat diselamatkan.Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan Terdakwa, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menyatakan terdakwa melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan mati yang dilakukan oleh orang tua” kata ketua maelis hakim Sofian Parerungan dengan anggota Farida Pakaya dan Bonita Pratiwi Putri dan dibantu oleh Ardiansyah selaku panitera pengganti dalam sidang terbuka untuk umum pada Selasa (22/4/2025) kemarin.Putusan itu diterima terdakwa dan Penuntut Umum.  

Terdesak Sepeda Motor Rusak, Anak Nekat Curi Baterai Aki

article | Berita | 2025-03-21 10:35:15

Kayuagung – PN Kayuagung, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan (Sumsel), menjatuhkan pidana berupa Pembinaan di dalam lembaga selama 4 bulan kepada Anak pelaku pencurian baterai aki di Kabupaten Ogan Ilir. Pidana tersebut dijatuhkan sebab Anak dinilai terbukti telah mengambil 4 buah baterai aki milik saksi korban Asmadi.“Menyatakan Anak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pencurian dalam keadaan memberatkan, menjatuhkan pidana Pembinaan di dalam lembaga selama 4 bulan di LPKS Dharmapala Kabupaten Ogan Ilir”, ucap Hakim dalam amar putusannya yang dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum yang digelar di Ruang Sidang Anak, Gedung PN Kayuagung, Jalan Letnan Mukhtar Saleh Nomor 119, Kayuagung, Senin (17/03/2025).Kasus bermula pada Sabtu (15/02/2025), ketika itu Anak hendak meminjam uang kepada saudaranya untuk memperbaiki sepeda motor. Tidak berhasil mendapatkan pinjaman tersebut, kemudian pada malam harinya timbul niat Anak untuk mengambil baterai aki yang dilihatnya terpasang pada mobil truk yang berada di seberang rumah saudaranya tersebut.“Sekitar pukul 00.30 WIB, dengan menggunakan 1 unit sepeda motor Honda Beat warna hitam, Anak pergi menuju ke rumah saksi Asmadi Bin Abu (Alm) sambil membawa sebuah obeng yang Anak simpan dalam bawah jok motor. Sesampainya di tujuan, Anak langsung masuk ke dalam pekarangan rumah saksi Asmadi Bin Abu (Alm) dengan memanjat pagar dan menuju ke mobil dum truk, kemudian mengambil baterai aki yang terpasang pada mobil dum truk tersebut”, ungkap Hakim.Selanjutnya Anak mengambil baterai aki tersebut dengan cara mencongkel kabel yang terpasang di baterai aki menggunakan obeng, sehingga kabel yang terpasang di baterai aki lepas. Anak kemudian mengangkat baterai aki dari tempatnya yang berada di bawah bak mobil sebelah kiri dan setelah itu Anak melanjutkan mengambil baterai aki yang ada di mobil dum truk yang lainnya yang juga terparkir dengan cara dan alat yang sama.“Tujuan Anak mengambil baterai aki tersebut adalah untuk dijual. Di mana 2  buah baterai aki telah Anak jual dengan harga Rp 120 Ribu per satu baterai aki. Adapun uang hasil penjualan tersebut kemudian Anak pergunakan untuk memperbaiki sepeda motornya. sedangkan 2 buah baterai lagi belum sempat dijual oleh Anak”, tutur Hakim.Dalam pertimbangannya, Hakim menilai jika tindakan Anak yang dipicu lantaran Anak membutuhkan uang untuk memperbaiki sepeda motornya, dan saksi korban yang telah memaafkan perbuatan Anak dianggap sebagai alasan yang meringankan penjatuhan pidana terhadap Anak. “Perbuatan yang dilakukan oleh Anak tidak membahayakan masyarakat, serta perbuatan tersebut dilakukan karena Anak terdorong adanya kebutuhan untuk memperbaiki sepeda motornya, dan Korban telah memaafkan perbuatan Anak serta sudah mendapatkan ganti rugi atas barangnya yang telah hilang. Berdasarkan pertimbangan tersebut Hakim menilai terhadap perbuatan Anak layak untuk dijatuhi pidana berupa pembinaan di dalam lembaga”, lanjut Hakim saat membacakan pertimbangannya.Selama persidangan berlangsung, Anak dengan didampingi Penasihat Hukumnya, Andi Wijaya, PK Bapas, dan ibu kandungnya, terlihat kooperatif mengikuti jalannya persidangan pembacaan putusan, yang dihadiri pula oleh JPU dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir.Atas putusan itu, Anak melalui Penasihat Hukumnya menyatakan menerima, sedangkan Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir. (AL)