Sejarah
perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak terlepas dari peran tokoh nasional
lulusan sekolah hukum (rechtsschool) bergelar meester in de rechten,
termasuk hakim dan pejabat pengadilan di era kolonial Belanda. Salah satunya Soepomo,
seorang pria kelahiran Sukoharjo, 22 Januari 1903. Soepomo adalah keturunan
ningrat karena orang tuanya merupakan tokoh masyarakat yang diangkat pemerintah
Hindia Belanda sebagai Bupati Surakarta.
Soepomo
mengenyam pendidikan dasar di Europeesche Lagere School yang merupakan sekolah
untuk orang eropa dan
keturunan ningrat bumiputera
hingga lulus tahun 1917 dengan nilai terbaik. Ia kemudian melanjutkan studi di Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Surakarta yang setara sekolah
menengah pertama hingga lulus tahun
1920. Kecerdasannya telah membuka kesempatan bagi Soepomo untuk menempuh
pendidikan tinggi bidang hukum di Bataviasche Rechtsschool yang
merupakan cikal bakal Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Setelah dinyatakan
lulus dari Rechtschool tahun 1923, Soepomo memilih karir sebagai pegawai di Pengadilan Negeri Sragen. Pegawai pengadilan
merupakan pekerjaan sangat terpandang kala itu namun hal itu tidak serta merta
membuatnya terlena, Soepomo muda memilih untuk terus mengembangkan keilmuannya.
Soepomo, dengan kecerdasan dan
semangatnya yang tinggi dalam mendalami ilmu hukum, khususnya dalam meneliti
norma dan ketentuan adat di berbagai daerah, mendapatkan kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan di Universitas Leiden, Belanda, melalui beasiswa. Selama
menimba ilmu di negeri Kincir Angin, ia tidak hanya fokus pada akademiknya,
tetapi juga aktif dalam pergerakan nasional. Melalui Perhimpunan Indonesia (Indonesische
Vereeniging), Soepomo turut menyuarakan ketidakadilan di Hindia Belanda dan
berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Dalam organisasi ini, ia berinteraksi
dengan para intelektual Indonesia yang gigih memperjuangkan kemerdekaan,
seperti Bung Hatta, Sutan Sjahrir, Ali Sastroamidjojo, dan tokoh-tokoh nasional
lainnya.
Universitas Leiden
mengapresiasi kejeniusan Soepomo dengan menganugerahinya gelar Doktor di bidang
hukum pada usia yang masih sangat muda, 24 tahun. Disertasinya yang berjudul Reorganisatie
van het Agrarisch Stelsel in het Gewest Soerakarta (Perbaikan Sistem
Agraria di Wilayah Surakarta) menjadi bukti kepiawaiannya dalam ilmu hukum.
Keberhasilannya meraih gelar doktor di usia muda menjadikan Soepomo sosok yang
dihormati, baik oleh Pemerintah Kolonial maupun oleh rekan-rekan sebangsanya.
Penghormatan tersebut ia peroleh berkat kedalaman ilmunya serta keahliannya
dalam bidang hukum.
Setelah
menyelesaikan pendidikannya di Belanda, Soepomo kembali ke tanah air dan
melanjutkan kiprahnya di dunia peradilan. Ia dipercaya menjabat sebagai Ketua
Pengadilan Negeri Yogyakarta pada 1927–1928, kemudian diperbantukan di
Direktorat Justisi di Jakarta untuk meneliti hukum adat di wilayah Jawa Barat.
Selanjutnya, ia menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Purworejo pada
1932–1938. Meskipun berkarier sebagai hakim dan pejabat dalam sistem peradilan
kolonial, rasa kebangsaannya tetap kuat. Hal ini ia tunjukkan dengan aktif
dalam organisasi pergerakan Budi Utomo, bahkan dipercaya sebagai Wakil
Ketua Umum organisasi tersebut pada masa bakti 1928–1930.
Keahliannya di bidang hukum, serta kiprahnya
dalam memperjuangkan martabat bangsa yang terjajah, mengantarkan Soepomo
menjadi anggota Dokuritsu Junbi Chosa-Kai atau Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Di dalamnya, ia bergabung dengan
tokoh-tokoh besar bangsa, seperti Ir. Soekarno (Presiden RI pertama), Drs.
Mohammad Hatta (Wakil Presiden RI pertama), Dr. R. Kusumah Atmadja (Ketua Mahkamah
Agung RI pertama), Mr. Muhammad Yamin, dan tokoh nasional lainnya.
Dari
rapat-rapat BPUPKI inilah lahir Pancasila sebagai falsafah negara yang menjiwai
konstitusi Indonesia. Selain itu, pada 11 Juli 1945, Soepomo dipercaya memimpin
Panitia Perumus Konstitusi, yang merancang Undang-Undang Dasar negara. Rumusan
UUD yang disusun oleh Soepomo dan timnya akhirnya disahkan sebagai
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pada 18 Agustus 1945, menjadi
fondasi hukum bagi negara yang baru merdeka.
Setelah
Indonesia merdeka, Soepomo dipercaya mengemban berbagai jabatan penting. Ia
menjadi Menteri Kehakiman pertama pada 1945–1950, kemudian menjabat sebagai
Rektor Universitas Indonesia kedua pada 1951–1954, serta dipercaya sebagai Duta
Besar Indonesia untuk Inggris pada 1954–1956. Namun, pengabdiannya terhenti
lebih cepat dari yang diduga. Soepomo wafat dalam usia relatif muda, 55 tahun,
pada 12 September 1958. Sebagai penghormatan atas jasa dan dedikasinya bagi
bangsa, Presiden Soekarno menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada
Soepomo pada 14 Mei 1965.
Sumber Tulisan
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum