Pengantar
Seorang hakim bukan hanya sekadar profesi Yang Mulia, tetapi sebuah amanah moral dan spiritual yang mengemban tugas suci dalam menegakkan keadilan. Di dalam sistem hukum modern, hakim terikat oleh kode etik yang mengatur integritas, independensi, hingga profesionalitasnya. Namun, jika kita melihat lebih dalam melalui perspektif agama Hindu, konsep etika hakim dapat diperkaya dengan tiga kerangka dasar agama Hindu, yaitu Tattwa (filsafat kebenaran), Etika (susila dan moralitas), dan Upacara (ritual dan pengabdian).
Dalam agama Hindu, tugas seorang hakim dapat disamakan dengan peran seorang Dharmaraja, yang bertugas menegakkan hukum berdasarkan dharma (kebenaran dan keadilan). Seperti yang dicontohkan dalam kisah Raja Yudhistira dalam Mahabharata, seorang pemimpin harus menjunjung tinggi kebenaran dan tidak terpengaruh oleh kepentingan duniawi. Hakim yang bertindak sesuai dengan prinsip agama Hindu tidak hanya melaksanakan hukum positif, tetapi juga menyeimbangkan hukum dengan kebijaksanaan dan nilai-nilai dharma.
Pembahasan
1. Tattwa: Hakim dan Hakikat Kebenaran
Dalam agama Hindu, Tattwa merupakan dasar filsafat yang mengajarkan tentang hakikat kebenaran dan realitas. Dalam konteks profesi hakim, hal ini berarti seorang hakim harus mampu memahami esensi dari keadilan itu sendiri. Bhagavad Gita (Bab 4. Sloka 7-8) menegaskan bahwa Tuhan akan selalu hadir untuk menegakkan dharma dan melenyapkan adharma (ketidakadilan). Dengan demikian, seorang hakim dalam perspektif agama Hindu harus memiliki kesadaran spiritual bahwa setiap keputusan yang ia buat harus berlandaskan pada kebenaran sejati, bukan sekadar aturan hukum tertulis.
Dalam sistem peradilan modern, seorang hakim sering dihadapkan pada dilema antara hukum positif dan nilai keadilan yang lebih tinggi. Agama Hindu mengajarkan bahwa kebenaran tidak hanya bersifat legalistik, tetapi juga moral dan kosmis. Oleh karena itu, seorang hakim yang memahami Tattwa akan selalu mencari keseimbangan antara aturan dan hati nurani dalam menjatuhkan putusan.
2. Susila: Kode Etik Hakim dan Moralitas Agama Hindu
Konsep Etika dan Susila dalam agama Hindu mengacu pada standar moral yang harus dijalankan oleh setiap individu, terutama mereka yang memegang posisi penting dalam masyarakat. Seorang hakim dituntut untuk memiliki karakter yang jujur (Satya), tidak memihak (Nyaya), tanpa kekerasan (Ahimsa), dan penuh kebijaksanaan (Viveka).
Dalam Manusmṛti atau dikenal dengan Manawa Dharmasastra, kitab hukum agama Hindu tertua, disebutkan bahwa seorang hakim atau raja yang memutuskan perkara dengan tidak adil akan mengalami penderitaan dalam kehidupannya maupun setelah kematian. Sloka VIII-18 dalam Manawa Dharmasastra menyebutkan: “Keputusan yang salah karena ketidakadilan oleh hakim, seperempat bagian dari kesalahan menimpa yang melakukan kejahatan, seperempat bagian kepada yang memberikan kesaksian palsu, seperempat bagian kepada semua hakim, seperempat bagian kepada raja (kepala negara)”. Ini selaras dengan prinsip kode etik hakim yang menekankan pentingnya kejujuran, integritas, berdisiplin tinggi dan profesional agar hakim terhindar dari kesalahan dalam mengambil putusan.
Jika dikaitkan dengan profesi hakim saat ini, prinsip Etika menegaskan bahwa seorang hakim tidak boleh: 1) Memihak dalam suatu perkara karena tekanan politik atau ekonomi; 2) Menerima suap atau gratifikasi yang dapat memengaruhi putusan; dan 3) Menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Seorang hakim yang berpegang pada Etika akan menjadikan pekerjaannya sebagai sebuah laku spiritual, di mana setiap keputusan yang dibuat adalah bentuk persembahan kepada kebenaran itu sendiri.
3. Upacara: Ritual dan Pengabdian sebagai Hakim
Bagian terakhir dari tiga kerangka agama Hindu adalah Upacara, yang mencerminkan bentuk pengabdian dan ritual dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks hakim, Upacara bisa dimaknai sebagai disiplin, dedikasi, dan keterikatan pada tugas dengan penuh kesadaran.
Dalam tradisi agama Hindu, seorang pemimpin yang menjalankan tugasnya dengan benar dianggap sedang melakukan Yadnya, yaitu pengorbanan suci tulus ikhlas untuk kesejahteraan banyak orang. Seorang hakim yang menjunjung tinggi kode etik dan menjalankan tugasnya tanpa pamrih juga dapat dikategorikan sebagai Yadnya dalam bentuk keadilan.
Pengabdian seorang hakim tidak hanya terbatas pada ruang sidang, tetapi juga dalam kehidupan pribadinya. Dalam Bhagavad Gita (Bab 3 Sloka 21), yang menyebutkan “Perbuatan apapun yang dilakukan orang besar, akan diikuti oleh orang awam. Standar apa pun yang ditetapkan dengan perbuatannya sebagai teladan, diikuti oleh seluruh dunia”. Laksana Krisna mengajarkan bahwa seorang pemimpin harus menjadi contoh moral bagi masyarakatnya. Oleh karena itu, seorang hakim dalam perspektif agama Hindu harus menjaga kehormatannya, baik dalam tugasnya maupun dalam kehidupan pribadinya. Sebuah putusan hukum yang dibuat dengan kesadaran spiritual akan membawa dampak yang jauh lebih besar daripada sekadar menyelesaikan perkara.
Kesimpulan
Kode etik hakim dalam perspektif agama Hindu bukan sekadar seperangkat aturan yang mengatur perilaku profesional, tetapi merupakan bagian dari jalan Dharma yang harus dijalankan dengan penuh kesadaran. Melalui Tattwa, seorang hakim memahami bahwa hukum bukan sekadar aturan, tetapi juga memiliki makna spiritual yang lebih dalam. Dengan Etika, hakim menjunjung tinggi moralitas dan tidak terjebak hanya dalam kepentingan duniawi. Sementara Upacara menegaskan bahwa profesi ini adalah bentuk pengabdian yang harus dijalankan dengan disiplin dan penuh rasa tanggung jawab.
Dalam dunia yang semakin kompleks dan dinamis, nilai-nilai agama Hindu ini dapat menjadi pedoman bagi para hakim untuk tetap berada di jalur kebenaran dan keadilan. Seorang hakim yang bekerja dengan kesadaran Dharma bukan hanya menjadi penegak hukum, tetapi juga penjaga keseimbangan moral dan spiritual dalam masyarakat. Dengan demikian, keadilan yang ditegakkan bukan hanya berlaku di dunia ini, tetapi juga sejalan dengan hukum kosmis yang mengatur semesta. IKAW
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum