Cari Berita

Mengintip 3 Jalan Jadi Hakim di Kanada, AS dan Prancis

article | Berita | 2025-09-30 18:10:33

TAHUKAH Dandafellas bahwa cara memilih seorang hakim tidaklah seragam? Di banyak negara, proses rekrutmen hakim bisa sangat berbeda. Tergantung tradisi hukum, kultur politik, dan kebutuhan menjaga independensi. Beberapa negara lebih mengandalkan pengangkatan. Ada pula yang menggunakan ujian seleksi, dan tak sedikit yang memberi ruang bagi pemilihan publik. Berikut uraian menarik dari berbagai model rekrutmen hakim di dunia.Metode pengangkatan adalah yang paling lazim digunakan pada sistem hukum common law. Pemerintah pusat baik presiden, menteri, atau lembaga independen sering memiliki hak nominasi atau penunjukan, kadang berdampingan dengan persetujuan parlemen atau badan independen lainnya. Misalnya, dalam beberapa negara, dewan peradilan atau komisi independen menyusun daftar calon-calon hakim yang kemudian dipilih oleh eksekutif.  Sebagai contoh di Kanada hakim diseleksi oleh Judicial Appointments Commission untuk selanjutnya disahkan oleh Lord Chancellor. Walaupun terkesan lewat mekanisme seleksi nanun kewenangan tertinggi tetap pada pilihan Lord Chancellor. Lalu di kanada hakim pengadilan federal dan provinsi diangkat oleh Gubernur Jenderal atas saran Perdana Menteri. Bahkan di Amerika Serikat, Presiden memiliki hak penuh untuk mengusulkan Hakim Agung yang menduduki jabatan seumur hidup dengan persetujuan senat.Keuntungan utama cara ini adalah kontrol atas kualitas, dimana pengambil kebijakan dapat mengecek latar belakang, integritas, dan pengalaman calon secara cermat. Namun kelemahannya juga nyata, yang utama adalah independensi lembaga yudikatif yang dianggap sangat kurang, diperparah proses yang tertutup bisa memunculkan spekulasi politisasi, dan publik bisa mempertanyakan independensi hakim yang diangkat lewat mekanisme partisan. Di Amerika Serikat dikenal blue judge  yaitu hakim usulan presiden partai demokrat (berhaluan liberal), dan red judge yang ditunjuk presiden partai republik (berhaluan konservatif) yang membuat seringkali putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat seakan-akan condong pada ideologi tertentu pada masa tertentu.Di banyak negara dengan tradisi civil law, calon hakim mengikuti jalur profesional khusus dengan sistem ujian masuk, pendidikan dan pelatihan khusus, ditambah pengalaman magang, dan akhirnya ditempatkan sebagai hakim di tingkat pertama hingga ada promosi.  Mekanisme ini menjadikan hakim tingkat yang lebih tinggi pasti pernah menjadi hakim pada tingkat yang lebih rendah. Metode seleksi kompetitif ini berfokus pada kemampuan teknis dan intelektual berdasarkan ujian tertulis, wawancara, evaluasi kinerja, dan kadang penilaian psikologis. Kelebihan dari cara ini adalah bahwa prosesnya bisa lebih transparan dan meritokratik calon yang terbaik lah yang lolos, tidak ada unsur politis. Negara yang konsosten dari sistem ini adalah Prancis dimana calon hakim mengikuti ujian École Nationale de la Magistrature (ENM) lalu bagi mereka yang lolos akan melakukan pelatihan intensif sebelum ditempatkan di pengadilan. Dari beberapa negara yang menggunakan sistem ini yang negara seperti Prancis mensyaratkan untuk dapat masuk dalam seleksi adalah mereka yang sebelumnya telah berkecimpung dalam dunia peradilan dalam waktu tertentu. Indonesia termasuk kedalam sistem perekrutan hakim ini, yang  pada tahun 2021 menggunakan mekanisme seleksi terbuka analis perkara peradilan (APP) lewat jalur Calon pegawai negeri Sipil yang dalam perjalanannya mengikuti serangkaian seleksi, pelatihan dan magang hingga diangkat menjadi hakim pada tahun 2025.Pemilihan Publik: Hak Rakyat Memilih Hakim?Uniknya di beberapa negara, hakim terutama di level negara bagian atau lokal (pengadilan distrik atau kota) hakim dipilih langsung oleh rakyat atau melalui sistem pemilihan umum. Di Amerika Serikat pada mayoritas negara bagian, hakim daerah (coutry judge/city judge) dipilih langsung oleh pemilih, bahkan setelah masa jabatannya habis mereka harus menjalani pemilihan ulang (retention election). Sejalan dengan Amerika Serikat beberapa kanton (setingkat negara bagian) di Swiss juga menggelar pemilihan hakim di masing-masing wilayahnya. Dengan mekanisme ini, legitimasi publik menjadi sangat kuat, hakim dipandang sebagai wakil hukum masyarakat. Namun bahayanya juga sangat besar, politisasi hakim bisa meningkat tajam. Calon-calon hakim yang berkompetisi bisa terdorong menyenangkan publik daripada mengutamakan penegakkan hukum dan keadilan. Selain itu dengan mekanisme ini bisa saja hakim populer yang akan menduduki jabatan, bukan hakim dengan kapasitas terbaik.Dari judul artikel ini mungkin sekilas teknis, tetapi di baliknya tersimpan banyak pelajaran bagi negara mana pun yang berupaya mereformasi sistem peradilan mereka. Apakah akan memilih pengangkatan penuh, sistem seleksi kompetitif atau pemilihan publik, setiap pilihan membawa konsekuensi. Semoga Indonesia bisa terus mengembangkan sistem seleksi hakim yang matang, adil, transparan, dan benar‐benar memprioritaskan penegakan hukum. (zm/wi)Referensi:1. Bill 2013 No. 2192 Judicial Appointments And Discipline dapat diakses pada https://www.legislation.gov.uk/uksi/2013/2192/made;2. How are judges appointed ?, Department of Justice Canada dapat diakses pada https://www.justice.gc.ca/eng/csj-sjc/ccs-ajc/05.html?utm_source=chatgpt.com3. Types of Federal Judges , Office of the U.S. Courts https://www.uscourts.gov/about-federal-courts/types-federal-judges#:~:text=Article%20III%20Judges,geography%20or%20length%20of%20tenure.4. Admission procedures , École Nationale de la Magistrature https://www.enm.justice.fr/en/admission-applicants-private-sector5. Become an Election Judge, The Maryland State Board of Elections https://elections.maryland.gov/get_involved/election_judges_form.html

Kurikulum KAPAK PERADILAN Menyiapkan Generasi Baru Pemimpin Berintegritas

article | Berita | 2025-09-29 14:25:15

Jakarta – Integritas adalah pondasi utama peradilan. Namun, pondasi itu kini tengah diguncang keras. Kasus suap, pelanggaran etik, hingga penangkapan sejumlah pimpinan pengadilan menjadi bukti bahwa aparatur peradilan tidak sepenuhnya kebal dari penyimpangan. Fakta di lapangan memperlihatkan, kasus-kasus yang melibatkan hakim dan pejabat peradilan justru kian sering menghiasi pemberitaan.Data resmi mencatat sepanjang tahun 2024, 109 hakim dijatuhi sanksi disiplin. Lebih jauh lagi, sejak 2011 hingga kini, 29 hakim ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Angka-angka ini menegaskan bahwa masalah integritas bukan lagi isu kecil, melainkan persoalan serius yang menggerogoti kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.Analisis menunjukkan ada empat akar utama yang menyebabkan krisis integritas ini: pertama, faktor individu hakim dan aparatur peradilan yang lemah dalam menjaga integritas, kedua, sistem peradilan yang masih “ramah” terhadap penyimpangan, ketiga, lingkungan kerja yang menormalisasi perilaku korupsi sebagai sesuatu yang wajar, serta keempat, dampak lanjutan berupa menurunnya kualitas putusan, lambatnya proses hukum, serta turunnya kepercayaan masyarakat.Situasi ini jelas memperlihatkan bahwa permasalahan bukan hanya pada individu, melainkan juga pada sistem yang membiarkan praktik buruk bertahan.Untuk menjawab tantangan tersebut, dikutip dari laman Instagram Pusat Pendidikan dan Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan (Pusdiklat Menpim) Mahkamah Agung RI, Mahkamah Agung melalui Pusdiklat Menpim memperkenalkan sebuah terobosan baru, program pelatihan “KAPAK PERADILAN” singkatan dari (Karakter Kepemimpinan Anti Korupsi di Lingkungan Peradilan).Dari informasi yang diterima tim DANDAPALA dari laman Instagram @pusdiklat.menpim.ma.1, KAPAK Peradilan memadukan berbagai metode pembelajaran modern, mulai dari refleksi berbasis best practices, kisah nyata (true story), hingga bermuara pada monitoring pasca-pelatihan untuk memastikan nilai-nilai integritas benar-benar diterapkan. Bahkan, teknologi Virtual Reality (VR) digunakan untuk menghadirkan pengalaman belajar yang lebih interaktif dan mendalam.“Program ini bukan sekadar pelatihan biasa, melainkan strategi menyeluruh untuk menanamkan kembali integritas pada pimpinan pengadilan. Harapannya, para pemimpin peradilan tidak hanya menjadi pemimpin lembaga, tetapi juga teladan yang bisa menjadi agen perubahan di lingkungannya,” demikian bunyi informasi resmi dari laman Instagram tersebut.Dalam tahap jangka pendek, program ini berfokus pada pembangunan pondasi. Mahkamah Agung dengan bekerja sama dengan KPK dan Komisi Yudisial dalam penyusunan kurikulum, pengembangan media interaktif, hingga pelaksanaan uji coba pelatihan di pengadilan kelas 1A.Adapun jangka panjangnya, inovasi KAPAK PERADILAN diarahkan untuk merevitalisasi seluruh kurikulum pelatihan di lingkungan peradilan. “Tujuannya jelas: mencetak pimpinan pengadilan yang berkomitmen tinggi melawan korupsi, menurunkan angka kasus pelanggaran integritas, meningkatkan indeks persepsi antikorupsi, dan yang terpenting, mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan”, sebagaimana informasi dikutip dari laman Instagram tersebut.Krisis integritas yang menimpa aparatur peradilan jelas tidak boleh dibiarkan. Kasus demi kasus telah merusak citra hukum dan mengguncang kepercayaan publik. Namun, di tengah gelombang pesimisme itu, KAPAK PERADILAN hadir sebagai langkah berani.Program Inisiatif dari Pusdiklat Menpim MA ini berpotensi menjadi salah satu tonggak baru reformasi peradilan Indonesia, membangun kembali pondasi keadilan yang kokoh dan bersih. (Fadillah Usman/al)

PK Ditolak, Pemilik Perusahaan Tetap Dibui 4 Tahun di Kasus TPPO ke Jepang

article | Sidang | 2025-09-29 11:25:32

Jakarta – Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang dimohonkan oleh Terpidana M. Akbar Gusmawan (34). Akbar dihukum dalam perkara tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ke Jepang. Putusan tersebut tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2242 PK/Pid.Sus/2025 tanggal 20 Agustus 2025. “Menolak permohonan PK dari Pemohon PK/Terpidana M. Akbar Gusmawan tersebut,” ucap Ketua Majelis PK Hidayat Manao, didampingi Para Hakim Anggota PK Yanto dan Sigid Triyono sebagaimana dikutip DANDAPALA dari salinan putusan yang dilansir website MA, Senin (29/9/2025).Sebelumnya, PN Denpasar telah menyatakan Terpidana M. Akbar Gusmawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta dalam permufakatan jahat untuk melakukan perdagangan orang beberapa kali. Akbar dihukum pidana penjara selama 4  Tahun dan pidana denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.Majelis Hakim PN Denpasar juga membebankan kepada Terpidana untuk membayar restitusi sebesar Rp 366 juta kepada para korban.Kasus ini bermula saat itu terpidana mendirikan perusahaan PT Mutiara Abadi Gusmawan (PT MAG) yang bergerak di bidang perekrutan dan penempatan pekerja di dalam dan luar negeri khususnya ke negara Jepang di bidang hospitality dan bidang pertanian pada 23 Juli 2020. Terpidana tercatat sebagai Direktur sekaligus pemilik saham mayoritas (95%) PT MAG. PT MAG awalnya menjanjikan kepada para korban untuk bekerja di Jepang. Kemudian PT MAG menawarkan kepada para korban sebelum bekerja di Jepang, agar para korban bekerja sementara di Malaysia. Atas penawaran tersebut, para korban ada yang menerimanya. Ternyata setelah itu tidak ada satu pun para lorban yang diberangkat ke Jepang. Para korban diberangkatkan ke Malaysia dengan visa holiday dengan tujuan mengelabuhi Kantor Imigrasi Malaysia. Padahal para korban berangkat ke Malaysia dengan tujuan untuk bekerja.Atas perbuatan Terpidana selaku Direktur PT MAG telah menimbulkan kerugian bagi para korban. “Alasan permohonan PK Terpidana bukanlah keadaan baru/novum. Selain itu tidak terdapat kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata dan Judex Facti telah mengadili Terpidana dalam perkara a quo sesuai hukum acara pidana yang berlaku,” tambah Majelis PK dalam Putusan PK. Atas ditolaknya Permohonan PK Terpidana, vonis yang dijatuhkan oleh PN Denpasar dalam Putusan Nomor 527/Pid.Sus/2023/PN Dps tanggal 14 November 2023 tetap berlaku. (zm/wi)

KY-MA Berhentikan Mantan Ketua Pengadilan Negeri, Ini Penyebabnya

article | Berita | 2025-09-26 20:40:37

Jakarta- Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) menggelar sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) di Gedung MA, Jakarta untuk mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) T berinisial I. Hasilnya, I diberikan sanksi berat berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun. Apa penyebnya?Sebagaimana dalam keterangan pers KY yang diterima DANDAPALA, Jumat (26/9/2025), MK itu digelar pada Selasa (23/9/2025). I sidangkan karena terkait kasus suap atau gratifikasi dalam pengurusan perkara di MA yang melibatkan mantan Hakim PN, asisten mantan Hakim Agung GS."Menjatuhkan sanksi kepada terlapor dengan sanksi berat berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun,” ujar Ketua Sidang MKH hakim agung Achmad Setyo Pudjoharsoyo.Sidang MKH digelar atas rekomendasi Badan Pengawasan (Bawas) MA yang merupakan pengembangan kasus suap atau gratifikasi terkait pengurusan perkara di MA dengan melibatkan mantan Hakim PN, asisten mantan Hakim Agung GS.Saat masih menjabat sebagai Ketua PN T, I dimintai bantuan untuk pengurusan perkara yang ditangani Hakim Agung GS di tingkat kasasi. Kemudian ia menghubungi temannya, yaitu PN yang merupakan asisten Hakim Agung GS. Selanjutnya, disepakati imbalan pengurusan perkara tersebut sebesar Rp 725 juta.Penyerahan dilakukan oleh I bersama pengacara termohon kasasi (PT Emerald Ferochromium Industry) kepada PN pada 18 Februari 2022 di Rest Area Km 19 Bekasi/ Tol Jakarta Cikampek.Terkait kasus ini, kemudian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami keterlibatan I karena diduga menerima uang sebesar Rp 100 juta. Saat diperiksa sebagai saksi oleh KPK, I mengembalikan uang tersebut. Temuan itu akhirnya menjadi jalan masuk Bawas MA untuk melakukan pemeriksaan dan merekomendasi pemberhentian kepada I.Dalam pembelaannya, I membeberkan bahwa uang Rp 100 juta tersebut ditinggal oleh seseorang di teras rumahnya. Pernyataan tersebut diperkuat oleh kesaksian istrinya. Kemudian I sudah mencoba menghubungi pihak yang dicurigai memberikan uang tersebut, tetapi tidak tersambung. Saat kasus PN terungkap setahun kemudian, I diperiksa sebagai saksi dan telah mengembalikan uang tersebut kepada penyidik KPK.MKH mengungkap hal yang meringankan terlapor karena telah mengakui kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulangi. Ia juga masih memiliki kewajiban sebagai seorang kepala rumah tangga yang harus menafkahi seorang istri dan tiga orang anak yang masih kuliah. I juga telah menyerahkan uang gratifikasi sebanyak Rp 100 juta saat diperiksa oleh penyidik KPK. Sedangkan hal yang memberatkan adalah perbuatannya tidak mencerminkan visi dan misi MA.Oleh karena itu, Sidang MKH memutuskan untuk "menguatkan rekomendasi hasil pelaporan dari Tim Bawas MA yang menyatakan hakim terlapor I terbukti melanggar Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua KY Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, huruf c pengaturan butir 5 berintegritas tinggi.“Dan butir 7 menjunjung tinggi harga diri," urai Achmad Setyo Pudjoharsoyo.Anggota MKH lainnya terdiri dari Hakim Agung Sugeng Sutrisno dan Ainal Mardhiah. Sedangkan KY diwakili oleh Anggota KY Joko Sasmito, Sukma Violetta, Mukti Fajar Nur Dewata, dan Binziad Kadafi.

DPR Setujui 9 Hakim Agung dan 1 Hakim Ad Hoc MA Terpilih

article | Berita | 2025-09-23 16:30:27

Jakarta – DPR mengesahkan 9 calon hakim agung dan 1 hakim ad hoc terpilih dalam rapat paripurna DPR RI yang diselenggarakan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Pengesahan hakim agung terpilih tersebut sebagai bentuk dari tindak lanjut atas  hasil uji kelayakan dan kepatutan yang telah diselenggarakan oleh Komisi III DPR RI pada hari Selasa (16/9/2025).Pengesahan hakim agung dan hakim ad hoc terpilih disampaikan oleh Dede Indra Permana Soediro Wakil Ketua Komisi III Dede Indra Permana Soediro. “Proses hasil kelayakan fit and proper test merupakan rangakaian dalam pemberian persetujuan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konsitusi, dengan demikian, pengalaman kecekatan kemampuan dan moralitas merupakan persyaratan penting untuk menjadi hakim agung,” ucap Wakil Komisi III DPR Dede Indra dalam menyampaikan laporannya, Selasa (23/9/2025).Lebih lanjut, Dede Indra juga menambahkan hakim Agung dan Hakim ad hoc diistilahkan sebagai wakil tuhan, oleh karena itu Komisi III berikhtiar semaksimal mungkin untuk memilih hakim agung yang mampu menjunjung tinggi profesionalisme etika dan moralitas, integritas, dan menjalankan tugasnya serta tak tercela dalam karirnya.Terhadap laporan Komisi III tersebut, Ketua DPR RI Puan Maharani menanyakan kepada forum rapat untuk persetujuannya. “Apakah laporan KOMISI III DPR atas hasil uji kelayakan fit & proper test Calon Hakim Agung dan Calon Hakim Adhoc HAM pada MA Tahun 2025 dapat disetujui? Setuju,” ucap Puan yang disambut oleh peserta rapat. Sebagaimana diketahui, Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc MA terpilih yaitu;- Suradi – Kamar Pidana;- Ennid Hasanuddin – Kamar Perdata;- Heru Pramono – Kamar Perdata;- Lailatul Arofah – Kamar Agama;- Muhayah – Kamar Agama;- Hari Sugiharto – Kamar Tata Usaha Negara (TUN);- Budi Nugroho – Kamar TUN (Khusus Pajak);- Diana Malemita Ginting – Kamar TUN (Khusus Pajak);- Agustinus Purnomo Hadi – Kamar Militer;- Puguh Haryogi – Hakim Ad Hoc HAM pada Mahkamah Agung (zm/wi)

Dirjen: Penyerapan DIPA 005.03 di Satker Rendah, Kinerja Pengadilan Dipantau

article | Pembinaan | 2025-09-23 14:30:27

Jakarta – Dirjen Badan Peradilan Umum (Badilum) MA Bambang Myanto menerbitkan Surat Edaran Ditjen Badilum Nomor 1667/DJU/RA1.8/IX/2025 tanggal 19 September 2025 Perihal Realisasi Anggaran DIPA 005.03. Surat itu ditujukan kepada seluruh Ketua Pengadilan Tingkat Banding dan Tingkat Pertama terlampir dalam surat tersebut. Ia mendorong satuan kerja yang masih rendah penyerapannya untuk segera mengoptimalkan penyerapan anggaran pada DIPA 005.03 (Program Penegakan dan Pelayanan Hukum). Hal itu disampaikan menyusul hasil evaluasi Laporan Realisasi Anggaran Belanja Triwulan III Tahun Anggaran 2025 yang menunjukkan masih banyak satker yang rata-rata realisasi anggaran tersebut berada di bawah 60 persen.Melalui surat tersebut, Dirjen Badilum Bambang Myanto menyampaikan agar Ketua Pengadilan Tingkat Banding maupun Ketua Pengadilan Tingkat Pertama agar memerintahkan Sekretaris Pengadilan Tingkat Banding maupun Tingkat Pertama selaku Kuasa Pengguna Anggaran segera mengoptimalkan penyerapan pelaksanaan DIPA 005.03 yang realisasinya dibawah 60 persen. Kemudian, pengelola keuangan setiap satker agar tidak menunda proses pembayaran atas pekerjaan yang telah selesai serta memastikan seluruh tagihan diselesaikan sesuai ketentuan yang berlaku.Selain itu, agar dilakukan pengawasan terhadap bagian kepaniteraan dan kesekretariatan terkait pelaksanaan DIPA 005.03. Dirjen Badilum mendorong setiap satker melakukan reviu dan revisi terkait anggaran, perencanaan kegiatan, hingga capaian kinerja apabila diperlukan untuk optimalisasi capaian target. “Mereviu target capaian output, penyerapan anggaran dan jangka waktu pelaksanaan. Dan Memastikan rencana pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana penarikan dana pada halaman III DIPA sebagai dasar pencairan dana,” tambah Dirjen Badilum melalui surat tersebut. “Realisasi anggaran dan capaian target pada DIPA 005.03 merupakan penilaian terhadap kinerja Saudara (pimpinan pengadilan),” pungkas Dirjen Badilum. (zm/wi)

Hakim Agung Sutarjo: Hakim Pencipta Keadilan Substantif, Bukan Hanya Corong UU  

article | Berita | 2025-09-22 11:20:40

Bogor-  Hakim agung Sutarjo menyampaikan bahwa KUHP baru membawa misi pembaharuan yang memberikan peran strategis terhadap para hakim. Juga pencipta keadilan substantif, bukan sekadar keadilan procedural. Hal itu disampaikan di Badan Strategi Kebijakan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (BSDK) MA saat membuka Pelatihan Singkat Pendalaman Substansi dan Kebaruan Hukum Pidana Nasional (UU No. 1 Tahun 2023) Gelombang III pada hari Senin (22/09/25). Pelatihan ini diikuti oleh 901 hakim yang terdiri dari pimpinan pengadilan tinggi, pimpinan pengadilan negeri, serta hakim pemeriksa perkara pidana tingkat banding dan tingkat pertama dari lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama di seluruh Indonesia. Peserta terbagi dalam tiga kelas dan diwajibkan mengikuti pelatihan dengan metode blended learning. Kegiatan ini berlangsung pada hari Senin hingga Jum’at (22–26 September 2025) dengan dua tahapan. Tahap I dilaksanakan pada 22–23 September 2025 berupa pembelajaran mandiri melalui platform e-learning yang mencakup pre-test, pengenalan materi, serta penugasan mandiri. Tahap II berlangsung pada 24–26 September 2025 berupa penyampaian materi secara daring melalui Zoom Meeting disertai kuis interaktif. Seluruh peserta sebelumnya diwajibkan melakukan registrasi dan mengunggah dokumen administrasi melalui aplikasi LASKAR (Layanan Administrasi Kediklatan dan Rekapitulasi). Dalam laporannya, Kepala BSDK MA RI, Syamsul Arief menekankan pentingnya kegiatan ini untuk memperkuat pemahaman hakim terhadap aspek-aspek penting dalam KUHP baru yang bernuansa lebih restoratif.“Diharapkan dengan acara ini, para hakim akan memahami aspek-aspek penting dalam KUHP baru yang bernuansa lebih restoratif. Meskipun kegiatan dilaksanakan secara daring, hal ini tidak mengurangi pemahaman pembelajaran terhadap KUHP,” ujar Syamsul. Pelatihan ini dibuka secara resmi oleh Hakim Agung Kamar Pidana, Sutarjo, yang hadir mewakili Wakil Ketua MA Bidang Yudisial. Dalam pembukaan tersebut, Ia juga menyampaikan bahwa KUHP baru membawa misi pembaharuan yang memberikan peran strategis terhadap para hakim. “Kebaruan yang dibawa KUHP bukan hanya kodifikasi ulang, namun juga nilai-nilai Pancasila dan pembaharuan yang selaras dengan perkembangan zaman. Hakim bukan hanya corong undang-undang, melainkan pencipta keadilan substantif, bukan sekadar keadilan prosedural. Hakim harus meninggalkan pemikiran lama yang bersifat retributif (lex talionis) karena merupakan pemikiran usang dan tidak sesuai lagi,” tegas Hakim Agung Sutarjo. Hakim Agung Sutarjo juga menegaskan akan pentingnya kegiatan ini sebagai sarana pemahaman bersama. “Pelatihan ini menjadi momentum bagi seluruh hakim untuk menyamakan persepsi terhadap kebaruan KUHP, sehingga setiap putusan yang lahir benar-benar mencerminkan keadilan dan kepastian hukum,” tambah Hakim Agung Sutarjo. Adapun materi pelatihan akan terbagi dalam enam pokok bahasan, yaitu: (1) Kebaruan dan asas-asas hukum pidana dalam KUHP (UU No. 1 Tahun 2023), (2) Tindak Pidana dalam KUHP, (3) Pertanggungjawaban Pidana, (4) Pidana dan Tindakan, (5) Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana dan Tindakan, serta (6) Amar Putusan Pidana berdasarkan KUHP dengan menghadirkan para pengajar yustisial dan pakar-pakar hukum pidana sebagai pengajar. (zm/wi)

Gandeng Badan Siber, MA Gelar Bimtek Penanganan Insiden Web Defacement

article | Berita | 2025-09-21 13:50:35

Semarang, Jawa Tengah - Mahkamah Agung (MA) mengandeng Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) gelar Bimbingan Teknis (Bimtek) penanganan insiden web defacement pada Jumat (18/9/2025). Kegiatan diselenggarakan secara hybrid, luring untuk PN dan PT Semarang, sedangkan satuan kerja dibawah PT Semarang mengikuti secara daring.“Begitu banyak jenis jenis trend serangan siber, didominasi Ransomware Attacks, Social Engineering, Phising Attacks, Cloud Security Risks, AI misuse, diperlukan sumber daya yang mumpuni,” tegas Tim dari BSSN mengawali paparannya.Setiap organisasi, khususnya Mahkamah Agung harus memiliki tim tanggap insiden siber. Tim yang bertanggung jawab untuk menerima, meninjau, dan menanggapi laporan dan aktivitas insiden siber dengan mendeteksi, menilai, dan mengurangi insiden siber, lanjutnya mengingatkan. “Penguatan sistem pengamanan informasi menjadi sangat penting. Diperlukan mitigasi resiko terhadap kepercayaan publik. Penciptaan ekosistem layanan peradilan yang tidak hanya berbasis teknologi, tetapi juga aman dan terjaga keasliannya dari gangguan siber yang merugikan” tegas Tim dari BSSN.Mahkamah Agung terus berkomitmen memperkokoh fondasi transformasi digital sekaligus menjaga kredibilitas lembaga negara di ranah digital. Salah satunya dengan mengandeng BSSN dalam kegiatan ini. (Bintoro Wisnu Prasojo/al)

Tok! MA Naikkan 3 Kali Lipat Vonis Pegawai Honorer yang Korupsi Dana KONI

article | Berita | 2025-09-16 11:15:36

Jakarta- Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman pegawai honorer Bani Purwoko dari 2 tahun penjara menjadi 6 tahun penjara. Staf pada Bagian Perencanaan Komite Olahraga Indonesia (KONI) Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah (Kalteng) itu terbukti korupsi lebih dari Rp 7 miliar.Hal itu tertuang dalam putusan kasasi yang dikutip DANDAPALA, Selasa (16/9/2025). Disebutkan kasus itu terjadi pada tahun anggaran 2021-2023. Pada tahun 2023, Bani Purwoko diangkat sebagai Bendahara.  “(Terdakwa) telah melakukan penyimpangan penggunaan dana hibah KONI Kabupaten Kotawirin Timur Tahun Anggaran 2021-2023,” demikian pertimbangan majelis hakim.Perbuatan tersebut dilakukan Saksi Ahyar dengan memerintahkan Bani Purwoko untuk melaksanakan tugas dan wewenang Bendahara. Seperti melakukan penarikan dana hibah, pembayaran dan membuat LPJ tanpa didasari Surat Penunjukan/Surat Kuasa yang sah dari Ketua dan Bendahara KONI Kabupaten Kotawaringin Timur, menyetujui pencairan dana hibah operasional dan cabor yang tidak sesuai dengan RAB, memerintahkan untuk melakukan pemotongan anggaran cabor, memerintahkan untuk mentransfer dana hibah kepada pengurus cabor Provinsi Kalteng, memerintahkan untuk melakukan mark up harga atas pengadaan medali PORPROV Kalteng XII tahun 2023, memerintahkan untuk melakukan mark up harga atas pengadaan Maskot PORPROV Kalteng XII tahun 2023, memerintahkan untuk membuat LPJ fiktif cabor atas pembelian sarana dan prasarana yang pembeliannya dilakukan oleh KONI Kabupaten Kotawaringin Timur.“Bahwa sementara Terdakwa tidak membuat rencana kerja organisasi KONI jangka panjang dan jangka pendek, tidak melaksanakan program perencanaan dan anggaran sebagaimana mestinya, tidak melakukan monitoring atas pelaksanaan program dan anggaran yang telah ditetapkan, melaksanakan tugas dan wewenang bendahara seperti melakukan penarikan dana hibah, melakukan pembayaran dan membuat Laporan Pertanggungjawaban tanpa didasari Surat Penunjukan/Surat Kuasa yang sah dari Ketua dan Bendahara KONI Kabupaten Kotawaringin Timur, selaku Bendahara, melakukan pembayaran atas pencairan Dana Hibah operasional dan cabang olahraga yang tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Belanja (RAB),” bebernya Akibat perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa bersama-sama dengan Saksi Ahyar telah menimbulkan total kerugian keuangan negara sejumlah Rp 7.909.898.203.MA menyatakan Bani selaku staf dan bendahara KONI Kabupaten  Kotawaringin Timur mempunyai kewenangan antara lain melaksanakan kebijakan umum serta kebijakan Ketua Umum dalam urusan keuangan,perbendaharaan keuangan dan anggaran berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, bertanggung jawab terhadap pembukuan, verifikasi, dan pengeluaran sesuai dengan peraturan yang berlaku serta bertanggung jawab terhadap penyusunan laporan keuangan secara periodik. “Akan tetapi Terdakwa malah melakukan penyimpangan dalam bentuk penyalahgunaan kewenangan. Keadaan ini mengakibatkan penggunaan dana hibah KONI Kabupaten Kotawaringin Timur TA 2021-2023 tidak sesuai sehingga mengakibatkan adanya kerugian keuangan Negara sebagai akibat obyektif dari rangkaian perbuatan Saksi Ahyar dan Terdakwa,” tegas majelis kasasi.Awalnya, Bani dihukum 1 tahun penjara di tingkat pertama. Lalu dinaikkan menjadi 2 tahun penjara oleh majelis tinggi. Oleh MA, hukuman Bani diperberat atas pertimbangan di atas tersebut.“Memperbaiki putusa mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa menjadi pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 300 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 3 bulan,” demikian bunyi amar putusan yang diketok ketua majelis Yohanes Priyana dengan anggota Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono.

MA Peduli Berlanjut ke Penjuru Nusantara, Salurkan Bantuan di PN Sabang

article | Serba-serbi | 2025-09-13 09:20:55

Sabang, Aceh - Mahkamah Agung (MA) melalui program “Mahkamah Agung Peduli” menggelar acara santunan anak yatim dan fakir miskin di Ruang Sidang PN Sabang, Aceh, pada Jumat (12/09/2025). Giat ini dalam rangka memperkuat nilai-nilai kepedulian sosial dan keagamaan. Acara yang berlangsung khidmat dan penuh kehangatan ini dihadiri oleh Pimpinan PN Sabang, Para Hakim Yustisial yang mewakili MA, Para hakim dan Pegawai PN Sabang, Kepala Dinsos Kota Sabang, Ketua dan Pengurus Dharmayukti Karini Cab. Sabang serta para penerima manfaat.Sebanyak 16 anak yatim menerima paket bantuan yang mencakup uang tunai dan bingkisan. Suasana haru dan sukacita mewarnai acara, terutama saat anak-anak penerima bantuan itu maju satu per satu menerima bingkisan. Dalam sambutannya, Ketua PN Sabang, Maimunsyah menyampaikan apresiasi kepada Mahkamah Agung atas inisiatif program ini. “Pentingnya agar menumbuhkan rasa empati dan saling berbagi,” ujarnya.Dalam kesempatan tersebut, selain Bapak A. Tirta Irawan hadir juga Meni Warlia, Ayu Amelia dan Nurrahmi, yakni para Hakim Yustisial yang mewakili Mahkamah Agung. Mereka secara langsung menyerahkan bantuan kepada para penerima. Kehadiran mereka menjadi simbolis bahwa program "Mahkamah Agung Peduli" adalah inisiatif besar dari Mahkamah Agung yang dilaksanakan hingga ke tingkat daerah.Dalam kesempatan itu, perwakilan MA menyampaikan bahwa program “Mahkamah Agung Peduli” akan terus berlanjut ke berbagai daerah di Indonesia, termasuk wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). “Peran lembaga peradilan tidak hanya sebatas penegakan hukum, tetapi juga sebagai bagian dari masyarakat yang harus peka terhadap kondisi sosial di sekitarnya,” ucap A. Tirta Irawan.Acara ditutup dengan doa bersama dan foto bersama. Program “Mahkamah Agung Peduli” di Sabang ini bukan hanya memberikan bantuan materi, namun juga menjadi simbol bahwa keadilan dan kepedulian bisa berjalan beriringan dari ruang sidang hingga ke hati masyarakat. (zm)

Mewujudkan Service Excellence, PT Palembang Hadirkan Inovasi Periang

article | Berita | 2025-09-11 07:05:16

Palembang-Transformasi digital saat ini sudah sangat masif dari seluruh lini kehidupan, Pengadilan Tinggi (PT) Palembang memanfaatkannya dengan menghadirkan inovasi pelayanan untuk memudahkan Mahasiswa, Siswa SMK dan masyarakat umum mengajukan permohonan riset dan magang secara elektronik.Tugas Pengadilan bukan hanya memberikan keadilan bagi masyarakat pencari keadilan melalui putusan, akan tetapi juga bagaimana memberikan pelayanan yang prima (service excellence) kepada semua pengguna layanan PT Palembang seperti akses yang mudah untuk mengajukan permohonan riset dan magang. Semula setiap Mahasiswa, Siswa SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) ataupun masyarakat yang ingin mengajukan riset dan magang harus datang ke PT Palembang membawa surat permohonan, saat ini PT Palembang telah menghadirkan inovasi yang mempermudah Mahasiswa, Siswa SMK ataupun masyarakat tanpa harus datang langsung ke PT Palembang cukup membuka website PT Palembang untuk membuka aplikasi Periang (Pelayanan Elektronik Riset Dan Magang). “Kita berupaya memberikan pelayanan prima (service excellence) bagi pengguna layanan seperti Mahasiswa, Siswa SMK dan masyarakat umum, tidak perlu bersusah payah harus datang ke sini untuk mendaftarkan permohonan riset dan magang, cukup melalui aplikasi Periang,”ucap Ketua PT Palembang, Dr. Herdi Agusten dengan lugas.Sebagai komitmen PT Palembang untuk berkontribusi dalam dunia Pendidikan diharapkan terutama Mahasiswa ataupun masyarakat umum dapat melakukan riset tentang hukum dan peradilan dalam penyusunan karya ilmiah seperti jurnal, skripsi, tesis ataupun disertasi untuk melahirkan ide-ide dan pemikiran hukum yang kritis dan membangun yang bermanfaat dalam dunia hukum dan pendidikan, dapat mengajukan permohonan melalui Periang dan aplikasi ini sendiri pertama kali dilakukan uji coba oleh Pengguna Layanan pada tanggal 21 Juli 2023 oleh Universitas Muhammadiyah Palembang.“Aplikasi Periang pertama kali di launching pada tanggal 11 Oktober 2023 dihadiri Dekan Universitas Negeri dan Swasta di Kota Palembang, Advokat, Kepala SMK Negeri dan Swasta, LSM dan Ketua PN di Wilayah Hukum PT Palembang di Kantor PT Palembang.”ucap Sekretaris PT Palembang, Vivi Yulianita menambahkan.Aplikasi ini akan langsung terhubung dengan WA dari Pemohon riset/magang saat pengajuan melalui aplikasi sehingga sangat mudah, cepat dan dapat diakses kapanpun dan dimanapun bahkan bisa melalui smartphone atau gadget. Pengguna Layanan akan mendapatkan informasi kapan harus datang ke PT Palembang untuk melaksanakan  riset atau magang.“Pengguna layanan untuk riset berjumlah 36 yang berasal dari Universitas di Kota Palembang dan untuk pengguna layanan magang berjumlah 20 yang berasal dari Universitas dan SMK. Pengguna layanan akan menerima wa chatbot bahwa permohonan yang telah diajukan dan mendapatkan informasi tanggal berapa mereka harus datang ke PT Palembang untuk melaksanakan riset ataupun magang”, tutur Ashari, selaku Tim IT saat menjelaskan kepada Tim Dandapala.Selain aplikasi ini juga mudah diakses karena tersedia di beranda website PT Palembang tetapi juga PT Palembang menyediakan manual book yang bisa dibaca dan dipelajari oleh Pengguna Layanan untuk memberikan informasi bagaimana cara mengaplikasikan Periang yang telah diupload di website dan media sosial seperti instagram dan facebook PT Palembang. (IKAW/ldr)

Kaidah Hukum Putusan MA Soal Sifat Melawan Hukum Materiel dalam Fungsi Negatif

article | Kaidah Hukum | 2025-09-08 12:25:35

PASAL 12 KUHP Nasional menegaskan bahwa setiap tindak pidana harus memiliki sifat melawan hukum atau bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Secara a contrario, dapat disimpulkan bahwa setiap tindak pidana selalu dianggap bersifat melawan hukum, kecuali jika terdapat alasan pembenar. Artinya, unsur melawan hukum merupakan bagian dari fundamental yang melekat pada setiap delik. Karena merupakan syarat umum penjatuhan pidana, pengertian ini disebut sebagai sifat melawan hukum umum. Di samping secara umum, salah satu wujud lain dari sifat melawan hukum adalah dalam bentuknya yang materiel. Artinya, suatu perbuatan dianggap melawan hukum bukan hanya berdasarkan hukum tertulis, tetapi juga disebabkan norma-norma kepatutan, moralitas, dan rasa keadilan yang hidup di masyarakat. Sifat melawan hukum materiel lalu terbagi menjadi dua, yakni fungsi negatif dan positif.Dalam fungsi positif, sifat melawan hukum dapat memperluas pengertian delik pidana jika masyarakat menganggap suatu perbuatan tercela, walau tidak diatur oleh undang-undang. Di sisi lain, sifat melawan hukum dalam fungsi negatif justru menghapuskan pertanggungjawaban pidana meski unsur delik terpenuhi, jika perbuatan tersebut tidak bertentangan dengan norma keadilan. Salah satu kaidah penting mengenai sifat melawan hukum dalam fungsinya yang negatif adalah putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 42/K/Kr/1965. Kasus ini berawal dari dakwaan terhadap Machroes Effendi, patih di Kantor Bupati Sambas sekaligus Wakil Ketua Jajasan Badan Pembelian Padi (JBPP). Ia diduga melakukan penggelapan yang merugikan keuangan negara sepanjang tahun 1962 di Kota Singkawang atau Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Menurut penuntut, Machroes menerbitkan perintah pengiriman atau delivery order (DO) gula kepada pihak yang tidak berhak menerima dan menyimpang dari tujuan semula. Ia juga mengirim gula sejumlah 682.859 kg ke daerah (kawedanan) yang tidak mampu menyerapnya, sehingga terdapat 185 ton gula yang akhirnya dijual di pasar bebas. Di samping itu, Machroes memerintahkan penyusutan jumlah gula insentif sejumlah 10% (67.932 kg) tanpa berita acara, serta beberapa tindakan lain yang tak sesuai peraturan. Akibatnya, JBPP ditaksir mengalami kerugian sekitar Rp9,8 juta.Pengadilan Negeri (PN) Singkawang kemudian menjatuhkan putusan tanggal 24 September 1964, serta menghukum Machroes Effendi dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan. Namun, Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta justru menjatuhkan putusan lepas segala tuntutan hukum di tanggal 27 Januari 1965 dengan alasan negara tidak dirugikan, kepentingan umum dilayani, serta terdakwa tidak memperoleh keuntungan. Kontra dengan putusan lepas tersebut, penuntut mengajukan kasasi ke MA pada tanggal 22 Maret 1965. Di tingkat kasasi, MA menguatkan pertimbangan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta, sekaligus memperluas alasan yang menghilangkan sifat melawan hukum di luar KUHP. Dengan kata lain, pertimbangan putusan lepas bukan bersumber dari ketentuan undang-undang, melainkan karena MA tidak menemukan unsur melawan hukum dalam tindakan terdakwa. Pada konteks perkara ini, perbuatan Machroes Effendi yang tidak mengakibatkan kerugian negara, kepentingan umum diuntungkan, serta terdakwa tidak mendapat keuntungan sama sekali—merupakan faktor yang menghapuskan sifat melawan hukum. MA juga menegaskan bahwa alasan penghapus sifat melawan hukum meliputi asas keadilan serta asas “hukum tidak tertulis dan bersifat umum” di luar undang-undang.Putusan MA Nomor 42/K/Kr/1965 kerap menjadi rujukan literatur mengenai bagaimana fungsi negatif dari sifat melawan hukum berlaku dalam praktik peradilan di Indonesia. Maka dari itu, hingga kini terdapat tak kurang dari 400 putusan dalam Direktori Putusan yang menyebutkan kata kunci “42/K/Kr/1965” atau “Machroes Effendi”, terutama di perkara korupsi. Putusan ini sekaligus memperlihatkan bahwa ukuran keadilan tidak terbatas pada terpenuhinya unsur delik semata, tetapi harus mempertimbangkan rasa keadilan dan norma yang hidup di masyarakat.

Selamat! Ketua Muda MA Bidang Pengawasan Raih Doktor dari Unair

article | Berita | 2025-09-02 07:45:23

 Surabaya- Ketua Muda Mahkamah Agung (MA) Bidang Pengawasan Dwiarso Budi Santiarto meraih gelar Doktor dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur (Jatim). Ia berhasil mempertahankan disertasi soal Korporasi sebagai subjek hukum korupsi.“Disertasi Promovendus diterima. Dengan demikian Sdr. Dwiarso Budi Santiarto, S.H., M.Hum. telah menyelesaikan studinya dan dinyatakan lulus dengan Predikat Sangat Memuaskan” demikian ucap Ketua Sidang Ujian Terbuka Prodi Doktor Ilmu Hukum UNAIR yang juga merupakan Dekan Fakultas Hukum Unair Prof Iman Prihandono, di Aula Lantai 12 Gedung A.G. Pringgodigdo FH Unair, Senin (1/9/2025) kemarin. Alhasil, Dwiarso sah menyandang gelar akademik tertinggi sebagai Doktor dalam Ilmu Hukum. Ia berhasil mempertahankan disertasinya tentang “Pedoman Pemidanaan terhadap Korporasi sebagai Subjek Hukum Pidana” di hadapan Tim Promotor, Dewan Penguji dan Para Undangan Akademik.Disertasi Budiarso beranjak dari pemikiran bahwa meskipun telah ada evolusi hukum tentang kedudukan korporasi sebagai subjek hukum yang dapat dijatuhi pemidanaan. Semulanya dalam KUHP lama, korporasi dipandang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dan kini dengan disahkannya UU Nomor 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana yang akan segera berlaku, telah mengakomodir korporasi sebagai subjek hukum yang dapat dijatuhi pidana. Namun setelah meneliti banyak putusan yang menjadikan korporasi sebagai Subjek Hukum Pidana ternyata masih terdapat disparitas yang bahkan sifatnya adalah  unwarranted disparity (“perbedaan yang tidak berdasar”). “Perkara dengan karakteristik serupa justru menghasilkan putusan yang berbeda jauh, baik dari segi pidana pokok maupun pidana tambahan. Inilah yang menimbulkan ketidakpastian hukum,” demikian salah satu point disertasi Budiarso. Di sisi lain, meskipun Pasal 56 KUHP Baru telah mengatur bahwa dalam pemidanaan terhadap korporasi wajib dipertimbangkan tentang 10 hal yang termaktub dalam point “a” sampai dengan point “j”, namun ternyata sejatinya pengaturan itu masih menyisakan problem kekaburan hukum (vagueness of law) dalam pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi. Norma yang dirumuskan bersifat terlalu umum dan multitafsir. Misalnya, parameter tentang “tingkat kesalahan”, “dampak perbuatan”, atau “sikap korporasi setelah tindak pidana dilakukan” tidak disertai dengan kriteria penilaian yang jelas dan terukur. Hal ini mengakibatkan setiap hakim dapat menafsirkan secara berbeda mengenai apa yang dimaksud dengan “tingkat kesalahan berat” atau “dampak signifikan”, sehingga rawan melahirkan disparitas pemidanaan. Lebih jauh, kekaburan ini juga tampak pada aspek pembedaan antara parameter objektif dan subjektif. Pasal 56 mencampuradukkan indikator yang sifatnya faktual (misalnya besaran kerugian atau lamanya tindak pidana dilakukan) dengan indikator yang sifatnya evaluatif (misalnya sikap kooperatif korporasi dalam proses peradilan). Tanpa ada hierarki atau bobot penilaian yang pasti, hakim tidak memiliki pegangan yang memadai dalam menyeimbangkan kedua jenis parameter tersebut. Dari sudut pandang filsafat hukum, kekaburan hukum yang berlebihan dapat melemahkan prinsip kepastian hukum. Hukum yang kabur justru menggeser beban pembentukan norma kepada hakim melalui interpretasi. Akibatnya, tujuan utama hadirnya pedoman pemidanaan yakni untuk menciptakan uniformitas putusan, mencegah disparitas, dan memberikan prediktabilitas tidak sepenuhnya tercapai. “Dengan kata lain, kekaburan dalam Pasal 56 UU No. 1 Tahun 2023 berpotensi mengembalikan persoalan lamainkonsistensi putusan dan ketidakpastian hukum. Oleh sebab itu, diperlukan formulasi pedoman yang lebih rinci dan operasional,” ujarnya.Novelty dari penelitian ilmiah Promovendus ini terletak pada tiga hal pokok. Pertama,merumuskan pedoman pemidanaan korporasi yang komprehensif dan lintas delik, bukan hanya pada tindak pidana tertentu. Kedua, mengintegrasikan teori dan praktik peradilan, sehingga membangun jembatan antara norma, doktrin, dan putusan hakim. “Ketiga, menawarkan sistem kuantifikasi atau scoring system terhadap parameter Pasal 56 UU No. 1 Tahun 2023 agar lebih terukur dan mengurangi disparitas pemidanaan,” bebernya.Prof Dr Agus Yuha Hernoko selaku Promotor dalam pidato pengantar kelulusan Yang Mulia Ketua Kamar Pengawasan mengucapkan selamat dan ikut berbangga atas pencapaian itu. “Kepakkan sayapmu tapi tetaplah membumi, karena gelar ini adalah sarana untuk mencapai hakikat kemanusiaan. Sebagai Alumni, marilah bersama-sama kita membangun Universitas Airlangga, semata-mata sebagai ibadah,” ujarnya.Adapun Prof Sunarto selaku Ketua Mahkamah Agung (MA)  yang juga merupakan salah satu Penyanggah dalam Tim Penguji sidang ujian terbuka tersebut menyatakan sangat mengapresiasi kelulusan Dwiarso ini karena sebagai atasan langsung, ia mengetahui persis bagaimana perjuangan Dwiarso untuk menuntaskan kuliahnya di tengah kesibukan menjalankan kewajiban utama untuk menyidangkan dan menjatuhkan putusan akhir yang jumlahnya ribuan dalam setiap tahunnya.