Jakarta- Pemerhati hukum tentu tidak asing lagi dengan sosok pendekar hukum bernama hakim Bismar Siregar. Tapi tahukah anda bila ia pernah menjadi jaksa sebelum jadi hakim?
Bismar dikenal sebagai hakim yang memiliki karakter, yang tidak mau terkungkung oleh kekakuan hukum di atas kertas. Dalam mengadili perkara, beliau lebih mengutamakan nilai keadilan daripada kepastian hukum.
Salah satu putusan hakim Bismar yang fenomenal adalah terkait perluasan makna barang dalam Pasal 378 KUHP. Singkatnya kasus tersebut sebagai berikut:
Awalnya Terdakwa telah diputus oleh Pengadilan Negeri Medan, yang menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan cabul dengan perempuan yang bukan istrinya. Terdakwa pun dijatuhi dengan hukuman pidana percobaan.
Atas putusan tersebut, Jaksa menyatakan Banding. Di Pengadilan Tinggi Bismarlah yang menangani perkara tersebut. Dalam pertimbangan putusannya, Bismar melakukan perluasan penafsiran kata “barang” dalam pasal 378 KUHP, hal tersebut termasuk juga “jasa”. Menurut Bismar, adanya hubungan senggama antara Terdakwa dan saksi korban tersebut telah menguntungkan Terdakwa, karena itu juga sudah menerima “jasa” dari saksi korban.
Hakim Bismar merujuk pada bahasa Tapanuli, daerah asal terdakwa dan saksi korban, yakni bonda yang berarti barang, yang diartikan kemaluan, sehingga ketika saksi korban menyerahkan kehormatannya kepada Terdakwa, berarti sama dengan menyerahkan barang.
Akhirnya Bismar mengoreksi putusan pengadilan tingkat pertama dan menyatakan Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana dalam pasal 378 KUHP. Terdakwapun dihukum dengan pidana penjara selama 3 tahun.
Ingin mengetahui tentang riwayat hidup singkat dan perjalanan karir beliau? Berikut kami uraikan:
Bismar Siregar dilahirkan di Desa Baringin, kota Sipirok pada tanggal 15 November 1928. Beliau menempuh studi di Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan Universitas Indenesia pada tahun 1952 dan tamat pada tahun 1956. Karir Bismar di dunia peradilan dimulai dari bawah di Pengadilan Negeri hingga ke puncak Mahkamah Agung. Pada tahun 1960, Bismar bertugas sebagai Hakim di Pengadilan Negeri Pangkal Pinang.
Kemudian pada tahun 1962, Bismar dimutasikan ke Pontianak sebagai Ketua Pengadilan Negeri Pontianak. Hal tersebut termasuk mutasi yang luar biasa, karena beliau dimutasikan dari ibu kota kabupaten ke ibu kota provinsi. Setelah dua tahun mengabdi, Bismar dipercayakan menjadi Ketua Pengadilan Land Reform Pontianak. Kemudian pada tahun 1968, Bismar ditarik ke Mahkamah Agung menduduki jabatan sebagai Panitera Mahkamah Agung. Tiga tahun kemudian Bismar dipercayakan menduduki jabatan sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara-Timur.
Setelah dipandang cukup berpengalaman di Pengadilan Negeri, Bismar dipromosikan menjadi hakim tingggi di Pengadilan Tinggi Bandung. Tak sampai satu tahun, Bismar kemudian diberikan kepercayaan yang lebih besar lagi menjadi Ketua Pengadilan Tinggi Medan. Bintang Bismar semakin cemerlang. Setelah ± 1 tahun menjabat di Pengadilan Tinggi Medan, Bismar kemudian diangkat menjadi hakim agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia, yang merupakan puncak karier tertinggi seorang hakim. Tugasnya sebagai hakim agung dijalaninya dengan penuh tanggung jawab yang tinggi, tanpa cacat dan cela sampai ia pensiun pada tanggal 1 Desember 1985.
Bismar wafat pada tanggal 19 April 2012 di rumah sakit Fatmawati dalam usia 84 tahun. Walaupun sang pendekar hukum tersebut telah tiada, namun nama beliau masih terus dikenang.
Bismar Siregar Memiliki Hobi Menulis, Membaca dan Melukis
Menulis adalah kegiatan rutin yang dilakukan Bismar setiap hari. Beliau telah menghasilkan belasan buku, ratusan makalah untuk ceramah, seminar, naskah pidato dan dakwah. Bismar mampu menulis tiga sampai empat buah artikel setiap malam. Namun tidak semua tulisannya dipublikasikan secara terbuka, ada yang disebarkan secara khusus bagi kalangan-kalangan tertentu antara lain: ditujukan kepada sahabat-sahabatnya, atasan dan bawahannya, penguasa, wakil-wakil rakyat di MPR/DPR dan berbagai kelompok serta organisasi di masyarakat.
Adapun beberapa buku dan artikel yang telah beliau tulis antara lain: Berbagai Segi Hukum dan Perkembangannya dalam Masyarakat (1983), Bunga Rampai Karangan Tersebar Jilid 1 dan Jilid 2 (1989), Keadilan Hukum dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional (1986) dan buku Renungan Hukum dan Iman (1990).
Di samping itu Bismar juga memiliki bakat melukis. Lukisannya bercorak naturalis. Dari tangannya telah dihasilkan ratusan lukisan. Pada tahun 1997, Bismar sempat mengadakan pameran lukisan-lukisannya.
Pernah Bertugas Sebagai Jaksa
Sebelum Bismar menekuni profesinya sebagai hakim, terlebih dahulu Bismar mengabdikan dirinya sebagai jaksa. Pada tahun 1957 Bismar diangkat sebagai jaksa pada Kejaksaan Negeri Kelas I Palembang. Setahun kemudian Bismar dipromosikan sebagai Wakil Kepala Kejaksaan Negeri Kelas I Makassar. Pada awal tahun 1960 Bismar dmutasikan lagi ke Kejaksaan Negeri Kelas II Ambon dalam jabatannya sebagai Jaksa biasa. Adapun penyebab Bismar dimutasi tersebut dikarenakan saat itu Bismar tidak mau melaksanakan perintah Jaksa Agung.
Selama berprofesi sebagai Jaksa, Bismar merasakan bahwa profesi jaksa tidak sesuai dengan jiwanya yang selalu mengutamakan hati nuraninya. Karena di lingkungan kejaksaan dari atas ke bawah itu harus satu komando, satu prinsip. Bawahan tidak boleh menentang kebijaksanaan atasannya. Dia harus patuh tanpa reserve kepada pimpinannya, tanpa harus melihat benar atau salah. Selanjutnya pada akhir tahun 1960, Bismar mengundurkan diri dari jabatan sebagai jaksa dan beralih profesi menjadi hakim.
Sumber Referensi:
1. Hati Nurani Hakim dan Putusannya Suatu Pendekatan dari Prespektif Ilmu Hukum Perilaku (Behavioral Jurisprudence) Kasus Hakim Bismar Siregar, Bandung, 2007.
2. https://www.datatempo.co/foto/tokohDetail/29/bismar-siregar-alm
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum